Langsung ke konten utama

Lukisan Kelabu


  
                 sebegitukah buram cakrawala
                 langit menoreh warnawarna kelabu
                 dan mendung tumbuh menggelapkan airmata
                 pada perhentian yang lebam dan nyalang
                 angin berkisar memenjarakan
                 semua mimpi dan hasrat
                 dalam ingatan, juga bayangan
  
                 waktu, merepih puing-puing berserak
                 dalam memar jiwa
  
                 sebegitukah nelangsa
                 lukisan kelabu
                 yang telag tertera :
                 dalam kitab-Nya
  
                 duh, Gusti Alloh
                 kuaskan kabut pekat yang berarak, dengan
                 liris hujan bertabur pelangi warnawarni
                 menjadi lukisan indah
                 yang mengkembangkan hati
                 kuaskan juga, segenap rintih yang tlah pipih
                 dengan warna kesabaran dan kekuatan
  
                 seperti Gusti Alloh
                 mengkuaskan cadas bebatuan karang
                 tak repuh
                 diterjang
                 gelombang
                 yang
                 bandang.....




*
Shafitri Diniarti berasal dari Cilacap. Kini jadi BMI di Hongkong. Menulis puisi, juga menulis cerpen. Tulisannya kadang nongol di milismilis juga di majalah Ekspresi, Peduli.

Puisi Nominasi Sayembara Puisi Puitika Edisi Mei 2006
Dengan Tema " Kematian dan Penderitaan"




Komentar Dukungan




Puisi ini merupakan lanskap yang bagus. Kemampuan
berempati dan mengidentifikasikan diri penyairnya
dengan objek menjadikan puisi ini sangat intens dan
penyairnya tampak sangat menghayati. Objek puisi ini
sesuatu yang buram yang berada di luar penyairnya dan
penyairnya meresponsnya dengan penuh empati. Dan
penghayatan penyair itu terpantul ke penghayatanku
ketika aku membaca puisi ini. Tapi, kalau komentarku
terjatuh di puisi ini, bukan berarti aku menilai puisi
lainnya tak layak dibaca. Tapi, karena aku memang cuma
punya 1 suara :)

Makasih

Wasalam
Yaqin Saja

"Yaqin Saja" <yaqinsaja@yahoo.com>
________________________________


Simbolik, dengan metafor yang kuat. Pilihan diksi yang unik dan memiliki kekuatan
imagi yang mistis. Lonjakan dan loncatan emosi yang menggergaji batu-batu.Walau
simbolik masih kental rasa tawaduknya. Santun dan mengena nurani yang sedang haus akan siraman rohani. Membuat imajinasi mengembara mencari ruang penyadaran. Puisi berada pada titik kesadaran, dan ini adalah puisi berada pada kesadaran tsb

    "guss rego" <rego_ilalang@yahoo.com>
___________________________________


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...