Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2006

Sekilas Tentang Perpustakaan Umum Kabupaten Lumajang & Koleksi Buku Puisinya

Jika hendak melakukan perjalanan dari kota Surabaya menuju Jember, anda akan melewati sebuah terminal bis dan angkutan kota bernama Terminal Minak Koncar di Wonorejo, salah satu desa di wilayah Kecamatan Kedungjajang, Kabupaten Lumajang. Bersebelahan dengan terminal ini terdapat sebuah tempat yang dinamakan Kawasan Wonorejo Terpadu (KWT). Di salah satu sudut kawasan inilah Perpustakaan Umum Kabupaten Lumajang berdomisili sejak bulan Oktober 2005 setelah bertahun-tahun lamanya berada di kota Lumajang, tepatnya di Jl. Hayam Wuruk 1 Lumajang. Selain Perpustakaan Umum, di dalam KWT terdapat beberapa fasilitas yang dapat dijumpai: kolam renang, stasiun monorel, kolam pancing, stasiun Radio (Suara Lumajang FM), masjid/musholla, toko oleh-oleh khas Lumajang, toko penjual tanaman (terutama Anggrek Cattleya), warung makan, serta beberapa gedung kosong. Pada awalnya, pembukaan KWT ini diresmikan oleh Ibu (Mantan) Presiden RI Megawati Soekarnoputri sekitar tahun 2004. Entah bagaimana rencana Peme...

Ode Untuk Cak La

Maj-Nun Gi-La Menyusuri jalan panjang penuh stopan mengais renah-renah kata di pinggir jalan, dan puntung-puntung yang terbuang di tong sampah aneka warna mereka tertawa, disangkanya gila tetap saja mencintai mereka ( cemooh dan puja menjadi titanic, ada untuk tiada, abadi sebagai tanda ) Kata warna, angka, rasa terbungkus sarung polos coklat tua diberikan, dipinjam, dicuri siapa saja tawa dalam rela Sungaimu mengalir menuju samudera batas tak terhingganya, kelilipan mataku karenanya ( menunggang hiu menggenggan mutiara ) nafasku memburu, tubuhku membiru Lho, malah menguap, aku tak bersayap untuk jadi senyap "Umbu, umbu !" bisik paraumu "Kamu, kamu !" serak suaraku                         Caruban-Madiun, 25 Desember 2005

ketika hadir mu ku rindu

Hati kecil yang berbisik lirih seakan mendorong laju jiwa berlari tuk gapai sgala asa ungkapan hasrat cinta tubuh ku rebah.... tubuh ku lemah..... kala bayang mu menggugah layangkan pandang jauh ke atap atap... sekejap mengejap rimbunnya banyang mu tersedar sepenuh hati hadir mu yang slalu ku nanti pedih nya menyayat di hati kala sedih menghuni dengan hadirmu yang tak pasti hanya kegelisahan yang ku nikmati dikala hadir mu ku rindukan hati ku mengerang maraung bagai tersayat duri sembilu sungguh..sungguh ku rindu hadir mu dan belaian mu

kepada seorang kawan

mantra atau apakah doa atau serapah atau apakah yang kau panjatkan kau teriakan kawan hingga tak habis habis tak putus putus seperti gema seperti gaung atau apakah seperti pedang atau apakah yang kau sisakan cuma suara cuma sayatan kawan hingga tak habis habis tak putus putus tapi kenapa tak sekalipun aku dengar takbir apalagi sujud apalagi kiblat kawan     o... duduk saja di sini diam bersamaku menikmati hujan menikmati hembus angin biar tenang biar hening lalu ku catat engkau dalam peta perjalanan dan, selamat jalan di ujung persimpangan kawan       kr, 30 maret 2006  

Medy Loekito

"Inspirasi terutama dari alam. Bagi saya alam adalah elemen dominan kehidupan, ia begitu luas dan misterius. Kadang menyakiti, seringkali pula menyediakan bahagia. Sifatnya yang tidak terduga membuat kita menjadi kreatif dan merenung lebih dalam dan lebih dalam lagi, tidak ada habisnya. Seperti di salah satu puisi, saya menulis “pokok flamboyan melontar angin ke sudut langit”, padahal mungkin dan biasanya anginlah yang melontarkan dahan-dahan flamboyan. Menarik bukan sang Alam itu?" Ini adalah jawaban dari sang penyair mengenai sumber inspirasi untuk menulis. Dan dalam satu paragraf jawaban, kemampuan alami Medy Loekito untuk meng-capture dan menghidupkannya kembali menjadi terlihat .. meskipun dalam barisan kata-kata pendek yang ia tuliskan. Diluar dari prestasi-prestasinya, perempuan dengan nama Medijanti Loekito (Medy Loekito) lahir di Surabaya, Jawa Timur, 21 Juli 1962 ini sepertinya tidak terlihat berhenti untuk menulis. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai sejak 1978, di...

Infeksi

pada tanah kering jiwa jiwa terbakar kemarin, lusuh kain benderaku robek pahit cinta berkali harus kusemai pada nisan yang menebar bau anyir darah kemarin, mesiu telah mengirim kabar bahwa pagi ini kerja belum lagi selesai dan akutemui darah ini mendidih menamparku `tuk segera memburu bergegas ku berlari mewadahi desing peluru hingga pada luka yang memar membekas popor senapan hadirku untuk bersaksi telah membuat luka luka infeksi

Pemimpi

lahirlah engkau para pemimpi dengan sorot mata merah dan dada terbuka! bumi yang pengap ini dipenuhi tanya: ditanda makna langit masih juga biru warnanya dan laut airnya jadikanlah tinta petik setiap tanya serbukkan menjadi makna tumbuhlah engkau para pemimpi meletas dari gendongan ibumu melecut langkah sendiri menderak rimba hari: `tuk menakar seberapa bermakna hari ini jika sepi mengguncangmu,     tangkap lehernya dan persaksikan: adakah makna pula tandang menyertai dewasalah engkau para pemimpi dengan sorot mata bersahaja mentanahairkan cinta     namun tetap dengan dada terbuka karena engkau para pemimpi pacar setiap kebodohan dan kecongkakan kami

Pagi Ini Milik Siapa

merdeka, Bung! pagi ini milik siapa? matahari menatap tajam jalan jalan aspal berkilapan dengan pantulan debu diantara mesin mesin kota yang beringas ada kerling kejenuhan menyeruak lihat betapa beci rindu ia jalan jalan ini, ia mengasuhnya di pelukan waktu ditaburinya daun daun kering dan bebunga warna belia saat musim demi musi_m tiba dan angin sedemikian sabar menghitung terik berlaksa laksa merdeka, Bung! pagi ini milik siapa? kemarin seorang renta pedagang kaki lima mati nestapa tubuhnya redam dihantam truk, saat dengan cemas dan ketakutan berlari dikejar sekawanan kamtib kota remuk jiwanya di aspal ini pula matahari menyaksikannya dan angin dengan hiba segan mempercepat kematiannya merdeka, Bung! pagi ini siapa punya?

Sajak Cinta Seorang Demonstran

aku bikin selebaran ini, kekasih seperti ketika seorang demonstran tertembak mati aku kirim selebaran ini, kekasih segenting amuk massa di tengah kobaran api orang orang ini bangkit dari gorong gorong kota mengalir dari ladang ladang yang nestapa seperti juga aku yang dihasut salakan jiwa dibakar amuk rasa aku berikan selebaran ini, kekasih demi harapan agar kamu percaya bahwa sengit surya pada aspal jalan jalan kota tak pernah redamkan asa betapa insektisida makin melangit harganya sedang kelaliman pasar sudah lama jadikan saat panen tak pesta itulah alasan kenapa aku harus tumpah di sini meneriakkan yel yel dan mengibarkan panji panji cinta di depanmu. Kepadamu sebab seperti juga mereka aku selipkan selebaran ini, kekasih karena aku begitu mencintai hidup lantaran harapanku padamu adalah suburnya padi yang tumbuh di ladang hati yang bersih bukan dedar benih obsesi lantas mati bukan candu obat obatan non organik yang blai seperti mimpi petani yang merdeka menjual hasil kerja tanpa gem...

Mengunjungi Ibu

Pada pertengahan hari yang kubanjiri dengan kebencian, air susu ibu yang kujadikan tombak dan parang seketika menolak untuk kupakai menyerang. Padahal tubuhku sendiri sudah basah kuyup oleh darah segar, dan keringatku memancar layaknya mata air yang tak beranjak kering. Lalu aku berangkat menemuimu untuk bertanya tentang semua kemelut ini, semua kepahitan yang tak kumengerti: Kenapa justru aku yang menjadi tawanan dalam peperangan ini? Bukankah setiap gerakku adalah pantulan dari setiap peristiwa masa lalu. Yang pernah kupetik di ladang ladang buku dan museum museum? Apa hanya sekedar karena aku terlahir di musim ini, sehingga pun engkau kurasa begitu jauh dan tampak sedemikian dekat dengan mereka? Ibu, tolonglah aku yang mestinya tak mengeluhkan hal ini kepadamu, sebab setiap pertanyaan itu sebenarnya sudah lama telah kujawab sendiri, yang kemudian justru membuatku terpelanting, dalam kekosongan ini. Dan apalagi aku pun sudah pasti tahu bahwa engkau tak 'kan pernah menjawabnya, ti...

Damai Agung Nusantara

Raharjaning nuswantara Langit kedap biru Cumlorot cahyaning srengenge Linandep ing antaraning mega-mega damai agungmu nusantara dalam pernik pemik yang ditumbuhi pepohonan yang cabang dan rantingnya menjalari cakrawala maka bila temu kau patahan dahan atau bebijian yang sintuh di wangi bumimu lekas serabut kecil itu pula menyeruak dan segera membelukar dalam subur perutmu damai agungmu nusantara yang mematut khatulistiwa dengan kapas mendung pada pagi cerah serta mega warna kuning keemasan saat matahari tenggelam ke dasar lautan indahmu samudra... yang menyimpan pantai dengan pasir warna warni hingga buih dan sauh pun akan menjadi teramat betah berlama lama di sana hingga para nelayanmu adalah prajurit gagah perkasa yang enggan menyerah Raharjaning nuswantara Langit kedap biru Cumlorot cahyaning srengenge Linandep ing antaraning mega-mega gemulai pertiwi mengibas lengan dengan lentik jemari menebar bunga pada landai angin laut pantai serta sejuk pada rindang teguh gunung gunungmu yang ...

Dirimu ada di hati ini

  Bila jalan ini yang tlah kau beri hamba mu ini dengan gigih kan telusuri meski harus sulit nya menghadang smuanya itu kan ku terjang bayang mu hadir menjelma dikala aku terjaga yang menaungi perasaan jiwa kau bawakan segudang keindahan seberkas putih menyelimuti kemurnian perasaan hati merantai seakan turun.... ungkapkan sgala makna bayang mu tak pernah pudar... berikan kedamaian hati percikan sinar abadi yang menyentuh skujur tubuh dirimu tlah ada mengendap dalam hati ini seiring laju darah yang menggolak di tubuh.... takkan luluhkan semangat tuk gapai asaku terjang sgala rintang tuk ketuk pintu hati mu percayalah..... percayalah duhai dambaan ku...... hadirmu takkan pernah terganti karena dirimu ada di hati ku......

Sublimasi

Tangkaimu yang ramping dalam pesona kelopak merekah Aroma yang membuat indra ini menjadi berarti Aku bersyukur bisa menatap Dan menghirup sarimu   Meskipun kau penuh duri Aku rela tertusuk Dan tenggelam dalam genggamanmu   Dikebun ini kau telah tumbuh Dipenjara dalam istana kaca Dunia luar tak bisa merengkuh Karena egoku ingin kau hanya untukku   Mungkin seribu tahun lagi kau tak terdapat disetiap sudut kota Karena orang orang sepertiku memenjara dalam istana Dan seorang yang tak memiliki apapun, tak bisa menikmatimu lagi   Mungkin kau akan menjadi langka Ketika mereka tak lagi menjadikanmu bebas nilai Karena dimiliki segelintir yang tak ingin orang lain menikmatimu   Aku tak dapat membayangkan ketika kau dipaksa untuk direkayasa Kau tidak menjadi dirimu Orang orang pintar itu telah mengubahmu Menjadi menakutkan dan tidak bersahabat Mungkin kau akan lebih cantik Tapi tidak seperti dulu Bandar lampung 2004-2005

Kembang

Sejumput kembang layu yang kau petik dari taman kusam ini, diharumi dengan sejumlah kenangan. ketika datangya seseorang,      yang tak diharapkan tapi menjadi harap cemas dan sejumput kembang layu untuk disematkan.   Tapi kau tidak peduli pada sejumput kembang layu   ini perasaan yang tidak kau rasakan,   dan kau memang tidak berperasaan                dengan rasa yang ada di sekitarmu.   Bandar Lampung 2004

Serigala, Tubuh, dan Kesepian

  1 Sayang, serigala itu telah menjilati satu persatu mahkotamu Kau tersenyum kecut mendengarnya Menawariku coklat batangan yang kau lesakkan dari dalam kutang Sayang, serigala itu mengusap bagian demi bagian tubuhmu Kau malah menari dan goyang semalaman Alunan dangdut telah merasuki Kau menarikku menari dan goyang bersama Sayang, aku serigala   2 Tubuhmu liar menghempas di jalanan Kabut mengusap gelap Matamu tertahan Rambu rambu mengarahkan Pada geliat tubuhmu   3 Semakin resah dalam tengadah Kucari bagian diriku Lembar demi demi lembar Kususuri setiap jalan Mungkin tengah duduk menatap gerimis Menyibakkan rambut helai demi helai Mengharap itu kau Mungkin sedang menghirup kopi Membuka buku halaman demi halaman Lalu tersenyum Pertanda buku itu telah kau kuasai Kaukah itu? Tak kunjung mempertemukan Sebelah rusuk yang menghilang Dalam suatu muara     Bandar Lampung 2006

Tiga Sajak Menjelang Subuh

a) Menjelang subuh, ribuan batu menghantam gubuk di sungai yang jauh batu batu dibawa dari perkampungan ditempuh perjalanan dua hisapan batang rokok dipadati orang orang yang datang ke arah gubuk di pinggiran perkampungan.   Gubuk di depannya kolam dibuat oleh bapak perempuan itu semenjak masih belum bisa jalan   Saat menjelang subuh gubuk itu hancur     b) Menjelang subuh aku meraup muka dengan do’a do’a Menyapu setiap tubuh setahap demi setahap Dalam tiga kali bilasan Menjelang subuh aku sudah bersujud menyebut nama mu     c) Menjelang subuh aku keletihan Berbagai lelaki telah habis melahapku Bandar Lampung 2004-2006

Perdebatan tentang hidup

Kau menari diatas bongkahan genting rembulan, menggenangi keniscayaan mengerangi kebutaan Serpihan memercik deru semboja, tadinya kukira hujan itu tangismu yang tanpa henti menyusup ke muara Rambutmu menjadi sehelai cahaya yang memintal terpilin rapi dalam gulungan semesta merengkuh Ciuman yang terpagut dalam angin yang berhembus menyatukan kita dalam setiap hirup nafas Bingkai yang menatap kita adalah sekotak cumbuan terderap menjejak keheningan kelabu Resahmu terbangun dari kelunya jujur ucap beribu kata kata terbata dalam lantunan yang menggelegak Wajahmu sendu terengkuh dari dalamnya samudra yang menjuntai dan ingin menyeruak ke permukaan Dalam lenggang jalanmu tak hendak menunjuk arah tempuh namun persimpangan menghentikan dera langkah Sebentuk gelora menyembulkan taringnya yang tumpul mengerat seperti ingin menyudahi kelam di batinmu Tubuhmu berkeping keping menjelma dalam keabadian menerawangi berbagi saling mengisi dalam lembar ingatan Kekasih, hidup ini diselimuti pemberontaka...

Merindukan Badai

setiap malam duduk -takluk menyerah kalah aku diam aku diam aku diam Tuan namaMu : Rahman RahmanMu Rahman Jalla jalaaluh angin Kau beri hembus burung Kau beri sayap namaMu : Rahman RahmanMu Rahman Jalla jalaaluh Manusia : menatapkau langit poros bintang statis gravitasi statis tertata tata apa ada yang luka namaMu :Akbar AkbarMu Akbar Jalla Jalaaluh Manusia : yang luka cuma hatimu kuatmu akalmu pijakmu apalagi jika kau tak mengaku 'namaMu : RahimMu RahimMu Rahim Jalla jalaaluh' biru itu tak bisa kau buat linang laut tak bisa kau dapat dan- apalagi manusia : badai desir menyiap langkah tubuh tubuh merindu badai : tentang kesadaran amukan kesetiaan mendengar apa kata Tuhan -tentang manusia Malang, Tue Apr 26, 2005  3:08 pm

Extrusi dan Revolusi

manusia ; setipis apapun hatinya jiwanya nuraninya maka katanya: ingat lah ! axis -mu porosmu sumbu putarmu peganganmu jangan terombang ambing dari orbitmu. manusia : seperti apapun walaunya jikanya namunnya tapinya maka katanya : ingat lah ! kitab-mu ideologi fitrahmu pusat resak mu urwah-mu mengangkatlah jiwamu menembus langit menghadap extrusi bukan cuma diam knapa ? elektron bulan bumi matahari bima sakti berrevolusi. terhadap apa ? mungkin saja terhadap kata Tuannya . Malang, Apr 21, 2005  3:44 pm

getaran sebuah membran

  kau kemanakan akar : dahan : ranting :   kau kemanakan detak : hembus : tarikan nafas :   kau kemanakan impuls : membran : resonansi :   yang awanpun berjalan melincah tatih gunung menghujam mendalam takbir   mengerucut : menunjuk kuasa Tuhan diatas sana   dan : akankah jatuhkan semua kedasar tanya   'nikmat Tuhan manakah yang akan kau dusta ' : manusia kataNya.

Aku

  Aku.... berjalan menjadi diriku sendiri tanpa bayang bayang dirimu walau riuh nya trus mengganggu   Aku terjaga dalam sadar tujukan alur jalan ku meski godaan datang tertuju aku kan tetap menjadi aku   Aku... ingin telusuri jalan ku sendiri....  

Air Mata

    dalam hati tlah tercurah dalam kalbu tlah tertumpah sgala duka yang ada jadikan satu cerita   kesedihan ku datang melanda seakan lumpuhkan perasaan jiwa kelamkan sgala imaji segala luka yang ku kaji   dunia seakan mencekeram hentikan denyut nadi ku air mata yang menetes membasah  deretkan sgala kesedihan   rasa ku merenyut awan ku kelabu hadirkan percikan gerimis bersama linangan derai air mata   sadar sekujur tubuh penuh dosa merintih mengerang mengadu sapa pada nya ku panjatkan Doa mohon ampunan dari sgala dosa    

Menanti Mu

  hari yang berlalu..... jadi saksi bisu tentang smua rasaku bersama langkah kaki yg ku kayuh... terombang ambing tiada jawaban   istana mu tinggi membentang bersama aral aral yang siap menghadang namun smua itu takkan surutkan langkah ku karena smua rasa cintaku tertuju padamu   ku coba runtuh kan karang yg menghadang walau perih nya kan salalu menanti sekujur tubuh lemah terpaku dengan gontai nya langkah yang ku tuju   walau kata perih yg tercipta.... yang ada di stiap tanya namun hati ku tak pernah jera untuk harapkan seutas kata cinta    

Kau Milikku

  kala malam membentangkan sayapnya dia terbang melaju tak terkendali dengan gelap nya ia terlihat gagah seakan mengubur hati ku yang gundah hembusan angin yang menerpa melayangkan suatu kata berderet berantai mengikat perasaan hati ini yg semakin pekat jubah nya melekat di pundak tebarkan sunyi di stiap sisi hadir dengan tangan terbuka cengkram diriku yg bergelimang rasa dingin nya menembus kalbu kakukan sekujur tubuh sembari rebah terengah tarik nafasku yang seakan setengah hadir mu dingin.... mengoyak darahku kau yg terus berlalu menyayat hatiku yang kian termangu kemana bayangmu pergi raga ini tak kuasa berlari karena hatimu seakan miliku yang ku damba di stiap hari hari ku malam hadirkan berjuta bayang rebahkan ku dalam pembaringan namun wajah mu yang slalu terniang seakan nyata di depan mata.......... aku yang rebah dalam narang kerinduan....  

Suatu Hari di Bulan Maret

sekejab hanyut dalam pilu samudera biru nestapa di antara reruntuhan kota tua aku berlari, jauh dan semakin menjauh tapi, jarak kian mendekatkan kembali merengkuh dalam reruntuhan tiada apa pun gelap menggelayuti jiwa tak kudapati setetes air pun tuk melepas perih birunya samudera nestapa bulan Maret menyeretku jauh pada kebringasan kota tak ada akal sehat tak ada tawa penuh arti tak ada apa pun hanya gelap menyelimuti nyeri hari-hari tak pernah mati     Medan Merdeka Timur, 31 Mei 2005    

Rumah Seribu Tungku

                    asap mengepul dari tungku pertama,                     di susul tungku kedua hingga tungku keseribu hanya berselang dalam hitungan menit, setiap hari tubuh-tubuh lesu kian melemah dalam kepongahan si kecil dalam kepolosannya menerima hembusan asab seribu tungku nafasnya sesak dalam ke takberdayaan ia jadi pusat perhatian, sekaligus pusat kepongahan dari tubuh-tubuh tua yang pongah karena tak tau tuanya tanggung jawab dan komitmen hanya ada di ujung bibir terus mencericit bak curut dalam keriangan hampa lompat kesanakemari memantik bara tungku-tungku itu beremberember air menyiram, tungku-tungku itu tetap nyala secara bergantian mati tungku pertama hidup tungku kedua, disusul tungku tiga hingga tungku kesembilanratus sembilan puluh sembilan entah sampai kapan rumah seribu tungku terus menyala      ...

Tsunami

dari gubuk tua terpencil di belahan katulistiwa jiwajiwa tertegun diam dalam dekap desir dosa-dosa termangu, dalam jubah usang berlapis sembilu   guntur menggelegar tibatiba di sebuah pagi buta yang jelita mengguncang tawa berselimut gema peradilan buta bagi jiwajiwa yang berpaling meretas tarian air mata   di sudut altar penggembala Ayah meniup terompet sangkakala langit berhujan bumi berguncang laut membuncah mengukir bah menggulung tanda   Ayah berkata, bah itu, roh suci abadi yang menyapa     Medan Merdeka Timur, 10/06/2005            

di persimpangan

seperti tua renta dalam kegelapan tertatih antara dua cabang garis kelam jalanan kanan bebatuan curam lubang besar atau jurang terjal menanti kiri hutan berkabut menjerumuskan   ibarat dua sisi mata uang takan lepas satu sama lain juga dua persimpangan ini saling tertuju pada arah penuh ke takpastian     Bintaro, 10 Maret 2006

Kupu-Kupu Biru

masih saja kau terbang dari peluh keringat lelaki satu ke lelaki lain masih saja kau dekapkan sayap birumu tuk tuntaskan lenguh dahaga                                     angin begitu kencang bertiup                                         malam begitu angkuh                                            membekap kelam mengawal derasnya hujan tapi, masih saja kau paksakan terbang terjerembab dalam peluh lelaki satu ke lelaki lain membiru sudah wajahmu kau terbang kian meninggi dalam sayap-sayap biru memburu bius pelepas dahaga menukik tajam merengkuh pe...

Laban di ujung

Laban di ujung   Anjing melolong di parlemen Tikus bermain-main dalam freepot Jakun berteriak-triak fales di jalan Orang pojok, mlunta-lunta tak terbayang     Laban! penuhi perut     Puasi diri, rakusi diri     Bermulut banyak, bertangan satu     Berbadan besar Bajing-bajing mrangkak dalam negara Berkelana, mencari cacian Menjual muka pada kita Berjas, berdasi     Laban! Sombongkan diri!     Mencari hasrat     Kuasai Negara     Dengan rudalnya WRY(17/03/06)

Keliru Layang-layang

Dia bilang aku layang-layang lepas terbang bebas di awang-awang   Dia keliru   Kadang aku pohon rindang tegar menjadi naungan   Kadang aku mawar merah wangi menyimpan bahaya di balik duri   Kadang aku tembok putih tak bergeming kala dicoreti atau dikencingi   Dia keliru   Memang Kadang aku layang –layang   Tapi kubilang, "Aku bukan layang-layang lepas, sebab layang-layang tak selalu bebas"   Aku angin Kendaraan si layang-layang   bogor, september 2004

sentuhannya

  hari yang indah...... berikan kedamaian di hati hadir dengan berjuta emosi dia rebah di sisi hati sentuhan ..belaian hadir hiasi hari hadirmu begitu berarti kalah kan sunyinya hati hari itu kau seakan pekat dekat singgah di sampingku bawakan rona memerah ubah hati yang gundah rasa ini yang berselimutkan awan seakan tak kuat menahan senyumu,tawamu,candamu... kan terus melekat di hati kau hadir bawakan segudang cinta kau seakan tumpahkan kedalam hati ku nafas mu....menguapkan nada cinta yang tak bisa di ungkapkan dengan bahasa hadirlah hadir kau dambaan hati ku berikan warnanya di stiap hariku jadilah kau penerang di malam malam ku taburkan wangi nya di spanjang masa.. Tuhan ........... akankah smuanya itu abadi yang kan menuntun hari hari ku apakah ini kan jadi kebahagiaan sesaat sejak awal kita bertemu kau tlah membawa separuh hati ku sadar sadar lah kau disana...... di sini aku mengharapkan mu........... ku harap kau mengerti...pujaan hati...

Rasa Hati

  menggulung tali.... di selah jari jemari mengikat erat jerat tersangkut tali kusut di jiwa ini terikat di hati ini tlah melekat menyatu seiring laju darah meresap bersama hembusan nafas kau seakan menyingkirkan sgala luka dalam keras nya hari yang senja kau berikan kedamaian hati kala ku pandang rona wajah mu jujur kuakui..... hati ini tertarik padamu asmara yg singgah menyapa menyentuh kedalam lubuk sanubari kekosongan dan kesunyian di hati lekas nya terasa terobati dengan senyumu yang memberi arti bayang mu yang hadir dalam mimpi pujaan ku..... cobalah kau telaah jauh dalam hati ini menyimpan rasa tulus nya cinta untuk mu rasa hati ku.. ku ingin ada dalam hati mu mengertilah duhai kasih.... mengertilah....

Jalan yang kita tempuh

Sepertinya aku melihatmu kembali dari sudut bumi Membawa seutas pelangi untuk disemai Hujan menyertai dengan rintiknya membelah rambutmu Yang panjang terurai menyapu tanah Langkah mulai menjejak dan kau hanya berjalan di tempat yang sama Kita pun heran dalam kejauhan Sementara tak ada sesuatu pun yang membisiki Apakah kita berjalan di suatu tempat yang menanjak Hingga jalan itu terasa kian memanjang Kita pun merasa jauh Indraprasta, 2006

Rentangan jalang

        Rentangan jalang yang tak terbebaskan ini mengungkungku dalam kesunyian Haru biru menggoyahkan sisi nurani yang lapang     Menjadi ciut dan mengecil dalam nuraniku juga nuranimu Tapi apakah dengan kekuatan menindas lagi?  Tidak, bukan dan jangan itu Cinta …. , Mungkin?   Bukankah terlalu lembek dan cengeng Jadi seharusnya apa?       Membingungkan Tapi, tidak sebingung yang dianggap jalang oleh yang jalang lagi dan lebih jalang       Seharusnya aku menata kembali apa yang berserakan  di hamparan   Tapi hamparan ini memang tak menyisakan persahabatannya kembali untuk penataan Tak perlu lagi pengandaian dan pengharapan itu yang dengan wajah memelas kepada raut raut culas     Ah, seharusnya tak ada andai andai         Dan andai andai itu tak ada Dimana kebenaran yang sama terpatri di setiap jiwa. Bandar Lampung  2004

Keresahan

:2   Berseru dengan muka polos namun ditelanjangi dan dipermalukan dalam sebuah drama menawan. Drama kehidupan yang tidak dipentaskan dan hanya memandang sebagai penonton, menegadah ke langit dan memandang birunya pantulan cahaya, seperti dahulu ketika masih tinggal di lembah kerinduan. Namun di setiap sisi tak pernah dirindukan oleh beberapa kuntum bunga dan semua merasa tertarik dengan paksa, ya di sebuah lembah, lembah kenangan.   Pernah terjadi sebuah ingatan ketika merasa ingat, bukan diingatkan namun itu bukan perasaan sadar, sehingga kesadaran, kesadaran, apakah memang tersadar dari keadaan, dan keadaan sendiri di segenap lingkungan tak pernah mernyadarkan, selalu saja garis garis menginstal dan mengkopi paste setiap adanya ingatan, menjadi bawah sadar.   Dalam kerinduan akan lembah ingatan yang terasa jauh, dimana, apakah ingatan tidak pernah membawa ke ranah kesadaran, dengan murung aku menatap, menatap dan menatap.   ...

Gelora Penindasan

Telah terbuncah dari segenap bungkusan yang tertancap dalam kening merajut memelorotkan pangan hingga tak terjangkau Lomba lomba yang dipentaskan culas dagelan semu menghadang mendongkrak kemajuan segelintir si hebat hebat Makan apa makan apa dalam kebingungan senyum simpul yang menyatakan gemuk adalah busung lapar Arah gerak menghentak hentak coba menggedor lapisan jeruji yang tak terjamah memamah biak lambang dewi keadilan buta Resapan masa lalu kelam berlabuh merapat mengalir dalam ingatan yang terlupakan kemudian disusun kembali sesuai selera yang dipertuan   Dalam selokan beraroma comberan, aroma pemberontakan merangsek ke dalam dan dimulai dari ranjang  Bandar Lampung 2006

Penutupan Tanggal 05 April 2006

Panitia masih menerima puisi yang akan diikutkan sayembara puisi puitika sampai dengan tanggal 05 April 2006. Bagi yang berkeinginan untuk ikut serta dapat mengirimkan puisinya ke alamat email : sayembarapuisi@puitika.net Pengumuman nominasi puisi yang akan diikutkan lomba diumumkan secara resmi melalui situs www.puitika.net pada tanggal 07 April 2006. ----- Sayembara ini diharapkan dapat memunculkan berbagai bentuk eksplorasi dan gagasan baru pada penulisan puisi. Panitia mengambil tema : REFLEKSI REFORMASI. Panjang naskah maksimal 500 kata. Naskah dikirim ke panitia lewat email. Pengiriman naskah paling lambat tanggal 30 Maret 2006, disertai tulisan Sayembara Penulisan Puisi di headline e-mail. Puisi yang dikirim harus disertai biodata lengkap. Editor akan memilih 10 puisi untuk di votingkan secara langsung untuk pembaca puitika.net.Puisi dengan suara terbanyak secara aklamasi akan menjadi Puisi Bulan Ini Puitika.net menyediakan hadiah menarik bagi pemenang pertama puisi berupa buku ...

puisis

Bismillah alhamdulillah,   berkata bukan bernyanyi   aku hanya merangkai kata,   bukan untaian puisi   bukan sebuah prosa sastra   tapi adalah sumpah serapah,   bersumpah kepadamu serapah,   Bukan untukmu   Karena sumpahku tak membuat mu jemu   aku hanya ingin menyumpahi kebencian,   tapi aku tak sedikitpun benci   karena aku begitu merindu.  

Jawab sapaku dalam malam

Sukmaku melayang melintasi rona – rona senja   Di soreku yang untukmu   Ingin persembahkan   Sesuatu yang bukanlah sesuatu untukmu   Mungkin…       3 lembayung kusibak   tuk merengkuh melatiku   disenja sana       penghujung malamku   kutambatkan seluruh jiwa   kupersembahkan   sayup rinduku   moga sua merindu

kesan tanpa pesan

apakah aku adalah pengecut   bukan…   aku adalah pejuang   pejuang tanpa perjuangan   karena aku tak suka berjuang   aku hanya ingin jadi pejuang   pejuang tanpa pengorbanan   karena aku tak suka berkorban   aku hanya ingin kesan   tanpa pesan

Wanita dengan sebuah nama

:teruntuk matahari…     Kaum pemuja begitu dekat   begitu peduli   begitu akrab   karena dia adalah wanita       wanita kenapa gerangan   cinta   rasa   keindahan   hasrat   nafsu   syahwat   wanita       sebuah nama   singgah sebagai wanita   wanita dengan sebuah nama       bumiku dijunjung   langitku tak terpijak   hingga tersesat di 27 april 2004 ku tanpa audisi

Akulah sang pemimpi

(aksi adalah reaksi ketika kau tikam aku dengan kata)     Aku marah dan muak   Ketika kau tikam dengan kata – kata   Aku bukanlah kehinaan   Aku hanya keinginan       Ketika kau tikam aku   Aku begitu meradang   Nyaris urat syarafku putus   Tapi ruh ku takkan hangus kau bakar   Tak takut dengan sumpah serapahmu       Aku adalah pemimpi   Kan ku lukis semua dengan cita   Kan ku arungi samudera mimpi dan kuselami hingga batas – batas dusta       Semua adalah dusta   Yang seakan – akan   Dan selalu berpura – pura   Dengan realita       Terserah kau dengan segala sedu sedan mu   Terserah kau dengan semua cacian mu       Aku hanya ingin menyemai benih – benih  asa dan rasa di taman mimpi ku   Diujung senja, menjelang 1 Ramadhan ...

Epigon Chairil

Kita adalah segala dari segala jalang Kumpulan dari binatang – binatang jalang     Kita bukan kumpulan yang terbuang Karena kita kumpulan dari segala jalang     Kumpulan – kumpulan jalang Adalah Kumpulan – kumpulan yang tak terbuang     Tiada kumpulan yang mampu membuang Binatang – binatang jalang     Kami adalah binatang yang telah lama jalang dari kumpulan kumpulan binatang terbuang yang jalang

Dirimu

  sribu bayang terlintas mengukir imaji di hati cerah kan di stiap hari bawakan hasrat penuh cinta begitu riang hati menyapa dirimu di singgasana membentangkan tangan penuh dengan kasih sayang siapakah nona gerangan..... di ujung mata seakan menyapa tebarkan warnanya dunia hadirkan sesuatu keindahan mungkinkah aku bisa menyapamu tuk sekedar entas kan perasaan hati yang slama ini terhimpit sepi ingin memeluk mu dengan sepenuh hati

Jawa Barat : Katresna di teuteup salira

Neangan bulan nu ngagantung katebak angin leuweung tutupan dimana saenyana saha wae surti Andika mapag mapag leuweung nu taya tungtung neangan hiji hanjakal dimana welas kaheman jadi pati geni Gending kintunan ti halimun jading galisut kana jero manah ngumbara ka sela sela seja napak ti paninggaran   Pamayang anu jadi palika matak reueus kana saderet kalimanan dina tungtung jalan sawelas kereles Dina sampaieun raraga nu kenging nuncleb duriat pageto Pohara ngancik reretan salira di papag ku pamijahan katresna nu ngumbar hawar hawar Imut tur someah nu disuguhkeun ka balebat wetan kulon srangengena lekasan dina kajembaran nu mintonkeun   Salira nu uget ugetan dina wanci kiwari nepangkeun bujal ka unggal teuteup nu peutingna ngadalingding   Bandar Lampung, 2004 

Persetubuhan Ranjang

Aku menindih dengan beban berat di dada Aku bersenggama dengan pikiran kacau di benak Dan mereka beronani dengan riang   Dia bercinta dengan hasrat Dan nafsu yang melumat gelap matanya Desah dan resah berbarengan menjadi satu kesatuan dan tak terkendali Menjejali setiap kesatuan gerak    Bandar Lampung, 2005 

gadis belia

Gadis Belia     Gadis belia menghentakkan kakinya ketanah dan bersungut-sungut kelelahan karena berjalan dari sekolah kerumahnya yang jauh. Ditambah lagi dengan terik mentari yang selalu membayangi dan menyengat, setelah revolusi industri dan muncul banyak pabrik-pabrik, cuaca memang terus menerus semakin panas, setidaknya begitulah yang terjadi yang tertera di jurnal-jurnal ilmiah yang sering di bacanya di sela-sela perpustakaan ketika jam istirahat, dimana teman-teman sebaya lebih sering menikmati jajan di kantin atau berpacaran di bawah pohon besar yang tumbuh di tengah pekarangan sekolah.   Angkot-angkot yang berseliweran di sisi kiri dan sisi kanan yang biasa di naiki anak anak sekolah. Tapi gadis itu melangkahkan kakinya untuk pergi ke sekolah. Kadang teman-teman mengajaknya menaiki kendaraan yang berdengus menggantikan kuda-kuda, dia lebih setuju bila mobil digantikan dengan kuda-kuda saja, atau onta mungkin daripada setiap hari berdesakan, menghisap knalpot dari...

Kalimantan Tengah: Sansana* Desember[2]

[Kepada  MG Romli, anak lanangku] apak di mana-mana ditabur angin menyusup rabu setiap ruang seperti pulau-pulau membusuk jiwa-jiwa mati menggentayangi penjuru memanjat doa yang juga apak apak di sungai apak di hutan apak desa dan kota apak boyolali dan kaki merapi apak menyusup pesantrenmu jendela tertutup disusupnya romli harapan hari ini benang kusut dan basah memang tapi mengapa merunduk dan diam sedangkan aku si jompo ompong melompati punggung kuda jalang jantan memacu punggungnya mengejar cahaya negeri ini padang di mana kita memacu apakah apak juga hari esok terus diburu? duka helai lusuh kubuang di lembah di sejak derap pertama kuda kupacu ayo, nak, ayo buru ayahmu! Paris, Desember 2004. Catatan: *Sansana: bentuk puisi lisan paling populer sampai sekarang di suku Dayak Katingan, Kalimantan Tengah.  

Asmarandana

Gegaraning wong akrami dudu bandha dudu rupa amung ati pawitane luput pisan kena pisan lamun gampang luwih gampang lamun angel, angel kalangkung tan kena tinumbas arta Aja turu sore kaki ana dewa nganglang jagad nyangking bokor kencanane isine donga tetulak sandang kelawan pangan yaiku bageyanipun wong welek sabar narima

Diskusi dan Pembacaan Puisi Lintang Sugianto

Tridi Communication, Balai Pustaka dan SelasarOmah mengundang Anda untuk menghadiri diskusi dan pembacaan antologi puisi Kusampaikan karya Lintang Sugianto (Balai Pustaka, 2006), pada: - Hari/Tanggal : Selasa, 28 Maret 2006 - Tempat : Cafe Omah Sendok, Jl. Taman Empu Sendok 45, Blok S Jakarta Selatan. - Acara : 18.00 - 18.50 : Registrasi peserta 19.00 - 20.25 : Diskusi dan bedah antologi Kusampaikan. Pembahas: WS Rendra - Kedalaman estetika sajak-sajak Lintang Sugianto Eep S. Fatah - Analisis kontekstual Kusampaikan Moderator: Akmal Nasery Basral, wartawan Tempo 20.30 - 20.40 : Musikalisasi puisi oleh Hasan Elmor 20.45 - 21.45 : Pembacaan puisi-puisi dari antologi Kusampaikan oleh: ...

Di Sepanjang Jalanku

aku cari kembali pecahan wajahmu yang tercecer di sepanjang jalanku   kemudian ragu yang mengapit arah pandangku ke belakang menutup hitungan satu... dua... tiga... setengah   hanya ada ragu untuk mencari kembali pecahan wajahmu yang tercecer di sepanjang jalanku     korea, agustus 2005

Doa untuk Kekasih

  /1/ Tuhan, berikan anggur terbaik dari taman firdaus pada perempuan yang telah meletakkan setengah kakinya antara neraka dan tanah pembebasan. Berikan pada dia Tuhan!   /2/ Tuhan, aku tahu hemoglobin pada jaringan tanah liat ini tidak bisa memberikan hawa panasnya sekarang,  maka sekali lagi padaMu kumohon berikan dia tuak yang pernah memabukkn kakek Adam dan nenek Hawa - agar dia kenal cara mabuk di nirwana   /3/ Oh ya Tuhan,...pagi ini aku melihat setan membaca AlifMu dan memakunya pada menara istana, barangkali subuh nanti ia sudah berjalan dengan peci di kepala ataupun kain panjang penutup tubuh - lalu hadir diantara perjamuan telapak tak berbekas    /4/ Tuhan,aku ditelenjangi para malaikatmu lalu mereka membaca berlembar catatan penuntasan, tapi itu bukan punya ku. karena ku telah lama membakarnya di neraka jahanam bersama setan-setan berparas menawan ketika setiap kali kumencium lehernya Lema...

Pembacaan Puisi di Wappres Bulungan

Pada Senin/ 27 Maret 2006, pukul 19.00-selesai bertempat di Wappres (Warung Apresiasi) Bulungan diadakan Pesta Baca Puisi dan Cerpen Rahmat Ali, oleh: Rahmat Ali, A Badri AQT (lafalisasi), Anas , Dino F Umahuk, Donny Anggoro, Henny Purnamasari, Imam Maarif, Irmansyah, Miranda Putri (dramatisasi), Rara Gendis, Retno Budiningsih, Sihar Ramses Simatupang serta Yonathan Rahardjo (Sambil Melukis, Syairupa). Acara ini berlangsung atas Kerjasama Penerbit Majas dan Wapress Bulungan didukung aktivis mejabudaya.

Monolog Tepi Laut

menggelinjanglah bersama ombak lautan lepaskan biarkan pecah di tepian     mendesirlah bersama angin lautan terbangkan biarkan jatuh di tepian     mengalunlah bersama arus lautan alirkan biarkan hanyut ke tepian     menangislah bersama duka lautan larungkan biarkan lepas ke tepian     yang seperti apa yang seharusnya aku simpan sedang tanyaku hanya menumbuk karang Korea, agustus 2005

Bola Mata

Akankah kautunjukkan pedih jika kucongkel bola matamu?   Akankah kutemukan isak hati jika kucongkel bola matamu?   Berikan padaku bola matamu yang tak pernah tertutup janji   Berikan padaku bola matamu yang bersimbah kehormatan harga diri harga diri dan harga diri Tunjukkan gerangan apa di balik hitam Niscaya aku segera menghilang Bogor, 17 Desember 2004

Tentang Cinta

Kutanya gelap tentang cinta di malam-malam yang sepi. "Cinta adalah terang yang selalu datang menyambutku kala fajar merekah. Memberikan kehangatan pada diriku dari dinginnya angin yang bertiup dari puncak puncak gunung. Dekatilah dirinya dan kau akan mengerti tentang cinta" Tak lama kemudian pagi datang membawa terang ke permukaan. Kusapa dirinya dengan takzim bersama geliat terang yang menembus pepohonan dan membentuk bayangan. "Gelap memberitakan akan hadirnya dirimu kepadaku. Pertanyaanmu adalah kehormatan bagiku. Maka dengarlah diriku. Cinta adalah nyanyian bunga bunga yang bermekaran. Warna warna mereka menyejukkan pandanganku. Memberikan asa pada hari hariku . Maka tanyakanlah pada mereka prihal cinta". Berlarilah diriku ke padang padang rumput yang darinya tercium wangi bunga beraneka warna. Mereka menyambutku dengan gembira di antara kupu kupu yang berterbangan di antara. Salah satu dari mereka berkata; "Terang telah menceritakan pada kami ...

Senandung

Senandung Cintaku terpahat pada ujung dedaunan cemara di pantai pasir putih, karang karang  kukuh, bunga bunga pasir yang menggelinding menyusuri bibir ombak tanpa henti, menara menara berkilau dan jalan setapak menuju perkampungan nelayan. Akan mereka ceritakan padamu tentang syair syair cinta yang kuteriakkan pada khusuk dedaunan Langkah langkah kerinduanku di pasirnya  pada halus kasihmu Kenangan demi kenangan kasih putih  dari jejak perjalanan bunga pasir asamu Keinginan keinginan atas kebahagiaan di puncak menara dan nyanyian kegembiraan atas rasa yang tak terperi di jalan jalan itu. Begitulah aku mencintaimu Bersama tasbih mahluk yang memilih untuk diam Meredam semua  keraguan Atas benar atau salah untuk memilihmu Malang July 2003

Plain

look at me looking at you tiptoeing your sign I follow tried to start the world anew deep down it's me in a hollow breaking a chain tearing a pain but look at me looking at you the same me in a game, plain caught while running this old flame fading yet lingering whispering fire desire   for PW : thanks for those lovely 3 months ;) august 20, 2005 

Lirih nya padamu

  andai..... kuraba hari...gerayangi malam melayang di atas awan angin yang menuntun langkanku mewarnai kisah hidupku walau gontai adanya walau rapuh mengayuh namun raga ini tetap teguh sepi dan sunyi... terhidang ku nikmati sendiri jauh dari hari hari mu suaramu...tawamu...candamu.. seakan menjadi momok dalam benak ku namun kini seakan pergi tak kunikmati tak kumiliki aku yg tak bisa menyentuh mu aku yg tak pernah bisa runtuh kan hati mu dan aku hanya bisa memandang mu dan rasakan getaran yg sayu dalam hati menyimpan rasa tulus padamu akan kah perasaan itu tumbuh.... akan kah perasaan cinta itu bersemi.... di dua sisi yg tergontai oleh jarak..???

Meludah Bersama

Kami meludah bersama sama, dan meneriakkan neraka untukmu. Kami berjalan melintasi setiap genangan air liur yang telah berubah menjadi sumber penghidupan, karena tak ada lagi air bersih. Mereka telah melabeli dan membuat serasa air itu miliknya, sementrara kami, hanya menelan air liur lagi, atau meludah bersama sama. Semoga tak akan pernah berlanjut, semoga.   Kita lihat di sebelah sana, sumber sumber air telah dipagari, dengan tidak bersahabat. Kami hanya menonton di kejauhan.  

Orasi

Kerja kita adalah pembebasan Jangan sampai terjebak oleh imeperialis kapitalis sementara bayi-bayi lapar dan menangis Mereka adalah laten dan menyengsarakan,   Kita adalah pejuang-pejuang tanpa senjata meneriakkan keresahan yang tak pernah didengar Keluh kesah tak pernah sampai di meja kursi mahal itu Kita sampaikan dengan arak-arakan   segelintir orang yang merasa peduli Teruskan, teruskan ! Lawan, lawan, lawan !     13 juni 2004

TrUe LoVe

true love would never exist if we hurt the one we miss the best way is to look inside you shall find a love so might   to love is not to take and to give it’s about to give and to receive true love won’t make you sacrifice while blindness will dehumanize   be careful of what you wish for and learn all your lessons before for true love's made only by God by human it’s certainly not july 4, 2005

Tak Henti

tak henti sungai karena hujan tak henti hujan karena langit tak henti  langit  karena laut tak henti laut karena karang tak henti pikir karena risau tak henti tuju karena buntu tak henti cari karena gawal tak henti coba karena bosan tak henti renung karena bebal tak henti - henti kucari Engkau tak   temu   hujan  kucari  awan tak  temu  awan  kuarung sungai tak temu sungai  kuterabas  rimba tak temu  rimba  kujelajah gunung tak temu  gunung  kuselidiki jurang tak  temu  jurang  kupergi  ke  pantai tak   temu   pantai   kuseberangi   laut tak temu laut kugali benar kedasar batu terus   kuselam   hingga  lubuk  terdalam hingga akhir kutemu batas batas segala duri batas segala cari batas segala tuju batas segala pinta batas segala harap batas segala batas tak lain batas batas diriku h e n t i se ba gai seorang ma...

Masih

adakah Engkau masih milikku? adakah Engkau masih kasihku? mengapa masih perih berdenyut? mengapa masih duka bertaut? mengapa nyeri cucuki hati? diri  hampar  sejuta  duri dada  lesak sejuta tanya Kau  beri subuh untuk pagiku  Kau beri  pagi untuk siangku Kau beri siang untuk soreku Kau beri sore untuk petangku Kau beri petang untuk malamku Kau beri malam untuk tidurku dalam tidur Kau beri mimpi dalam mimpi Kau beri senyum dalam senyum aku terbangun saat bangun kuingat kerja menuju kerja aku berjalan saat jalan aku berpikir dalam pikir aku merenung dalam renung kuingat Engkau dalam ingat aku tertawa dalam tawa Kau sapa sedih dalam sedih aku bernafas dalam nafas Kau eja perih dalam perih kusebut nama dalam nama  Kau  panggil  aku  selewat  panggil aku bersujud dalam sujud aku menangis dalam tangis aku meraba gemuruh debu di dalam diri kuulang debu di dalam ngilu kuulang ngilu di dalam bisu kuulang bisu serupa ritual kukaji diri t...

Tragedi Cendrawasih

  Kami hanya menyuarakan rakyat Karena kami bisa merakyat Tak seperti wakil rakyat yang bejat Ungkap kubu mahasiswa dalam orasi yang tersekat   Kami hanya melaksanakan perintah Dalam komando yang mewajibkan kami melangkah Meski kita satu hati namun kami tak boleh kalah Ungkap aparat keamanan yang mulai gerah    Kami hanya perantara pesan Mengungkap fakta di balik tuntutan Kami tak boleh berpihak meski pula ingin melawan Ungkap wartawan kala berjuang melakukan peliputan   Di satu titik dimana emosi mengalahkan logika Kami semua tak pernah tahu mengapa diserang dan saling serang Pucuk pimpinan negara ini pun lantas beretorika Namun jauh dari harapan dan tuntutan : sayang!   (Paris Van Djava, 18 Maret 2006, di depan layar kaca)      

Andai Kau Mengerti

  kau bawa keindahan dalam pandangan mata ku seiring bergantinya hari kau smakin menghuni hati sorotan cinta tlah ada di dalam jiwa yang slalu mengiringi stiap laju langkah ku ku coba tembus sgala beda yang ada ku lakukan sgala apa kata hati kau sambut hadir ku dengan senyumu mengikis ragu yang slama ini di hati cinta tlah membawaku mengalah kan sgala beda ku coba meraih dengan setulus hati layang kan perasaan dari hati ke hati namun apa yang hanya kudapat....hanya kata yang tak pasti andai kau mengerti.....apa rasa dalam hati ini menjulang tinggi terus dan terus meninggi ingin miliki hatimu yang trus ada dalam benak ku Tuhan......luluhkan lah hati nya.... dan sampaikan lah rasa ini pada nya  angin malam jadi saksi  mendesah nya nafas cinta ku ini  yang seakan tiada balasan......  pedih terasa dalam hati ku  saat kau hanya tersenyum tuk jawab tanya ku sungguh ku tak mampu hilangkan bayang mu yang stiap s...

Tristesse

Di penghujung tahun 2004, buku antologi puisi Sazano yang pertama berjudul Tristesse diterbitkan oleh komunitas kecil di Malang. Buku ini memuat sekitar 45 puisi yang dituliskan di sepanjang tahun 2003. Hal yang menarik bahwa buku puisi ini selain dengan bentuk cetak berupa buku tapi juga dikemas berikut dengan CD interaktifnya yang berisikan musikalisasi puisi, video pembaca puisi serta informasi lain seputar penulis [Tristesse , antologi puisi pertama di Indonesia yang menyertakan CD interaktifnya -red). Penulis menjadikan kesedihan dalam berbagai ragam sebagai sentral dari eksplorasi pengalaman sang penyair.

CD Interaktif Tristesse

CD Interaktif ini di desain oleh Abdul (Andi Dosa), seorang web designer di kota Malang.CD ini merupakan bentuk terintegrasi dari antologi puisi Tristesse milik Sazano. Berikut Penjelasan singkat beserta potongan-potongan gambar yang memandu untuk mengenal Oktarano Sazano lebih jauh. Potongan CD Interaktif Berikut sejumlah potongan bagian dari CD interaktif yang mungkin bisa menggambarkan secara keseluruhan. Bagian pertama yang anda lihat di bawah adalah tampilan menu. Ada beberapa menu dasar yang bisa anda pilih. Penulis menjelaskan siapakah sebenarnya Oktarano Sazano beserta dengan beberapa video singkatnya prihal antologi Tristesse. Audio berisikan teks dan audio pembacaan puisi dalam antologi Tristesse dan musikalisasinya. Video menampilkan video profil pembaca puisi dan kesan mereka saat membaca serta pendapat mereka tentang Oktarano Sazano. Promo Memuat sejumlah kutipan, tempat penjualan antologi tristesse dan pernak pernik lainnya. Guratan adalah tempat profil pembaca puisi...

Nyanyian Malam

Nyanyian Malam Siti Zainon Ismail Penerbit : Galeri Melora Genre : Antologi Puisi 52 halaman Cetakan Kedua : 2004

Pendatang Malam

Pendatang Malam Ida Munira Abu Bakar Penerbit : eSastera Enterprise Genre : Antologi Puisi 76  halaman Cetakan Pertama : 2004

Rindu Azalea

Rindu Azalea Selina S.F.Lee Penerbit : Pustaka Nusa Genre : Antologi Puisi 61 halaman Cetakan Pertama : 2003

Semoga Cepat Sembuh

Semoga Cepat Sembuh Aminah Mokhtar Penerbit : Balaikarya Enterprise Genre : Antologi Puisi 138  halaman Cetakan Pertama : 2004 ISBN : 9834135505

Pembacaan Puisi untuk Munir

Bersama ini kami sampaikan bahwa pada hari/tanggal: Senin 20 Maret 2006, pukul 19.00 - selesai akan dilaksanakan pembacaan puisi dari buku antologi Puisi untuk Munir :NUBUAT LABIRIN LUKA, bertempat di warung Apresiasi Seni (WAPRES) Gelanggang Remaja Bulungan Jakarta Selatan. Para Pembaca Puisi 1. Sihar Ramses Simatupang 2. Yonathan Rahardjo (membaca Puisi Sambil Melukis) 3. Henny Purnama Sari 4. Dino F. Umahuk 5. Rahmat Ali 6. DKK Acara ini terbuka untuk umum bagi yang ingin membacakan karyanya kami dengan senang hati mengundang dan mempersilahkannya. Acara juga rencananya di meriahkan dengan musikalisasi puisi oleh Band MALAS.