Langsung ke konten utama

Pemimpi



lahirlah engkau para pemimpi
dengan sorot mata merah dan dada terbuka!

bumi yang pengap ini dipenuhi tanya:
ditanda makna
langit masih juga biru warnanya
dan laut airnya jadikanlah tinta petik setiap tanya
serbukkan menjadi makna

tumbuhlah engkau para pemimpi
meletas dari gendongan ibumu
melecut langkah sendiri
menderak rimba hari:
`tuk menakar seberapa bermakna hari ini
jika sepi mengguncangmu,    
tangkap lehernya dan persaksikan:
adakah makna pula tandang menyertai

dewasalah engkau para pemimpi
dengan sorot mata bersahaja
mentanahairkan cinta    
namun tetap dengan dada terbuka

karena engkau para pemimpi
pacar setiap kebodohan dan kecongkakan kami

Komentar

  1. tahrilalmachjumi5 April 2006 pukul 10.08

    jangan lah kau anggap kebodohan kami sebagai congkakan bagi kalian...
    kerena kebodohan kami suatu saat kan bangun dari mimpi

    BalasHapus
  2. Aku memang seorang pemimpi
    yang selalu mengimpikan kedamaian
    di desing gelisah
    merambati luap birahi matahari
    mengelus rambut ibu yang mulai putih
    yang tak beda dengan warna kafan

    Aku memang seorang pemimpi
    yang menunggang ombak
    di lautan angkara
    memegang tombak mata dua
    untuk membunuh congkak dewa
    yang mengumbar sabda

    Aku ingin mimpi lagi
    dipelukan mega

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...