Langsung ke konten utama

Keresahan

:2

 

Berseru dengan muka polos namun ditelanjangi dan dipermalukan dalam sebuah drama menawan.

Drama kehidupan yang tidak dipentaskan dan hanya memandang sebagai penonton, menegadah ke langit dan memandang birunya pantulan cahaya, seperti dahulu ketika masih tinggal di lembah kerinduan.

Namun di setiap sisi tak pernah dirindukan oleh beberapa kuntum bunga dan semua merasa tertarik dengan paksa, ya di sebuah lembah, lembah kenangan.

 

Pernah terjadi sebuah ingatan ketika merasa ingat,

bukan diingatkan namun itu bukan perasaan sadar,

sehingga kesadaran,

kesadaran,

apakah memang tersadar dari keadaan,

dan keadaan sendiri di segenap lingkungan tak pernah mernyadarkan,

selalu saja garis garis menginstal dan mengkopi paste setiap adanya ingatan,

menjadi bawah sadar.

 

Dalam kerinduan akan lembah ingatan yang terasa jauh,

dimana,

apakah ingatan tidak pernah membawa ke ranah kesadaran,

dengan murung aku menatap,

menatap dan menatap.

 

Menatap tatapan kosong,

menggelandang dengan lantang kemudian tereliminasi dan akhirnya jatuh pada nihil. Padahal ketika itu selalu saja,

selalu,

tidak pernah diingatkan akan sebuah lembah ingatan dimana bermuara di segara.

 

Nan damai dan tak terpenuhi disetiap demam dan erangan,

meratap,

mendengus dan tidak pernah memalingkan kembali pada peristiwa ke belakang, karena memang akan ketidak percayaan dimana lintasan dan penggalan yang lalu tak lagi dipercayai.

 

Daun daun gugur dan setetes embun pagi namun tak ada yang peduli,

sebuah lintasan akan ingatan pendek namun selalu saja dianggap lalu,

 

Namun hari ini meskipun tak seorangpun menatap dalam dalam pada sebuah lubang dimana setiap gerai senandung,

pernah dilontarkan namun selalu saja hanya segelintir nista.

Ya, mungkin nista yang memang tidak terlalu tepat,

tapi pasti itu,

lagi lagi dari keadaan dibawah sadar semua peringatan.

 

Ingatan akan peringatan namun selalu saja terusik di sebuah tepian yang dianggap damai dan perseteruan tak pernah dilerai kemudian ditarik masuk kedalam ingatan bawah sadar, aku menatap, keheranan, mengapa itu terjadi,

tetapi kemudian memaksakan kembali masuk ke dalam pikiran yang terabaikan.

 

Jauh di dasar dan dalam,

dalam dan dalam.

 

 

Bandar Lampung, 2004

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007