Langsung ke konten utama

Cinta, Kematian, Keterasingan

Abdul Wahab Al Bayati adalah seorang penyair Arab zaman sekarang yang termashyur dan sekaligus seorang pemimpin dalam pergerakan syair-syair bebas yang dimulai di Iraq pada tahun 1948. Bersama dengan Nazib Al Malaika dan Badr Shakir Al Sayyab, Al Bayati merupakan pendobrak puisi-puisi Arab klasik, melebihi pola sajak tradisional dan pola irama yang telah berlaku lebih dari lima belas abad. Buku ini merupakan karya terjemahan yang berharga untuk melihat karya sastra Arab kontemporer. Meskipun buku ini telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris namun karya dalam buku ini dialihbahasakan langsung dari bahasa aslinya (Arab) oleh penterjemah.

Dengan menitikberatkan pada permasalahan cinta, kematian, dan keterasingan sebagai tema sentral. Puisi-puisi dalam buku ini menyimpan eksotisme luar biasa dari pengalaman sang penyair yang hidup dalam revolusi Arab.

Cinta, Kematian, Keterasingan
Terjemahan dari Love, Death And Exile
karya Abdul Wahab Al Bayati,
diterjemahkan dari bahasa Arab
oleh Bassam K Frangieh, Georgetown University Press
Washington DC, 1990

Dialihbahasakan dari naskah aslinya
yang berbahasa Arab oleh :
Abdul Basith AW.

Penerbit Putra Langit
Cetakan I, Mei 2001
Yogyakarta
249 Halaman

Salah satu puisi pendek dalam antologi :

Laki-laki Tak Di kenal


Seorang laki-laki berada diantara perputaran tahun-tahun
ia mengetuk pintu,
mengucapkan salam padaku,
aku pun menyambutnya, "selamat datang".

namun seorang laki-laki tak dikenal yang berada di depan
pintuku telah mati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...