Langsung ke konten utama

Reunion



 
Pelangi itu hampir mencapai lautan
Ketika semua tersentak
Wajah-wajah yang selalu datang bergantian
Pelukan dan ciuman kalian berganti cerita
Ada yang sendiri menunggu
Beberapa hati tak luput berbunga-bunga
Tanya-tanya dari sadar kalian
Puja-puji sekedarnya
Basa-basi seperlunya
Jawaban tak mesti benar
Pujian sering melenakan
Namun hilang sebab mata tak boleh terpejam
Pelangi-pelangi kembali kesarang
Suara-suara menyentuh dari atap-atap suci
Menegur mengajak dan menggodaku dengan kenangan
Apakah perumpamaan ini semua
Jika pelangi itu kembali
Masihkah kukuh kau hindari
Bisikan-bisikan kalbu melebur dalam ayat-ayat panjang
Keriput-keriput tersembunyi bagai menghibur luka
Bila saja tak kunjung sinar tadi menyembul
Semua kan terbawa seruni dan siluet manis
Petir keras yang dulu menggelegar
Cobalah tuk tak berisik
Tolonglah jangan usik
Biarkan kami menyeka air dimata kami
Agar bisa senyum hari ini

 

 

 

Komentar

  1. wah ternyata yudi puitis juga, bagus tuh yud, aku bukan kritisi puisi, tapi nurutku...bahasanya puitis banget hehehe, oh yah aku jarang baca puisi karen asering ga ngerti :(.......well yudi sukses terus yah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...