Langsung ke konten utama

Perdebatan tentang hidup


Kau menari diatas bongkahan genting rembulan, menggenangi keniscayaan mengerangi kebutaan

Serpihan memercik deru semboja, tadinya kukira hujan itu tangismu yang tanpa henti menyusup ke muara

Rambutmu menjadi sehelai cahaya yang memintal terpilin rapi dalam gulungan semesta merengkuh

Ciuman yang terpagut dalam angin yang berhembus menyatukan kita dalam setiap hirup nafas

Bingkai yang menatap kita adalah sekotak cumbuan terderap menjejak keheningan kelabu

Resahmu terbangun dari kelunya jujur ucap beribu kata kata terbata dalam lantunan yang menggelegak

Wajahmu sendu terengkuh dari dalamnya samudra yang menjuntai dan ingin menyeruak ke permukaan

Dalam lenggang jalanmu tak hendak menunjuk arah tempuh namun persimpangan menghentikan dera langkah

Sebentuk gelora menyembulkan taringnya yang tumpul mengerat seperti ingin menyudahi kelam di batinmu

Tubuhmu berkeping keping menjelma dalam keabadian menerawangi berbagi saling mengisi dalam lembar ingatan

Kekasih, hidup ini diselimuti pemberontakan tidak mengerang dalam kesenyapan

Degup jantungmu memompa kehidupan menopang gerak memacu darah yang mengalir merambat

Dalam turunan curam kita terpeleset menggelinding menjadi bola salju

Dan kita pun menyudahi pertanyaan dengan menyerahkan kepada dunia untuk menemui jawabnya sendiri

Bandar Lampung 2006

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007