Langsung ke konten utama

Lomba Puisi Krakatau Award dari Dewan Kesenian Lampung

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Dewan Kesenian Lampung (DKL) memberi Krakatau Award 2006 kepada sastrawan. Tahun ini akan diberikan kepada karya puisi terbaik bertema Wisata dan Budaya Lampung karya penyair Lampung dan daerah lainnya. Koordinator Krakatau Award 2006 Isbedy Stiawan Z.S. mengatakan seleksi penerima Krakatau Award 2006 dibuka hingga 10 Agustus bagi calon penerima yang mengirimkan karya puisinya sesuai stempel pos.
Setiap peserta boleh mengirim maksimal tiga puisi ke Sekretariat Dewan Kesenian Lampung, Jalan Sumpah Pemuda, kompleks PKOR Way Halim, Bandar Lampung, telepon 0721-703077.

Panitia, kata dia, hanya menerima karya asli dan bukan terjemahan. Syarat lain, karya itu tidak sedang diikutsertakan pada perlombaan lain atau dipublikasikan.
Para calon penerima diminta mengetik naskah karyanya dengan satu spasi di kertas kuarto rangkap empat. "Setiap karya tidak dibenarkan dibubuhi nama pengarang karena biodata penyair disertakan pada lembar terpisah. Dan, dipersilakan seluruh penyair yang berdomisili di Tanah Air dan tidak ditentukan batas usia ikut serta," ujarnya.

Kemudian, kata dia, tema yang diacu dalam pembuatan karya puisi itu mengenai seni budaya, tradisi, dan pariwisata di Provinsi Lampung. Dan, bukan sekadar tempelan atau hiasan, tapi diutamakan melakukan eksplorasi kreatif.
Pengumuman pemenang akan disampaikan lewat media massa atau pemberitahuan langsung pada 20 Agustus. Dewan Juri akan menentukan empat karya puisi penerima Krakatau Award 2006.

"Setiap penerima mendapatkan hadiah piagam dan Rp1 juta untuk juara satu, juara II (Rp700 ribu), juara III (Rp500 ribu), dan juara IV Rp300 ribu," katanya.
Penganugerahan lambang sastra terbaik itu, menurut Ketua Harian DKL Syaiful Irba Tanpaka, untuk ke-5 kali sejak digagas pada 2002 Dewan kesenian Lampung (DKL) dan mulai diikutkan dalam rangkaian Festival Krakatau sejak tahun lalu.

Penerima Krakatau Award yang pertama kali akan diundang membacakan karyanya di panggung Festival Kesenian Lampung di Graha Wangsa, 25--29 Agustus. "Pada 2005, kami menganugerahkan Krakatau Award kepada cerpenis Siti Fatimah dari Surabaya," kata Syaiful.

Syaiful juga menjelaskan, pihaknya masih mempertahankan penganugerahan Krakatau Award karena melihat animo masyarakat terutama dari luar Lampung terus meningkat setiap tahunnya. Selain itu, Krakatau Award ini menjadi ukuran bahwa masyarakat di dari daerah lain mau tahu dan amat mengenal potensi senibudaya, tradisi, dan pariwisata di Lampung.

"Masuknya Krakatau Award menjadi salah satu rangkaian kegiatan Festival Krakatau merupakan sumbangsih dan kepedulian DKL terhadap event akbar yang diadakan Pemda Provinsi Lampung untuk memromosikan dunia pariwisata dan seni budaya di Lampung," katanya.

Sumber: Lampung Post, Kamis, 15 Juni 2006

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...