: buat saudara-saudaraku yang ditinggal pergi
orang-orang yang mereka cintai
Karena tak ada lagi yang disampaikan langit selain kematian
masih haruskah kusapa Engkau, Gusti? Sedang gemuruh ini
telah jadi luka bernanah dalam jantungku, telah jadi barah dalam dadaku.
Mulut yang mengerang meneriakkan rubuh, menjeritkan runtuh!
Tanah-tanah rengkah menera ibu jari-Mu
bongkah batu pecah terhambur dari telunjuk-Mu
serpih-serpih kaca terserak dari kelingking-Mu
Duh, masih haruskah kupanggil Engkau, Gusti?
di dalam tangis dan remuk batu menghimpit tulang-tulangku
di dalam bungkam dan kelu diam anak - suamiku, tak lagi terkata.
Tak lagi terkata! O Siapa Engkau Gusti?
Kemana Engkau pergi di hari yang naas ini?
Tak kubaca lagi langit-Mu selain kelam, selain tikam.
Mulut-Mu yang mengeram penuh amarah
mata-Mu yang memerah selaksa darah
tak urung memaksaku untuk menyerah
tunduk, pasrah…
Duh Gusti, kemana aku harus berpaling selain pada-Mu?
di depan pintu-Mu aku mengetuk; dengan sejuta doa dan pinta
geletar di ujung lidah gemetar di kelu bibir
guncang jiwaku, masih mencari jawab:
“Apakah yang sengaja Engkau sembunyikan
di balik setiap takdir kematian?”
*
Fanny T.A. masih terus belajar nulis puisi walau sempat menang dalam sayembara
versi Puitika.net edisi bulan April 2006 dan masih tinggal dengan orang tua di Bekasi
Puisi Nominasi Sayembara Puisi Puitika Edisi Mei 2006
Dengan Tema " Kematian dan Penderitaan"
Komentar Dukungan
Sebuah puisi yang sangat ekspresif, menghentak dan sekaligus aktual. Ada rasa pedih,
sakit, geram dan sekaligus perasaan tidak berdaya. Namun sang aku lirik tidak henti
sebatas menggugat arti penderitaan akibat kematian anak dan suaminya, melainkan juga berserah, tunduk dan pasrah. Sebuah gaya pengimajian yang sangat kuat dan menyentuh. selamat buat penulisnya yang telah berhasil mengangkat tema aktual tanpa harus jatuh pada gaya melankoli picisan
"brametya yudhistira" <adekmu_bram@yahoo.co.id>
____________________________________________
“Apakah yang sengaja Engkau sembunyikan
di balik setiap takdir kematian?”
Sebuah ungkapan yang tidak sekedar menggugat namun sekaligus mempertanyakan harkatketerbatasan kemanusiaan itu sendiri. Sungguh sebuah puisi yang patut kita
renungkan dalam-dalam.
"ludi riwanto" <ludi.riwanto@yahoo.com>
____________________________________
sakit, geram dan sekaligus perasaan tidak berdaya. Namun sang aku lirik tidak henti
sebatas menggugat arti penderitaan akibat kematian anak dan suaminya, melainkan juga berserah, tunduk dan pasrah. Sebuah gaya pengimajian yang sangat kuat dan menyentuh. selamat buat penulisnya yang telah berhasil mengangkat tema aktual tanpa harus jatuh pada gaya melankoli picisan
"brametya yudhistira" <adekmu_bram@yahoo.co.id>
____________________________________________
“Apakah yang sengaja Engkau sembunyikan
di balik setiap takdir kematian?”
Sebuah ungkapan yang tidak sekedar menggugat namun sekaligus mempertanyakan harkatketerbatasan kemanusiaan itu sendiri. Sungguh sebuah puisi yang patut kita
renungkan dalam-dalam.
"ludi riwanto" <ludi.riwanto@yahoo.com>
____________________________________
Komentar
Posting Komentar