Langsung ke konten utama

Aku...Sahabat dari Sahabatmu

Sahabat
Ada butir keringat di dahimu
Pandang aku !!!
Ada butiran putus asa di semangatmu
Telah berusaha keras kau tutupi, aku tahu itu
Di puncak cemara pernah kau bertapa
Di dasar samudera pernah kau bersukaria
Sengat kedzaliman belum pernah lunturkan senyum
Gemulai sang penikmat laknat pun tak pernah menjadi pencoreng santun
Lantas badai sedasyat apakah yang mampu merobek ujung daun lentur sahabatku?
Sangat bisa kumengerti bila tak kau ciprati kuping ini dengan keluh kesahmu karena memang engkau tahu kupasti tak kuasa ikut mencicipi
Coba lakukan apa yang pernah engkau ajarkan kepadaku
Sujudlah pada ibu bumi
Mohon ampun dan serahkan kepalamu tuk di belai kodrat keikhlasannya
Titipkan bebanmu kepada ibu lalu biarkan sang bumi menunjukkan kebesarannya
Masing masing kita pernah bersalah dan melakukan kesalahan
Dan rasa seperti yang kau rasakan adalah kiriman surat teguran dari pengendali jaman
Pandang aku sahabat (aku memandangmu)
Ku tunggu engkau disini….(tunggu aku disini)
Kubersihkan jalanmu ….. Kujaga jejak dan petilasanmu
Kembalikan wajahmu di wajahku bertumpu pada harga dirimu dan sejatiku
Dan aku akan kembali

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...