Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2006

Sajak Segelas Kopi Hitam dan Sebatang Rokok

  Perjuangan belum selesai Malah bertambah gawat.   Tiga jarum jam Seperti kincir angin dan anak-anaknya Berputar dan bolak-balik Di situ-situ juga.   Kutelan jagatmu Sedikit demi sedikit.   Dan engkau! Kuhisap ruhmu demi nafsuku.   Engkau bertualang menuju tiada.   Bara membakar tubuh dan ruhmu Kuhembuskan lagi, menuju ayahmu.   Kuijinkan engkau pergi Menuju langit malam Dan kosongnya ruang Antara langit dan bumi.   Juga engkau! Hitam wujudmu Ketakterdugaan esok Tak pasti merayu.   Tampak serasi engkau Berperangai dan berpola Pahit dan manis, saling menjaga.   Konstruk macam apa? Rumus kitab abstraksi yang mana?   Kalian berdua, sama-sama tiada Pada akhirnya, aku juga!   2006 Sulaiman Djaya lahir di Serang, Banten 1 Januari 1978. Antologi puisinya berjudul Mazmur Musim Sunyi (Songsong Budaya, Juli 2005). Selain menulis puisi, saat ini aktif sebagai penggiat Jaringan Intelektual Mahasiswa dan Masyarakat Serang (JIMMS) di Seran...

Ode Untuk Sepatuku

  Kemudian, engkau dan aku Membagi waktu Mematuhi jam dan almanak Serta mesin-mesin tak berotak.   Kau benahi setelanku Begitu patuh kancing-kancing baju Mentaati perintah jari-jariku Setelah itu, tanganku menggoyang dagu.   Sebagaimana biasanya, kerja adalah firman Yang paling suci, amat murni Untuk mereka yang punya kewajiban Atau hutang yang belum dilunasi.   Begitu setia kau melindungi kakiku Dalam panas siang Atau lembab hujan Tak pernah mengeluh dan mengadu.   Tanpa pengorbananmu Paku yang menusuk telapakku Sepenuhnya akan masuk ke dagingku Tapi kita berbagi, engkau dan aku.   Sahabatku, seorang wanita Pernah diterkam anjing gila Tapi berkat engkau, temanku Kakinya tak terluka Malah tubuhmu, membuatku haru Pantas saja Van Gogh mengagumimu.   Kau sahabatku, temannya siapa saja Begitu patuh melayani manusia Pernahkah mereka berterimakasih padamu Atau menyanyikan satu puisi untukmu.   Kurawat dan kujaga engkau temanku Sebab kau satu-satunya, Be...

Balada Juni

  Juni yang memerah Serupa sayap malaikat Memeluk perdu Dikerumuni semut dan rayap Di kaki-kaki randu.   Cuaca perak di sayap Merak Diciumi angin tak berotak Aku menanti kiamat pekat Dengan tangan-tangan terikat   2006 Sulaiman Djaya lahir di Serang, Banten 1 Januari 1978. Antologi puisinya berjudul Mazmur Musim Sunyi (Songsong Budaya, Juli 2005). Selain menulis puisi, saat ini aktif sebagai penggiat Jaringan Intelektual Mahasiswa dan Masyarakat Serang (JIMMS) di Serang, Banten, dan periset di Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta.

Sore Pastorale

  Sepanjang jarak jari-jari lembut udara mengusap muka Ombak hijau yang bergoyang mirip selendang hujan penari Dan sepertinya ada yang sedang bernyanyi Dihembuskan nafas hidung udara.   Dingin yang menggigil telah dihisap cahaya Lidah-lidah matahari yang bercecambah.   Sisa hujan, gigil rumput, hanyut daun di tubuh arus Menciumi harum keringat asam sulfat Lendir hidung udara, sama demamnya dengan tanah basah.   Matahari menungguku di ujung jalan Dijagai lembing dan belukar ladang.   Di bibir padang jagung Rindu menitip jalan setapak Mencari raut, menerangi pandang membusung Hampir meledakkan gelembung katak.   Sesuatu mirip desa mengintai kedatanganku Tak ada siapa-siapa Mungkin saja seekor serigala sedang menunggu Mangsa yang tersesat.   Di tubuh sungai telanjang yang terlentang Perempuan-perempuan memamerkan tetek pepaya mereka Dan rambut bagai tenunan diurai.   Sang gelap samar-samar dan amat pelan Mulai menampakkan lebar dadanya,   Tampak...

Percakapan Atap Kereta

  Bertanya rambut kepada angin "Kegalauan apa yang ingin engkau sampaikan ketika deras menerpa tubuh lemahku?"   Menjawab angin dengan gemuruh "Kegalauan yang tidak sempat disampaikan aliran listrik ketika hendak menghempaskan tubuhmu."   Depok-Cawang, 22 Juni 2006 Setiyo Bardono Penumpang kereta

Percakapan Atap Kereta II

  Bertanya jiwa kepada debu   "Tidakkah engkau tahu betapa pedihnya ketika engkau menyapa kulit tubuhku."   Menjawab debu dengan galau   "Sebagaimana engkau tidak pernah mau tahu kepedihan yang dirasakan orang-orang tercinta ketika engkau nanti tak bisa lagi menyapanya."   Depok-Cawang, 22 Juni 2006 Setiyo Bardono Penumpang Kereta

Jiwa Terdustakan

Selamat pagi tuan puisi aku datang dengan sebuah pena kehadapanmu pena yang dengan itu selama ini kutata kata atas namamu Aku sudah pergunakan hak yang dulu kau hadiahkan kepada dua jiwaku untuk berfoya tintanya. Kini aku kembalikan bersama pahala yang tercatat sedangkan dosa yang terakibat telah aku mintakan kepada Tuhan penciptamu untuk dapat kutebus sebelum pintu mati kian mendekat. Selamat pagi tuan puisi aku mohon diri, pulang ketempat jiwa lainku yang tengah bertapa. jiwa yang tak terlalu mengagungkan kejujuran pun juga tak menginginkan kepura puraan. Terimakasih meski kumengerti tujuan sesungguhnya tuan tersamarkan namun selama ini kaupun tak menyadari letak jiwa ketigaku yang aku sembunyikan

Tuhan Aku Mohon ampun (3)

Aku mencuri dengar dari pembicaraan dua 0rang malaikat di sebuah altar negeri misteri. si malaikat WAKTU berkata, ‘’aku merasa bersalah kepada mereka, mengapa aku mesti berdiri diantara keduanya. bila memang harus demikian kenapa pula engkau tak menjauhkannya?'’. Sang malaikat JARAK menjawab, ‘’ya..aku juga merasakan hal yang sama, sudah berusaha aku melebarkan rentang tangan namun tak kuasa tuk memisahkan'’. lantas di ruang manakah seharusnya kebenaran berada dan diadakan? Tuhan kita melarang namun Tuhan dia mengiyakan. Bukankah Tuhan itu maha esa? lantas siapakah yang memberi batasan sedangkan Tuhan ada pada manusia??'’.. Aku tak tahan untuk tetap berdiam (dan smoga mereka tidak mengenali aku). Wahai Dua malaikat yang di hati kalian penuh kesucian..tak kan pernah engkau mengerti apa yang memang Tuhan berkehendak kalian untuk tak mengalami. Biarkanlah mereka berdua mencari dimensi mereka sendiri tatkala kalian berpura pura terlelap tidur dan be...

Bernikmat Mencumbu Nafsumu

Biar ku sejenak menghentikan langkah ,menelusupkan jemari dilekuk hatimu lalu mengajak menimang kesempurnaan cinta yang menari diantara ujung lidah saat bibir kita menyatukan nafsu. Biar ku sejenak menghentikan nalar pikir,menyandarkan kepala dipusar rasamu lalu menyanyikan gelora rindu yang tak pernah bosan memainkan hasrat tuk memilikimu. Kemudian aku takan pernah berhenti menyetubuhi pejam mata itu serta menjadi pemilik desah nikmat yang terucap dari puncak-puncak kejujuranmu

Aku...Sahabat dari Sahabatmu

Sahabat Ada butir keringat di dahimu Pandang aku !!! Ada butiran putus asa di semangatmu Telah berusaha keras kau tutupi, aku tahu itu Di puncak cemara pernah kau bertapa Di dasar samudera pernah kau bersukaria Sengat kedzaliman belum pernah lunturkan senyum Gemulai sang penikmat laknat pun tak pernah menjadi pencoreng santun Lantas badai sedasyat apakah yang mampu merobek ujung daun lentur sahabatku? Sangat bisa kumengerti bila tak kau ciprati kuping ini dengan keluh kesahmu karena memang engkau tahu kupasti tak kuasa ikut mencicipi Coba lakukan apa yang pernah engkau ajarkan kepadaku Sujudlah pada ibu bumi Mohon ampun dan serahkan kepalamu tuk di belai kodrat keikhlasannya Titipkan bebanmu kepada ibu lalu biarkan sang bumi menunjukkan kebesarannya Masing masing kita pernah bersalah dan melakukan kesalahan Dan rasa seperti yang kau rasakan adalah kiriman surat teguran dari pengendali jaman Pandang aku sahabat (aku memandangmu) Ku tunggu engkau disini….(tunggu aku disini) Kubersi...

Mentari DAN Pelangi

Seorang laki laki berniat menyempurnakan mimpi dan mempersiapkan diri demi sebuah esok hari.. hari pada saat nanti dimana bunga bunga harga diri menjadi hiasan peti mati. Seorang laki-laki yang sedang mengemasi perbekalan perjalanan sukma lengkap dengan cungkup saji berupa tujuh cakra meditasi serta sekeranjang nyali. Namanya adalah Mentari.. seorang laki-laki yang sedang berpamitan kepada sang istri sekaligus memohon juga melaksanakan ritual suci menyalakan api abadi pertanda masih adanya ikatan hati. Mengangguklah sang istri..dia adalah Pelangi. Mentari: Tak ada alasan menghindar dari busuk penghuni jaman karena dunia adalah pasar..memang adalah tempat jual beli kehormatan, ada harga yang ditawarkan meski tak terjangkau oleh sebagian orang. Pelangi: Akan tetapi sekarang engkau membutuhkan ruang dengan bau kemenyan demi keseimbangan..aku paham dan akan selalu paham. Mentari: Engkau lebih mengerti bila saatnya sudah datang… siapakah Dewa yang telah mendatangimu untuk memberikan k...

Bukan Malaikat

Kehidupan bukan hanya sekedar hidup. Hidup adalah getar nadi dan berdegupnya jantung, Namun kehidupan mencakup corak warna lukisan berdarahnya tangis harga diri di atas kanvas perbatasan antara akal dan hati. Engkau dan Aku adalah dua si hidup yg tengah berlomba membelah langit tuk titipkan sebungkus harapan yang berisikan ketidakmungkinan. Engkau dan Aku adalah sang pejuang kehidupan yg saling mempertaruhkan masa depan demi suatu keyakinan masing masing diri.   Kekalahanku adalah kemenanganmu, suatu kebohongan bila perasaanku berkata aku tak ihlas akan hal itu. Teruslah bertahan sahabat... bertahanlah bagai karang tetap tegar dari tempelengan gelombang. Teruslah berlari dari kejaran kelam bayangan masa lalu yang selalu berusaha merengkuhmu kembali. Teruslah mendaki meski harus menginjak mimpiku bila itu bisa hindarkan kakimu dari tajamnya batu yg bersiap melukai. Simpan jejak tempat berlututku di hadapanmu sebagai bekal di perjalanan, jangan hapus bekas cium bibirku dikeningmu bia...

Aku Mencintaimu...Sungguh

Senyum di bibirku adalah memuja senyummu, menari pada lembar bahagiamu serta bernyanyi bersama ujung ujung lembut suaramu. Binar di mataku adalah membelai binar matamu, mengharap ikhlas tiap detik waktumu di sisiku, berlutut dihadapan tegarmu menenteng sekeranjang persembahan rindu… Cinta diwajahku adalah saat saat mencintaimu, berlari menggapai mentari demi keinginanmu, terbang meraih bintang untuk permintaanmu, dan bahwa cinta bagi diriku adalah menghabiskan sinar rembulan malammu lewat desah lipatan kusut sprei ranjang, obrolan berkawan cangkir kopi hitam, dawai gitar mendendang atau sekedar kita saling memandang. Aku mencintaimu…sungguh

Perjalan Kita

: Saint Claussa geliat jerih kehidupan yang tak tertata seperti keinginan kita, dan cadas karang membentur kita berpencaran mencari diridiri sendiri belajar menyaingi tatapan matahari yang membakar hati kita lalu datang pada ilalang yang batangbatangnya menjulai dan mata pedangnya berhelai mencakar jiwa kita lanjutka pengembaraan ini! malam masih jauh angkat beban dengan dada berkibar lalu kita sibak tirai kelam pada langit yang berpaling dari kita menggambar wajah rembulan yang tersenyum pada pucukpucuk pinus menggapai sayap jiwa kita terbang melintasi kelam malam memburu terbit fajar gemilang 13042006

Lelaki Yang Berjalan Di Balik Awan

: Mas Aji Pada perjalan waktu Memamah garis usiamu Yang melaju Kau baca ribuan kisah Kini terdiam dan membisu Dalam kubur masa lalu Sesaat kau maki semesta Yang memagut ragamu Mencuri kepingkeping cinta Dan menyembunyikanya pada anakanak sepi Pohonpohon tertidur dan setia Meski petir mengantar gemuruh tampa jeda Sesaat kau berdiam Dalam keheningan Samar dengan pertanyaan O, seberapa lamakah sesungguhnya telah kunikmati Hidup yang benarbenar hidup O, tunaikan segera mimpi Sebelum lenyap hasrat Menapak usang jalanan yang melikat Summer, june 2006

makhluk senja

Kita meratapi puing-puing mimpi yang berserakan Dan lelah akan kebiasaan Bisu…bisu…bisu…bisu…. Terbungkam oleh harga dan patri Manusia tak lebih dari bongkahan daging pun darah yang tak ditakdirkan untuk meronta Kita semua telah dimangsa detak-detik jam Juga derak-derik kendaraan bermotor lalu lalang jalan raya Kita adalah saksi dari hilangnya adab oleh monarki Lalu hati oleh nilai tukar rupiah apakah nasib dan waktu adalah di luar jangkauan? Kita……………………………… manusia…. Mungkin hanya makhluk senja kala Yang kehilangan arah Kecuali mati 18-02-06

Launching Buku

Launching Buku Kumpulan Puisi "Dialog-dialog Sumbang" Karya A. Rego S. Ilalang (ARS Ilalang) Hari/tgl: Rabu, 28 Juni 2006. Jam: 19.00 WIB. Tempat: STKIP PGRI Bangkalan. Acara: Pembacaan Puisi (Musikalisasi Puisi) oleh ARS Ilalang dan Para Penyair Bangkalan. Ini adalah launching ke-2 dari rangkaian tour keliling baca puisi yang insaallah di adakan di berbagai kota.

Kepik Busuk Menari Sendiri

1 siang, di panasnya kwitang aku kepik busuk menari-nari. tanya baca ratusan buku, kanan-kiri melihat wajah si abang merah padam karena ku tak juga beli. 4 sore, dimasjid senen menyungkur sujud, meriba doa. 9 malam, di medan merdeka sudirman,sarinah dan plaza indonesia melihat lampu dan penjaga istana. putar-putar bersama sahabat secangkir teriaki pelacur yang sibuk nyengir. 2 pagi, di rumah loji aku kepik busuk menangis sendiri duduk simpuh, bersujud menutup tabir. jakarta 18 juni 2006

kepik busuk menari sendiri

1 siang, di panasnya kwitang aku kepik busuk menari-nari. tanya baca ratusan buku, kanan-kiri melihat wajah si abang merah padam karena ku tak juga beli. 4 sore, dimasjid senen menyungkur sujud, meriba doa. 9 malam, di medan merdeka sudirman,sarinah dan plaza indonesia melihat lampu dan penjaga istana. putar-putar bersama sahabat secangkir teriaki pelacur yang sibuk nyengir. 2 pagi, di rumah loji aku kepik busuk menangis sendiri duduk simpuh, bersujud menutup tabir.

Penari

Selendang membuat kalian anggun   Langkah-langkah kecilmu indah   Semakin lama gemulaimu   Membuat mataku tak berkedip   Kalian seperti bidadari   Dalam negeri khayalanku sendiri   Kuda-kuda kalian teguh   Melenggang seiring gamelan   Darahku naik ke ubun-ubun   Tangan dan kaki kalian semakin cepat   Tak mungkin………   Kalian sekumpulan penghuni istana mimpi   Turun kebumi   Apalagi ini belum pagi    

Proses Belajar Di Dalam Penulisan Puisi

Banyak calon penyair seperti saya juga yang mungkin menulis sekedar menulis tanpa pernah berusaha menekuninya dengan sungguh-sungguh atau berusaha untuk menjadi ahli. Dan oleh karenanya sebagaimana ditengarai oleh Saut Situmorang bahwa di dalam jagad kepenyairan ini begitu banyak bertebaran dilettante dan hanya ada segelintir saja maestro. Banyak pula diantara kita di dalam proses penulisan puisi-puisinya cenderung sekedar menuruti kemauan kata hati tanpa ada upaya untuk menggabungkannya dengan teori, yang sesungguhnya dapat menunjang keahlian kita di dalam menulis. Beberapa orang lagi bahkan mungkin tidak peduli dengan semua pertimbangan-pertimbangan serupa itu, walaupun di dalam hati kecil mereka ingin menjadi seorang penulis terkenal dan dikagumi. Tentu saja hal ini adalah penyakit yang juga mendera diri saya yaitu berusaha meraih keberhasilan dengan cara-cara instan. Dengan segera pula saya dapat melihat betapa tidak ada perkembangan berarti di dalam karya-karya dan tulisan-tulisa...

Untuk Anakku Oryza

lantunan sebenarnya tak begitu berarti bagimu, nak ketika waktu tak sempat bersatu, dan jasad begitu kuat meminang rasa tuk bersua. adakah rindumu untukku, nak ketika eranganmu dimalam hingga pagi buta, bersama jasad ayu milik ibumu yang kucinta. jalinlah rasa dalam rindu, nak ketika hadirmu dalam malammalamku yang sepi, menunggu sua kita bersama   bandar lampung, 21 juni 2006

Hospitia

puisi ini terinsipirasi oleh tayangan sejarah mengenai rumah sakit pada dahulu kala,   Hospitia   aku jiwa yang terluka tersembunyi dalam sanctuaria sebagaimana seorang lepra dan papa oh, hospitia mana yang mau menampungku?                                                aku masih terluka dan terlupa menyusuri bagian-bagian biara kemanakah perginya kekasih belahan jiwa?   sejujurnya aku ingin berada lebih lama di sini biar tak kukenal lagi dunia   terogong.20/06/06 *Penulis bernama Dedy Tri Riyadi, lahir 16 Oktober 1974, di kota Tegal.  Sehari-hari bekerja sebagai media planner di sebuah biro iklan di Jakarta Selatan.

Bisakah Kau Beri Nama?

jika tusukan ini bisa diterka, apa nama dan bentuknya, pastilah tak begitu menyakitkan, karena sudah terduga. kucoba tanya pada dinding yang beku, jawabnya hanya diam yang angkuh, kutanya lagi dengan bentakan, bahkan dia menyeringai, mentertawakan, aku gusar, dan tersadar dia benar. terduduk di ruang berkabut, kukunyah nyeri yang tak kumengerti, : bisakah kau beri nama untuk semua ini? depok,06 juni 20

Ingin Melancong

bayang menjelma menjadi rasa masygul entah apa namanya tak bisa kuberi judul semuanya menyeruak,semuanya menghentak jika hadirmu ada di depan mata pastilah bisa kusimak semua jawab yang bertumpuk di situ tahukah kamu aku ingin melancong di kelopak matamu biar kueja semua kata yang tercipta lalu kusimpan rapi di saku jiwaku : aku ingin menemukan semua itu nama dan jawab yang tepat untuk semua tanya priok,06 juni 21

Sunyi

sunyi...... pagi ini sunyi.... diiringi hujan renyai terus aku susuri.... entah kenapa rasa kosong sekali.... walau khalayak begitu ramai di hadapan... aku seolah-olah hilang dalam duniaku sendiri... mencari apa aku ini.... mencari arti.. arti apanya lagi? apa yang kurang dari pemberian Tuhan selama ini.... semuanya cukupkan.... cukup baik... apa kurangkah mensyukuri? jangan.......takut nanti ditariknya semula semua yang diberi....  

10 Nominasi Puisi Bulan Ini Edisi Mei 2006 versi Puitika.net!

Pembaca yang budiman, akhirnya tiba waktunya kami mengumumkan puisi-puisi yang telah kami pilih untuk bisa dinikmati dan dipilih secara langsung oleh anda semuanya. Seperti yang telah kami syaratkan bahwa Sayembara Puisi Puitika Edisi Mei 2006 mengambil tema : Kematian dan Penderitaan. Sejak mulai dibuka sampai dengan penutupan kami telah menerima sekitar 50 puisi dari 30 penyair yang mengirimkan banyak puisinya untuk diikutsertakan. Sulit bagi kami untuk memilih puisi-puisi mana saja yang akan divotingkan. Dengan pertimbangan kesesuaian tema,diksi, dan eksplorasi kata serta bentuk maka kami editor menetapkan 10 puisi yang akan divotingkan kepada anda semua. Puisi-puisi itu antara lain: Dia Perempuan Lukisan Kelabu Telah Kulangitkan Duka Buatmu, Sih Tanah Pekuburan Jalaran Ajal Ingin Menikmati Runyam Haruskah Kusapa Engkau Gusti? Komang Sepasang Maut Anda bisa melihat satu demi satu puisi di atas di sebelah kiri situs di bawah topik "Nominasi Sayembara" Kami panitia mengambil...

Dia Perempuan

akukah perempuan yang di'empu'kan? sedang aku benih telah kumiliki was-was itu akankah aku dinanti penuh harap? akankah ada sinar mata seluruhnya cinta untukku? ataukah ketakutan mematikan karena aku pembawa petaka? akukah perempuan yang di'empu'kan? mengapa perempuan tak kupahami pikir-Nya mengapa aku padamu rahasia itu milik-Nya seperti diamnya angkasa luas dan aku setitikpun bukan maka aku tak minta diartikan apa-apa akukah perempuan yang di'empu'kan? menggigil aku menempuh takdir tanpa sapa engkau dia mereka semua sama riuh mata maut memagutku senyap ruang itu tak ada hati berdarah ruas-ruas waktu membekapku agar tetap bisu minta maaf padamupun tak kuasa akukah perempuan yang di'empu'kan? kesudahanku tak perlu catatan ketika aku tiba di kaki-Nya hanya ini tanyaku "Siapa namaku?"   * Laura Paais lahir di Surabaya, 4 Agustus. pekerjaan saat ini sebagai writer di Ogilvy & Mather jakarta. Pengalaman menulis di majalah Femina, Gadis dan m...

Lukisan Kelabu

                    sebegitukah buram cakrawala                  langit menoreh warnawarna kelabu                  dan mendung tumbuh menggelapkan airmata                  pada perhentian yang lebam dan nyalang                  angin berkisar memenjarakan                  semua mimpi dan hasrat                  dalam ingatan, juga bayangan                ...

Telah Kulangitkan Duka Buatmu, Sih

     Sih, lama tak kudengar suaramu,                     batinku diguncang renjana.                                  Ada gempa mengamuk di luar sana,   serupa deru Merapi yang meningkah   luruhan magma. Dan kini,   senyap mengalir bersama masa   gulir nyeri berlalu begitu saja,   melibas Bantul, Klaten, Yogya.   Tapi aku akan terus menunggu,   walau tak ada gending mengalun ke alamatku   walau masih kudengar teriakan bocah   yang kian keras membuncah   menggempur tebing-tebing gelisahku.   Menyisakan galau yang teramat dalam.   Setelah gempa ini, entah masih berapa   lama lagi kuharus menanti,   sedang semua harap seakan pupus   bersama kelam yang ...

Tanah Pekuburan

      Kafan kafan basah       Belatung dan cacing tanah       Dan pepohonan tanpa buah       Diantara patok rumah-rumah              Berdiriku tegak masih separuh       Terisak yang tak sempat jatuh              Pada pintu yang berderit       Batin ini pasrah menjerit              Aku rindu kalian semua          * Moeraindra lahir August 8th 1983, di Surabaya. Moeraindra - nama pena untuk Adli Muraindra Rahmanto -, mulai mengenal sastra sejak duduk di bangku SMP, namun kegemaran menulis puisi hanya dituangkannya dalam catatan-catatan yang tidak diarsipkan.   Sejak masuk bangku kuliah dan mengenal situs-situs sastra,  moeraindra...

Jalaran Ajal

ada yang datang meresap dari gerbang ubun-ubun. hanya secuil salam tanpa kisah pembuka. seketika tanpa jeda jemari suci itu menyalurkan inginnya. jasad menggigil kelu terasa menyebar ke seluruh noktah sel tubuh. perih menjangat menyusuri syaraf. mengaduh laksana bilahan belati melepaskan daging dari rangka. aliran dingin pun mengarus dari titik berpijak. setiap luas jasad merasakan sayatan demi sayatan detik perdetik hingga gelinjang erangan tak mampu menahan satu sentakan. diripun mengapung...   * Pakcik Ahmad lahir Februari 1970. Karyawan sebuah perusahaan telekomunikasi asing di Jakarta. Saat ini aktif di beberapa milis puisi catatan. Puisi baginya adalah sebuah palagan untuk kejujuran yang semakin langka. Puisi Nominasi Sayembara Puisi Puitika Edisi Mei 2006 Dengan Tema " Kematian dan Penderitaan" Tanpa Komentar Dukungan

Ingin Menikmati

aku ingin menikmati hening, di tengah keriuhan jeritan, pertanyaan dan keluhan, dari mereka yang kelaparan. : begitu nikmat keheningan itu aku ingin menikmati berisik, di tengah diam yang miris, kata-kata terlontar berbau amis. : lihatlah indahnya tetes darah dari sepasang mata. aku ingin berteriak, di tengah kebisuan mulutku, yang terkunci karena hati beku, setelah lewati gelimpangan kayu. : di tengah pedihku, aku menjadi mayat beku. * Dyo atau sering dikenal sebagai blue4gie menulis puisi, saat ini tinggal dan bekerja di Jakarta. Puisi Nominasi Sayembara Puisi Puitika Edisi Mei 2006 Dengan Tema " Kematian dan Penderitaan" Komentar Dukungan Dukung ini ya .. "dedy" <dedi@arteknpartner.com> ______________________________

Runyam

        teruntuk luska istriku aku telah berhenti kagumi langit dan tubuhmu yang telanjang aku curi lewat gerhana seperti amuk kuburan semacam impianku yang samun yang hanya dikenali pekik burung-burung burung-burung yang senantiasa menjelma daun daun kering di kakiku daun-daun yang kerap aku bayangkan berjuntaian di panjang rambutmu yang harum di mana riwayat masa remajaku dipenuhi rasa mabuk sepanjang denyut dendam iklim yang memerangkap pengetahuanku pengetahuan yang hanya dihuni bangku bangku tua taman kota yang dikepung pelapukan tahun-tahun yang di sembarang ranjang hotel termesum akan senantiasa menjerit, orgasme runduk, semaput, bangkit lagi, mampus lagi, setubuh lagi, orgasme lagi, menjerit lagi semaput lagi, selalu seperti itu berulang-ulang, bertahun-tahun, meski di jam-jam sebelum subuh kerap kuacungkan pistol ke jidatku jidat di mana 100 runtuhan puing bekas plaza pernah kau rajahkan tanpa takut sembari bercumbu jidat di mana malaikat-mala...

Haruskah Kusapa Engkau Gusti?

  : buat saudara-saudaraku yang ditinggal pergi     orang-orang yang mereka cintai      Karena tak ada lagi yang disampaikan langit selain kematian   masih haruskah kusapa Engkau, Gusti? Sedang gemuruh ini   telah jadi luka bernanah dalam jantungku, telah jadi barah dalam dadaku.   Mulut yang mengerang meneriakkan rubuh, menjeritkan runtuh!   Tanah-tanah rengkah menera ibu jari-Mu   bongkah batu pecah terhambur dari telunjuk-Mu   serpih-serpih kaca terserak dari kelingking-Mu   Duh, masih haruskah kupanggil Engkau, Gusti?   di dalam tangis dan remuk batu menghimpit tulang-tulangku   di dalam bungkam dan kelu diam anak - suamiku, tak lagi terkata.   Tak lagi terkata! O Siapa Engkau Gusti?   Kemana Engkau pergi di hari yang naas ini?   Tak kubaca lagi langit-Mu selain kelam, selain tikam.   Mulut-Mu yang mengeram penuh amarah   mata-Mu yang memerah selaksa darah   tak urung memaks...

Komang

halaman sepi ketika baumu tiba arung rohmu menyisakan jelaga di ruang mataku pagi pertama di Toledo dan kutenggak pahit kenanganmu di alun-alun besar Zocodover Square orang-orang menikung mengunyah remah waktu anak-anak perawan bergelayutan di bahu kekasih berbagi selagi kata belum habis kudapati pias ketiadaanmu masih saja mengekorku aku membeku teraduk sisa zaman dan peristiwa lantas di mana kau mau kumusnahkan total takbersisasetitikjuapun? di El Cristo de la Luz ingat? bangunan-bangunan bisu sekelilingnya tapi aku menangguk banyak-banyak senyummu waktu kau mengambil tanganku dan menciumnya santun ingat? di situ bisikmu `aku rindukan pulang hendak akhiri dera kejam pada riak darahku' sedikit senyum lagi sementara air mataku jatuh pada hitam rambutmu terus hingga guncangannya pepatkan seloroh dadaku aku kembali, Komang masih membawamu di beranda ini pergilah dalam nyanyiku yang samar ijinkan aku simpan sisa senyum pada detik Ia menghampirimu hanya itu milikku * Laura Paais lahir...

Edisi Mei 2006

SEPASANG MAUT kami dikejar kejar bayangan laut yang menyimpan maut setiap sudut ruang dan kegelapan menyisakan takut dan rasa kalut di mana peristirahatan paling nyaman jika kamar begitu menakutkan? kami yang suatu pagi dibangunkan gemetar bumi tak hendak menjadi saksi karena inci demi inci tubuh kami mulai mati oleh haru dan rasa nyeri waktu beringsut menyeret kami pada putaran yang itu-itu juga ;bau mayat dan barisan panjang pusara begitu saja kami dijegal. mimpi kami dicekal, dan rencana-rencana menjadi batal. tak ada yang berniat menggali kubur, tak ada yang berkehendak mengambil cangkul kami hanya digayuti rasa lelah dan capek menyaksikan banyak peristiwa penting dan tak penting lainya menumpuk, membukit, tumbuh serupa cerobong mengalirkan larva dan pijar api begitu-begitu saja. sebagian kami memilih lembur sebagian meminum obat tidur sepasang pengantin lelap oleh haru-biru subuh begitu bening penuh dengan rencana dan harapan pagi semestinya suka cita yang riang. dimana matahari...

Pulang!

  Masih gelap Kelam bukan malam Sepi tidak senyap…   Kilat melukis langit Petir membelah mendung Awan gelap pecah Gunung berapi muntah Topan melesus Sungai-sungai dan laut pasang Pohon-pohon tumbang Alam kembali ke asalnya, satu wujud tunggal: setitik air!   Dari celah molekul H2O kucoba mengintip deklamasi alam:   Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo'a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali melalui jalan yang sesat, seolah-olah dia tidak pernah berdo'a kepada Kami 2)   Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu, ketika mereka berbuat kezaliman 3)   Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti mereka di muka bumi 4) Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi generasi sesudah kamu 5)   Air tenang bergelombang Pohon-pohon rindang bermunculan Burung-burung terbang melayang Angin bertiup perlahan-lah...

FIRENZE

Firenze dikepung Lidah api menjilat kehidupan Pedang logam menarik nafas Busur panah menarikan sebuah maut Kekejaman? Firenze yang lemah Di palung kematian abadi Keindahan dari ketragisan Manisnya sebuah kematian Indahnya penderitaan Kekejaman? Firenze sebuah neraka Beribu pasukan berhasrat maut Bergemuruh tanpa rasa Dengar, dengarlah jerit ketragisan! Menyambut kematian     Firenze! Sambutlah dengan luka hatimu Jangan takut Janganlah menggigil Ini hanya sekejap Hanya sedikit kesakitan Penuhilah ketragisanmu yang indah Terimalah kematian demi kebahagiaanmu “Kepentingan ideologis? Oh, tidak tuanku! Pemberontakan? Juga tidak tuanku! Ini hanya realita kekuasaan!” Menari, menarilah dengan keindahanmu, wahai kematian! Tanpa pratanda Tanpa kengerian Tanpa getarkan nyali Hadirkanlah senyummu, oh kematian! “Tuanku! Ini bukanlah kekejaman Bukanlah keironisan Bukanlah penderitaan Bukanlah pembunuhan Ini hanya realita kekuasaan!” Juni 2006, Leonowens SP

Reunion

  Pelangi itu hampir mencapai lautan Ketika semua tersentak Wajah-wajah yang selalu datang bergantian Pelukan dan ciuman kalian berganti cerita Ada yang sendiri menunggu Beberapa hati tak luput berbunga-bunga Tanya-tanya dari sadar kalian Puja-puji sekedarnya Basa-basi seperlunya Jawaban tak mesti benar Pujian sering melenakan Namun hilang sebab mata tak boleh terpejam Pelangi-pelangi kembali kesarang Suara-suara menyentuh dari atap-atap suci Menegur mengajak dan menggodaku dengan kenangan Apakah perumpamaan ini semua Jika pelangi itu kembali Masihkah kukuh kau hindari Bisikan-bisikan kalbu melebur dalam ayat-ayat panjang Keriput-keriput tersembunyi bagai menghibur luka Bila saja tak kunjung sinar tadi menyembul Semua kan terbawa seruni dan siluet manis Petir keras yang dulu menggelegar Cobalah tuk tak berisik Tolonglah jangan usik Biarkan kami menyeka air dimata kami Agar bisa senyum hari ini      

Bengkel Kata dan Kebun Kata komunitas Bunga Matahari bersama Joko Pinurbo

Komunitas (milis puisi) Bunga Matahari mengadakan agenda reguler yaitu Kebun kata dan Bengkel Kata. Acara akan berlangsung tanggal 24 Juni jam 2 siang di Rumah Inez Dikara, Jl. Jaya Mandala VI/7, Komp Pertamina, Jakarta 12870. Pada kesempatan kali ini penyair Joko Pinurbo akan menjadi pembicara. Teman-teman yang berniat hadir MOHON menghubungi METTA (0818-823589), MILLA (0815-8149581) atau SAM (0852-16088241) agar kita bisa mendapatkan estimasi jumlah orang yang akan hadir. Terima kasih dan insya Allah sampai ketemu di KebunKata... Catatan : Lokasi KebunKata bisa diunduh di sini :

Lomba Puisi Krakatau Award dari Dewan Kesenian Lampung

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Dewan Kesenian Lampung (DKL) memberi Krakatau Award 2006 kepada sastrawan. Tahun ini akan diberikan kepada karya puisi terbaik bertema Wisata dan Budaya Lampung karya penyair Lampung dan daerah lainnya. Koordinator Krakatau Award 2006 Isbedy Stiawan Z.S. mengatakan seleksi penerima Krakatau Award 2006 dibuka hingga 10 Agustus bagi calon penerima yang mengirimkan karya puisinya sesuai stempel pos. Setiap peserta boleh mengirim maksimal tiga puisi ke Sekretariat Dewan Kesenian Lampung, Jalan Sumpah Pemuda, kompleks PKOR Way Halim, Bandar Lampung, telepon 0721-703077. Panitia, kata dia, hanya menerima karya asli dan bukan terjemahan. Syarat lain, karya itu tidak sedang diikutsertakan pada perlombaan lain atau dipublikasikan. Para calon penerima diminta mengetik naskah karyanya dengan satu spasi di kertas kuarto rangkap empat. "Setiap karya tidak dibenarkan dibubuhi nama pengarang karena biodata penyair disertakan pada lembar terpisah. Dan, dipersilakan selu...

Sebuah Negeri Bernama NIRWANA

Hampir tak pernah kulihat pelangi di Palestina Dilangit hanya kulihat kepulan asap hitam Dari muntahan mortir dan rudal Rerumputan yang biasa kutatap dalam-dalam dimusim hujan Juga enggan menghijau Tanah kami hanya ditumbuhi kerikil dan batu tajam Yang sering dilempar keras oleh pejuang Tak ada anak kecil yang luput Kami semua berikrar membela sampai sahid Palestina Tak peduli Amerika terus menekan Lempar batu sembunyi senapan, seakan………. Israellah yang didholimi !! Padahal kami, teman, ayah ibu, dan semuanya lebih dahulu gugur Yang diculik, diberondong senjata berbagai kaliber ………. Kadang…aku rindu kembali ke zaman Musa dan Harun Suatu masa dimana kami mendapat pembela sejati Aku rindu kesejukan Tahukah engkau kami terus meraung raung….dibalik tembok tegar Yang susah dirobohkan Aku mau kau tak ikut menangis Jangan ikut terharu dengan kami Sebab jauh diatas sana, disuatu negeri antah berantah bernama nirwana Ada ribuan warga kami b...

ALFACÁR

Pada hari di batas kekejaman telah diberkati sempurna   Di saat aku berdiri tegar tanpa keraguan dan kepedulian ku tatap langit angkuh dan tajam Alfacar yang pilu! Demikian dengan penderitaan dihujat oleh kepasrahan menanggung sebuah dusta tentang kemunafikan yang paling adil di dunia! Alfacar… “Kematian atau pembebasan?” Aku tak akan menggubris sama seperti hukuman ini dengan kengerian telanjang dipertontonkan sama tercelanya Alfacar… Saat aku tertawa histeris di bawah tiang gantungan dan melihat seorang hakim yang membuang wajahnya waktu telah menjelang kematianku! Alfacar! Di kota ini akan hadir kekejian ditunjukkan dengan kemurkaannya “Tuhan, peganglah nafasku seperti Kau telah memberinya pada hari dimana seluruh orang selalu menyebut nama-Mu untuk menyambut kematianku!”  Seperti kebebasan yang terhujat di tahun yang penuh murka sejarah ‘kan terukir indah bersama dengan sebuah kematian disambut beribu sorak dan jerit yang mengha...

ALFACÁR

Pada hari di batas kekejaman telah diberkati sempurna   Di saat aku berdiri tegar tanpa keraguan dan kepedulian ku tatap langit angkuh dan tajam Alfacar yang pilu! Demikian dengan penderitaan dihujat oleh kepasrahan menanggung sebuah dusta tentang kemunafikan yang paling adil di dunia!   Alfacar… “Kematian atau pembebasan?” Aku tak akan menggubris sama seperti hukuman ini dengan kengerian telanjang dipertontonkan sama tercelanya  Alfacar… Saat aku tertawa histeris di bawah tiang gantungan dan melihat seorang hakim yang membuang wajahnya waktu telah menjelang kematianku!  Alfacar! Di kota ini akan hadir kekejian ditunjukkan dengan kemurkaannya “Tuhan, peganglah nafasku seperti Kau telah memberinya pada hari dimana seluruh orang selalu menyebut nama-Mu untuk menyambut kematianku!”     Seperti kebebasan yang terhujat di tahun yang penuh murka sejarah ‘kan terukir indah bersama dengan sebuah kematian disambut beribu ...

Konstantinovna

Di malam yang berprahara ini ku coba mengetuk pintu malapetaka yang berdiri kokoh dan anggun bagi Kengerian yang akan dimuliakan Konstantinovna! Ku ukir sumpahku yang menyejarah bagi sebuah kematian yang kekal kematian yang paling kubenci sehingga ingin kurasakan lebih dalam Karena telah ku mulai hari yang indah tanpa pernah merasakan keseimbangannya Hari dimana kekejaman akan berubah menjadi sebuah impian tentang keabadian tanpa menghianati jerit kenyataan Petrograd yang dingin meradang malam tanpa keteraturan cahaya ‘kan ku tarik beberapa pelatuk kematian sebagai keadilan yang paling adil dalam sejarah! Dimana semua orang akan mencintaiku dengan tragisnya Konstantinovna! Bagi sebuah penderitaan yang tergadai dibalik semua perasaan yang membeku Ku agungkan beberapa letusan untuk menghapus kesengsaraan dan kepiluan tentang dunia Dunia yang tidak akan kita mengerti dimana ujung harinya atau kita telah berdiri di ujungnya! Dan musim dingin tahun 1929 tepat di bawah malam kepedihan ...

Cinta, Kematian, Keterasingan

Abdul Wahab Al Bayati adalah seorang penyair Arab zaman sekarang yang termashyur dan sekaligus seorang pemimpin dalam pergerakan syair-syair bebas yang dimulai di Iraq pada tahun 1948. Bersama dengan Nazib Al Malaika dan Badr Shakir Al Sayyab, Al Bayati merupakan pendobrak puisi-puisi Arab klasik, melebihi pola sajak tradisional dan pola irama yang telah berlaku lebih dari lima belas abad. Buku ini merupakan karya terjemahan yang berharga untuk melihat karya sastra Arab kontemporer. Meskipun buku ini telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris namun karya dalam buku ini dialihbahasakan langsung dari bahasa aslinya (Arab) oleh penterjemah.

Menepis Sebuah Keinginan

Satu sisi terjerat emosi sisi yang lain terhimpit nurani berjalan berarak saling mengabdi mengabdi pada keinginan yang hakiki   Saat dua sisi saling mempengaruhi menembus dikedalaman sejuta harap meronta, menerjang ketulusan jiwa berharap sang penakluk yang jumawa   Tapi ada semilir rasa yang menyejukan nurani terdalam untuk bisa sejalan dengan makna mengambil hikmah dari sang alam

Dan Bumi-pun Menggeliat (Desah Merapi)

  Rona jingga membawa berita duka kidung langit menggema membelah jiwa tampak kaki langit merah membara menebar sebuah pelajaran yang nyata   alam kelam tak mampu berbisik gemuruh perut bumi kian terusik menyabdakan pesan yang tersirat bagi manusia yang semakin picik   nurani jiwa coba menyerap menancapkan akar kesadaran hidup mencoba menterjemahkan isyarat bumi agar hidup lebih berarti

Dua Antologi Puisi Elektronik Baru Untuk Anda!

Dua antologi puisi elektronik baru untuk pembaca puitika.net. Antologi elektronik ini semuanya datang dari Lampung dan Mojokerto. Antologi pertama adalah " MAK DAWAH MAK DIBINGI : TAK SIANG TAK MALAM" dari Udo Z. Karzi. Antologi ini ditulis dalam dwi bahasa, Indonesia dan Lampung. Antologi kedua "BERITA BASI", dikirimkan Saiful Bakri. Nikmati kedua antologi ini di bagian download. Kami juga menerima antologi puisi elektronik dari anda , prosedurnya lihat saja di bagian FAQ. Terimakasih untuk Udo Z. Karzi dan Saiful Bakri.

Untukmu Sahabat (Kau tetap Sahabatku)

Disaat kita nikmati kebersamaan banyak hal terlewatkan begitu saja keceriaan, gelak-tawa serta canda semuanya mengalir begitu saja waktu yang tersedia seolah tak mampu untuk menampungnya begitu cepat berlalu berlari seolah tak mau berhenti kenangan-kenangan itu terasa tak kala kita pergi pergi meninggalkan semua kegembiraan yg melenakan satu persatu kenangan itu diputar kembali ada sederet senyum saat terlintas film-film yg lalu kenapa kegembiraan itu hrs pergi? kenapa tak selalu mengikuti ku kemana pergi? kapan ini semua akan terulang? akankah kita tetap seperti ini? Sahabat... semua yg pernah kita jalani hari demi hari, waktu demi waktu tak kala kita lalui semuanya bersama banyak hal yg pernah terjadi semua kita lalui dgn segala kekurangan yg kita miliki kadang benci, kesal dan kecewa juga senang, hormat dan sayang sungguh luar biasa apa yang telah kita lalui bersama inikah pemberian tak ternilai dari Sang Kuasa? yang sering kali tak pernah kita syukuri Ya, Allah...Lindungilah mereka...

Celoteh 1

Hutan... Gunung... hamparan hijau yang menyejukkan hati terimakasih... yang telah memberiku pengalaman yang tak ternilai dalam pencarian jati diri ini sehingga begitu membekas dan akan terus terbawa dalam mengarungi kehidupan ini menyadarkanku ... memberiku pelajaran mengenai kehidupan dengan kearif'an yang Maha Pencipta kau bukakan matahati-ku agar menjadi lebih bijaksana dalam pergaulan hidup ini

Tragedi

tragedi dalam hidupku adalah hari ini ketika aku tak menemukanmu di antara jerami-jerami kota ketika aku larut dalam senyawa yang semakin pekat menjerat     aku selalu merasa bahwa matahari tak akan pernah menghanguskanku tapi aku salah matahari bahkan telah melebur diriku hingga menjadi buih mengalir ke selokan hingga ke tepi sungai bebaur bersama sampah dan bangkai     14 May 2006

Rinduku

rinduku   terbenam bersama lumpur sisa bencana kemarin   rinduku merintih meraih namamu yang   menghuni mimpi saat aku   tak tahu mengapa kau hilang..       bdl, 21/03/2005

Lingkaran

Kenapa lingkaran tidak punya tepi Hidup seperti lingkaran Berputar, tak berhenti Putaran-putaran itu terkadang Membuat muak, jenuh Semuanya sama, lelah     Ingin ku putuskan lingkaran itu Kucari bangun ruang yang lain Apa sajalah asalkan jangan lingkaran Meski kutahu yang membuatnya adalah aku sendiri       26 des 2004

Patah Hatiku

Aku menyapamu Dengan rindu Yang sekian lama terpendam Seperti masa remaja Birahiku bergelora Sampai di ubun-ubun Ingin rasanya bercumbu Bermesra Bila perlu bersetubuh Sampai habis derita Namun untuk kesekian kali Kau berpaling Dan menolak cintaku Dengan segala siasatmu Hatiku patah Surat cinta yang ku kutip Dari kitab Undang-Undang Yang kau buat Tak dapat meluruhkan hatimu Pelacurlah kamu Dalam sengketa cinta Segitiga ini Berapa kau jual cinta Hingga kau rela Disodomi dari segala penjuru Investasi asing menari-nari Seperti zaman drupadi ditelanjangi Airmata tumpah Puisi hanya mencatat sejarah Pada siapa lagi aku percaya Surat cinta yang ku kutip Dari kitab Undang-Undang Yang kau buat Tak dapat meluruhkan hatimu Pelacurlah kamu Mojokerto, Juni 2004 * Saiful Bakri, Lahir di Mojokerto, 28 januari 1972.Puisi-puisinya tersebar di harian Radar Mojokerto, Majalah Bende Taman Budaya Jawa timur.   Buku-buku yang memuat puisinya adalah: -11 PUISI SAIFUL BAKRI (tunggal) -ANTOLOGI PUISI CAND...

Sayembara Puisi Bulan Ini Edisi Mei 2006 versi Puitika.net!

Setelah mendapatkan pemenang untuk edisi April 2006 maka Puitika.net kembali membuka sayembara di musim ketiga untuk edisi Mei 2006. Untuk sayembara kali ini Puitika.net mengambil tema "Kematian dan Penderitaan" . Sayembara ini diharapkan dapat memunculkan berbagai bentuk eksplorasi dan gagasan baru pada penulisan puisi. Panjang naskah maksimal 500 kata. Naskah dikirim ke panitia lewat email. Pengiriman naskah paling lambat tanggal 18 Juni 2006,disertai tulisan Sayembara Penulisan Puisi di headline e-mail. Puisi yang dikirim harus disertai biodata lengkap. Editor akan memilih 10 puisi untuk di votingkan secara langsung untuk pembaca puitika.net.Puisi dengan suara terbanyak secara aklamasi akan menjadi Puisi Bulan Ini Puitika.net menyediakan hadiah menarik bagi pemenang pertama puisi berupa buku puisi Kusampaikan plus tanda tangan asli penyair dan Di Bawah Kibaran Sarung , kaos puitika.net dan piagam dari puitika.net. tersedia juga hadiah menarik buat pengirim dukungan yang a...

Sajak S. Anwar

kemana langkah di susur ketika arah berubah tuju kemana pandang dicelan ketika mata tak lagi lengang Kakikah yang membatu atau bintang berubah halu Matakah yang buta hingga tak tahu mana Cahaya lalu kemanakahku kan berlabuh Jika semua berpenghalang pandang +6281364400xxx  

Wanita Gelandangan

  Tiba-tiba setiap aku Terhenyak dan bisu Di hadapan tubuhmu   Keadilan dan Pertaubatan Hening yang terasing Tak dikenali Serupa bayangan   Nafsu yang gagap Malu dicumbui Imaji atap dan lanskap Saat melahap senyap Pada setiap durasi Waktu dan almanak   Puntung rokok, sisa makanan Di terminal, jalur tiga, perempatan Serakan tak bermuasal, serangga dahan Ketelanjangan, kelamin comberan Berebut menulis sunyi dan tangisan Tubuhmu menghamparkan kekosongan Rahim kematian   2006 * Sulaiman Djaya lahir di Serang, Banten 1 Januari 1978. Selain menulis puisi, saat ini ia aktif sebagai periset di Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta dan Jaringan Intelektual Mahasiswa dan Masyarakat Serang (JIMMS) di Serang, Banten. Antologi Puisi pertamanya adalah Mazmur Musim Sunyi.

Mazmur Jalanan

  Sekelok lempang perjalanan, dengan bekal di genggam tangan, hatimu diam bermalam-malam, kegelapan dikabuti kelelawar bayangan, menggantung mencucuki langit siang, kita semua menunggu kelahiran.   Sebatang pohon menenggak tuak kubur dan barzah             Serupa Malaikat yang melahap jenazah basah                         Tuhan yang melihatnya bingung dan gelisah                                     Makhluk-makhlukku hidup saling mengunyah                                  ...