Langsung ke konten utama

Damai Agung Nusantara


Raharjaning nuswantara
Langit kedap biru
Cumlorot cahyaning srengenge
Linandep ing antaraning mega-mega

damai agungmu nusantara
dalam pernik pemik yang ditumbuhi pepohonan
yang cabang dan rantingnya menjalari cakrawala
maka bila temu kau patahan dahan atau bebijian
yang sintuh di wangi bumimu
lekas serabut kecil itu pula menyeruak
dan segera membelukar dalam subur perutmu

damai agungmu nusantara
yang mematut khatulistiwa dengan kapas mendung
pada pagi cerah
serta mega warna kuning keemasan
saat matahari tenggelam ke dasar lautan

indahmu samudra...
yang menyimpan pantai dengan pasir warna warni
hingga buih dan sauh pun
akan menjadi teramat betah berlama lama di sana
hingga para nelayanmu
adalah prajurit gagah perkasa
yang enggan menyerah

Raharjaning nuswantara
Langit kedap biru
Cumlorot cahyaning srengenge
Linandep ing antaraning mega-mega

gemulai pertiwi
mengibas lengan dengan lentik jemari
menebar bunga pada landai angin laut pantai
serta sejuk pada rindang teguh gunung gunungmu
yang termenung

senyumnya menyeruak galau
lembut sorot matanya rindu
membelai kaki kaki bukit
yang melukis pelangi pada batas cakrawala
usai hujan yang membasah
ia mengusap batang batang padi
serta pucuk pucuk pinus
yang menari di antara seribu matahari

damai agungmu nusantara
hingga maha tak terkiralah
luka mata hunjam di jiwa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...