Langsung ke konten utama

Tristesse

Di penghujung tahun 2004, buku antologi puisi Sazano yang pertama berjudul Tristesse diterbitkan oleh komunitas kecil di Malang. Buku ini memuat sekitar 45 puisi yang dituliskan di sepanjang tahun 2003. Hal yang menarik bahwa buku puisi ini selain dengan bentuk cetak berupa buku tapi juga dikemas berikut dengan CD interaktifnya yang berisikan musikalisasi puisi, video pembaca puisi serta informasi lain seputar penulis [Tristesse , antologi puisi pertama di Indonesia yang menyertakan CD interaktifnya -red). Penulis menjadikan kesedihan dalam berbagai ragam sebagai sentral dari eksplorasi pengalaman sang penyair. Diterbitkan pada saat penyair berumur 24 tahun bukan berarti menjamin keberhasilan untuk menjadi penyair besar. Sayangnya antologi ini diterbitkan secara terbatas sehingga membatasi ruang yang lebih besar untuk mengenal Sazano di ruang publik.

Tristesse
Oktarano Sazano
Penerbit Masyarakat Puisi
Cetakan I, Oktober 2004<
100 Halaman

salah satu puisi dalam antologi:

MALAM TERAKHIR


1
Pada malam terakhir,
kupanggil nama seorang lelaki yang mencintai perempuan api
yang merelakan dirinya terbakar oleh anak anak cinta
yang lahir dari rahim ketakutan
dan memasukkan abunya ke dalam sebuah kendi pecah
untuk dipersembahkan di kuil cahaya yang pilar-pilarnya adalah batu, tumbuhan dan hewan, menyisakan seorang lelaki muda tanpa cela sebagai penjaganya

2
Dia menaburkan separuh abu lelaki yang mencintai perempuan api di atas tulang para penyair yang mati di tiang gantungan dan separuhnya lagi di atas tanah yang menumbuhkan sekuntum mawar putih, kemudian dia berdoa sepanjang musim yang pernah ada dan membuat tembok tembok berlubang pada malam hingga memecahkan cahaya rembulan dalam titik titik yang terpencar, setiap titik itu adalah kehidupan dan menjadi nyawa bagi setiap lelaki yang mencintai perempuan api di setiap masanya dan bagi yang telah berlalu ditutupnya satu lubang hingga datang masanya untuk kembali

3
Dalam setiap mimpi yang terlekang Lelaki yang mencintai perempuan api masuk ke dalamnyaMeniupkan keanehan pada penampakan hingga semua yang jauh terasa begitu dekat seperti keajaiban pada kehidupan legendaris , lelaki itu pula yang mencuri puisi-puisi yang dia sembunyikan di balik bantalnya, di catatnya dan kemudian terbakar ketika fajar menjelang

4
Seperti dia yang semakin menjadi jiwakuSeperti api yang menjelma menjadi seorang perempuan Seperti rahasia yang selalu datang dan bergantiSeperti itu pula dia akan membunuh penjaga kuil cahaya dengan abu yang tertanam dalam bumi

Malang, August 2003

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...