Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2006

W Haryanto

Lahir di Surabaya 14 Oktober 1972.Menamatkan studinya di Fakultas Sastra Unair. Menulis puisi, esei, cerpen dan sejumlah naskah lakon. Aktif dipelbagai kerja seni, sebagai Komite Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur, sebagai penata artistik dan penulis naskah di Teater Gapus dan teater Koe-Tjing, teater Mo-ment, sebagai redaktur budaya di majalah Retorika (Fisip Unair), sebagai redaktur di Jurnal Anarki.

Puisi Bulan Ini Edisi April 2006 versi Puitika.net!

Setelah kurang lebih dua minggu masa voting puisi, tibalah bagi Puitika.net untuk mengumumkan pemenang sayembara Puisi Bulan Ini edisi April 2006 versi Puitika.net! Seperti yang telah kami tetapkan bahwa pemenang Puisi Bulan Ini dipilih atas dasar jumlah dukungan yang masuk ke e-mail votingpuisi@puitika.net. Untuk sayembara kali ini kami menerima 33 e-mail berisi dukungan atas masing-masing puisi yang difavoritkan. Kami menyayangkan jumlah email dukungan yang masuk. Hal ini berbeda sekali dengan jumlah puisi yang masuk kepada kami untuk diseleksi menjadi nominasi. Akan tetapi untuk menjaga aturan main dan transparansi kami tetap melanjutkan gagasan ini dan tidak melakukan kecurangan terhadap hasil voting. Berikut distribusi dukungan terhadap masing-masing nominasi : Undangan Ultah Kematian - tanpa dukungan Bocah yang Berlarian di Jalur Tubuhku - 3 dukungan Panen Pelangi - 3 dukungan Aku Juga Punya Cita-Cita - 3 dukungan Anak Indonesia - tanpa dukungan Anak-Anak yang Terlupa, Ribua...

Gus tf Sakai

Gus tf Sakai, lahir pada tanggal 13 Agustus 1965 di Payakumbuh Sumatera Barat. Ia menamatkan studinya di Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Mulai menulis prosa pada usia 13 tahun sejak sebuah cerpennya memenangkan hadiah pertama pada sebuah lomba penulisan cerpen. Hingga sekarang ia telah menyelesaikan 2 novel, 7 novelet, dan 18 cerpennya memperoleh penghargaan yang diselenggarakan oleh berbagai media seperti majalah Anita, Femina, Gadis, Hai, Kartini, Matra dan harian Kompas. Dua bukunya yang diterbitkan oleh Gramedia berjudul Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999) dan Tiga Cinta, ibu (2002)

Malam Peluncuran "Dialog-Dialog Sumbang"

Setelah kurang lebih satu tahun dari peluncuran bukunya yang terakhir “ Jangan Menangis Kekasihku”, tepat hari Selasa tanggal 23 Mei 2006, ARS Ilalang kembali melaunching antologi puisi terbarunya yang berjudul “Dialog-Dialog Sumbang”. Penyair yang sempat dimuat profilnya di Puitika.net (Jejak penyair –Red) mengirimkan sejumlah pesan melalui friendster dan teks SMS prihal hajatannya kali ini dan juga berlaku sebagai undangan terbuka bagi siapapun yang berminat untuk hadir. Saya yang kebetulan dihubungi oleh editor kepala Puitika.net (Oktarano Sazano) kurang lebih dua hari sebelum hari-H nya merasa senang kaena bisa berjumpa langsung dengan cak Rego, panggilan akrab ARS Ilalang. Alat perekam beserta notes kecil yang berguna untuk mewawancarai mereka yang terlibat dan juga pembacaan puisi langsung dari acara (dapat anda nikmati di bagian Download bagian Acara Bertajuk Puisi) Malang, selepas Isya 23 Mei 2006 pukul 19.15. Saya bergegas menuju kafe Gama yang terletak di bilangan jalan Watu...

Ragil Sukriwul

Lelaki ceking dan keriting ini bernama Ragil Supriyatno namun biasanya dipanggil Kriwul oleh teman-temannya, sehingga ia pun akhirnya memasukan frasa ini kedalam nama aslinya dan menjadi nama gaul-nya: “Ragil Sukriwul, Avonturir Kesenian”. Lahir dan besar di kota Karang; Kupang, Nusa Tenggara Timur, januari 1978. hijrah ke Malang pada tahun 1997. Pernah mampir kuliah di fakultas Psikologi UMM namun akhirnya memutuskan untuk keluar dan belajar langsung dari kehidupan. Senang aktif di dunia teater dan mengakrabi puisi sejak masa SMA. Sering mengikuti lomba-lomba pembacaan puisi namun sekalipun tidak pernah kebagian hadiahnya. Lelaki ceking dan keriting ini bernama Ragil Supriyatno namun biasanya dipanggil Kriwul oleh teman-temannya, sehingga ia pun akhirnya memasukan frasa ini kedalam nama aslinya dan menjadi nama gaul-nya: “Ragil Sukriwul, Avonturir Kesenian”. Lahir dan besar di kota Karang; Kupang, Nusa Tenggara Timur, Januari 1978. hijrah ke Malang pada tahun 1997. Pernah mampir kuli...

Maharaja Disastra

Buku kumpulan puisi "Maharaja Disastra" merupakan jalan pintas mengenal penyair-penyair dari tanah Bumi Rafflesia. Selain penyair, puisi-puisi juga disumbangkan dari para petinggi provinsi Bengkulu. Strategi melibatkan pemerintah daerah dalam proyek sastra seringkali dicurigai sebagai usaha kepentingan politis sesaat. Akan tetapi mengingat rendahnya terbitan-terbitan penyair di daerah maka mekanisme semacam ini menjadi jalan keluar yang cukup baik dengan syarat kualitas yang baik dari puisi-puisi yang ada di dalamnya.

Kusampaikan

Setelah novel terakhirnya "Matahari Di Atas Gili", Lintang Sugianto meluncurkan antologi puisinya yang terbaru berjudul "Kusampaikan". Buku ini menawarkan 45 puisi untuk dibaca dan diberikan pengantar oleh WS Rendra. Sekedar untuk diketahui bahwa Lintang Sugianto adalah seorang perempuan. Tentunya buku yang dikemas dengan indah ini menambah warna-warni dunia kesusasteraan Indonesia. Selain WS Rendra ada beberapa komentar lain seperti Taufik Ismail, Putu Wijaya, Jajang C Noer dan DR. Soetanto Soepiadhy yang akan membantu anda memahami sekilas karya-karya penulis kelahiran 28 April 1969 ini. Buku ini selain enak dibaca juga akan menjadi kado yang manis jika diberikan kepada orang-orang yang anda cintai.

Dialog-Dialog Sumbang

Buku antologi puisi terbaru dari ARS Ilalang bertajuk "Dialog-Dialog Sumbang" menitikberatkan pengalaman penyair tentang ketimpangan-ketimpangan diri penyair, ketidakberdayaan penyair berhadapan dengan realita sosial yang melingkupi atau selentingan-selentingan sang penyair dalam menafsirkan realitas keterpurukan dan kemiskinan rakyat di Indonesia sebagai wujud kepedulian sosialnya melalui puisi. Sebagai penyair yang juga dikenal sebagai petani buku ini diharapkan memberikan nyawa tentang arti perjuangan sesungguhnya meskipun banyak diantara puisi yang terkesan begitu pribadi. Meski demikian usaha penerbitan yang menggunakan model indie ini patut dihargai karena banyaknya pihak -pihak yang terlibat dalam proses pembuatannya.

Namaku Perempuan

Perempuan selalu saja menjadi tema yang menarik untuk dibicarakan terlebih jika yang berbicara adalah perempuan itu sendiri. Buku kumpulan puisi yang ditulis oleh lima perempuan dengan latar belakang yang berbeda memberikan rasa beragam namun tetap dalam koridor tema yang diisyaratkan. Jika anda belum membaca buku ini dan hanya mendengar bahwa buku ini adalah kumpulan "ibu-ibu arisan" tentunya perlu membaca teks-teks puisinya secara langsung. Siapakah yang bernama perempuan? Baca dan nikmati langsung antologi ini.

Nubuat Labirin Luka

Masih saja sosok Munir (seorang pejuang HAM di Indonesia yang wafat dalam perjalanan menuju Belanda) mengalirkan simpati dan rasa kagum dari mereka yang ditinggalkan. Buku yang diterbitkan setelah setahun lebih wafatnya sang pejuang kemanusiaan ini merangkum puisi-puisi dari berbagai penulis dan penyair Indonesia yang tersebar di pelosok nusantara dan bahkan melewati batas geografis negara. Tidak ada kata selain semoga puisi-puisi ini bisa menjadi kenangan yang manis sekaligus melecut nurani pembaca bahwa keadilan sampai kapanpun akan terus diperjuangkan meski sang tokoh telah lama berpulang.

Surat Gerimis

     Langit mengirim surat. Langit mu kah?         Gerimis mengikis kebisuan yang pulas dalam bekunya musim      Awal penghujan yang menera bayangan, yang      menyusun dirinya di tiap butiran yang luruh      Tampa jeda      Waktu, melesatkan anak panah      Meninggalkan jejak yang bungkam      Hanya kelebat bayangnya saja      Sudi singgahi      Tepian minda (kala senggang)      Langit mengirim surat. Langit mu kah?      Gerimis melafazkan doa dan airmata      di tiap butiran      Yang luruh ke tembok-tembok ingatan yang berlumut      Reranting kering, dan kolam hati      Tak sabar tuk selami           Langit mengirim sura...

Mengantar Bunda

mengantar bunda saat senja tiba aku sendiri menanti di mobil tua bunda masuk ke rumah mewah 'sebentar saja, besok kamu kan ulangan' begitu katanya sebelum melenggang sedang apa di dalam sana, entahlah aku selalu teringat begitu bunda keluar rumah itu wajahnya pucat tapi ada senyum untukku tak lupa dia mengusap rambutku   aku selalu teringat bunda mengajakku belanja lima bungkus nasi goreng ayam ampela tak lupa rokok buat ayah yang menganggur sekian lama aku selalu teringat ayah diam saja saat bunda tiba matanya basah entah kenapa dihisapnya rokok tanpa kata 'pelacur,' bisiknya priok, 06 mei 18

Sebelum Senja Benar-Benar Jingga

jiwa-jiwa barzah tenggelam kau dalam lautan mimpi  rentangkan sayapmu hingga kepakmu sampai ke langit ketujuh lalu bercengkrama dengan makhluk-makhluk suci, menanti bumi tersapu sangkakala   hamparkan sajadahmu untuk bercinta sebeum senja benar-benar jingga

Puntung

sepotong puntung melayang terlepas dari genggaman terjun bebas tanpa dosa, tanpa penyesalan melayang lalu mengambang dalam pelukan lautan.   selamat datang warga baru disebuah bak sampah raksasa penuh noda tanda mata durja makhluk durhaka

Siger

ada raga tak berjiwa di bakauheni, diatas bukit muka duka sumatera menepis lara, katanya hingga bisa bertepuk dada   ah, kenapa dusta dirupa padahal dermaga telah bercerita tentang duka, lara dan noda

Percikan Puitika

ada percikan karya di puitika membuncah segala rasa ah kau pasti terpesona bahkan beribu mata terpana ada deburan kata yang begelombang lalu terseret kepelupuk mata coba! berenang disana ada ban bekas bila kau takut tenggelam ada petugas pantai bila takut gelombag gratis, karena wisata hati dan jiwa adalah milik semua riak-riak sastra mencengkeram karang, lalu menyeretnya  ke tepian. kau pun bisa bercengkrama dengannya, atau membabi buta, menyayat karya yang bersahaja. tak ada polisi tidur, hingga untamu terantuk bahkan jalan begitu lurus, rata dan lebar mari-mari tak ada dusta tak ada prasangka hanya ada percikan puitika

Pagi

Tiadalah Pagi Tanpa udara yang menyejukkan hati tanpa embun mencair di puruk-pucuk dedaunan Pagi Kudekap hangatmu bersama asa meski yang lalu terpatahkan sudah (Mei'06) Untuk Sahabatku: yang aku tunggu adalah pesanmu tentang perjuangan bukan istirahat panjang Untuk Satria Yellow Kita Sama-sama tertidur.. Dalam buaian malam.. Bermanja-manja bersama cahaya bulan Besok.. Bangunkan aku Menyambut hari bersama kumandang Azan Bangunkan aku! Bakar semangatku! Sobatku (19 Mei’06)       Ketika Satria Yellow Menyerah Di kerasnya hidup Kencangnya roda itu berputar Aku Kamu Tergilas jaman Aku Kamu Bersama berjuang Kini Katamu Lelah sudah.. Mimpimu bukan lagi tentang perjuangan Tapi tentang istirahat panjang Dalam benakku Ingin kamu tetap melawan Lawan rasa menyerahmu!! Lawan rasa putusasamu!! Lawan!! (19 Mei’06)  

eSastera.com Rancang Terbit Antologi Puisi Melayu-Rusia

Esastera.com berencana untuk melaksanakan proyek luar talian penerbitan antologi puisi dwibahasa Melayu-Rusia, dengan butir-butir yang berikut: a. Penerbitan buku antologi 100 buah puisi daripada 50 penulis esastera.com (2 buah puisi seorang).b Puisi akan diterjemahkan ke bahasa Rusia oleh Prof. Madya Dr. Victor Pogadaev secara percuma. c. Penulis perlu membuat sumbangan kewangan (RM90 seorang) untuk membiayai kos penerbitan. d.buku akan diterbitkan di Rusia. Mereka yang berminat untuk mengambil bahagian, sila nyatakan di dalam kotak mesej di bawah. Kemudian sila hantarkan dua buah puisi terbaik anda kepada esastera@esastera.com. Pihak esastera.com berhak menyaring keluar puisi yang dianggap tidak sesuai. Bayaran sumbangan kewangan boleh dibuat melalui: (1) Cek/Money Order/Postal Order dsb. atas nama Esastera Enterprise, atau (2) Bayaran tunai ke akaun-akaun bank yang berikut: (a) Esastera Enterprise (Bumiputera Commerce Bank Akaun Nombor: 1421-0008623-05-4), atau (b) Wan Abu ...

Eka Budianta

Lahir tahun 1956, seorang penyair Indonesia dibesarkan di Malang, Jawa Timur. Beberapa buku puisinya antara lain : Rumahku Dunia, Masih bersama Langit, dan Rumah Sejati.

Sihar Ramses Simatupang

Lahir di Jakarta, 1 Oktober 1974. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Airlangga. Pernah tergabung dalam Komunitas Gapus Surabaya dan kini di Rumpun Jerami Jakarta. Terbitan buku tunggalnya antara lain Kumpulan Puisi "Metafora Para Pendosa", kumpulan cerpen "Narasi Seorang Pembunuh" dan novel "LORCA- Memoar Penjahat tak DIkenal". beberapa waktu ini sedang menyiapkan novel keduanya tentang pra-1998, "Misteri Lukisan Nabilla Pasha".

Saut Situmorang

Lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 29 Juni 1966. Alumnus jurusan Sastra Ingris di Victoria University of Wellington, Selandia Baru. Kini mengajar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kumpulan puisinya, Saut Kecil Bicara dengan Tuhan. Editor buku kumpulan esai Cyber Graffiti : Polemik SAstra Cyberpunk (2004)

Emong Soewandi

Emong Soewandi adalah nama pena dari Firmansyah. Lahir di Curup. Alumni FKIP Universitas Bengkulu. GUru Bahasa dan Sastra Indonesia di SLTP Negeri 2 Kepahiang. Kumpulan tulisannya pernah diterbitkan oleh UPT Perpustakaan UNIB, tahun 1995. Antologi puisinya Riak I (1992), Riak II (1992), Riak III (1993), Monolog (1993) dan Besurek (1994) dterbitkan oleh Forum Sastra Bengkulu. Ia juga menulis buku Perjuangan Rakyat Rejang (2001).

Apa Lagi Yang Harus Kukatakan Padamu

saidatul fitriah. apa lagi yang harus kukatakan padamu? namamu mengharumi koran, majalah, radio, televisi. kau jadi orang tenar sekarang, adikku. jumat sore aku menjengukmu. kau masih tertidur, sai. kau akan sembuh dan kita akan akan kembali bertemu dan berbincang lagi tentang nasib negeri ini. tapi, tuhan jauh lebih mencintaimu ketimbang kami. malaikat menjemputmu,  akhirnya. engkau pergi juga! tinggallah aku, keluarga, sahabat-sahabat, almamater tinggallah semuanya meratapi kepulanganmu. apa lagi yang mesti kuceritakan padamu, adikku? "setelah ini tak boleh ada lagi sepotong nyawa melayang sia-sia. sebab, harga selembar nyawa lebih berharga ketimbang sejuta kepongahan penguasa." aku begitu marah ketika menuliskan ini untuk terbunuhnya izal, temanmu yang duluan pergi. dan engkau, adikku, hanyalah seorang mahasiswi. kebetulan saja kau tengah berada di universitas kehidupan, tempat kita sama-sama belajar tentang kemanusiaan,   nurani, kejujuran, kebenaran, keadilan. ...

Tak Siang Tak Malam

tak siang tak malam koran masih saja menuturkan banjir gempa topan bencana di segala pelosok -- musim tambah panas, tapi kadang hujan seorang lelaki berteriak-teriak belati hampir menembus usus aku terkesima terduduk ah, ternyata kejahatan menyebar dalam setiap detak kehidupan menelusuri negarabatin suatu malam malam tak sesunyi yang terpikirkan malam menyembunyikan rahasianya sendiri tapi malam jujur mengakui sedang resah sedikit kegelisahan menyembul daro sisi malam lampu terlampau remang menelusuri gelap tak siang tak malam aku gelisah kita masih menunggu kelenjutan fragmen hidup kita nyatanya hanya menjalani entah apa yang bakal terjadi membelah kesunyian negarabatin radio masih mendendangkan : tak siang tak malam 2004 --- MAK DAWAH MAK DIBINGI mak dawah mak dibingi kuran maseh riya ngewarahkon banjer kukuk tupan bencana di lamon rang -- musim tambah panas, kidang kekala terai bakas sai mekik-mekik cak gerpu cutik lagi nembus tenai nyak tekesima tehejong ah, nyata ni sai jahat nyeb...

Bagaimana Mungkin Aku Lupa

bagaimana mungkin aku lupa padamu. berabad-abad silam aku lahir dari airtanahmu. kehijauan bukit-bukit dan kebiruan gunung pesagimu membuat rinduku takkan sirna. way setiwang, way robok, dan way sindalapai mengaliri setiap nadi kehidupanku. air terjun, panorama, dan hutan kubuperahu menyimpan gelora jiwaku yang tak terpadamkan. aku melihat muli-meghanai berbalas-pantun dan menari dalam nyambai menghibur sang pengantin yang bersanding. tertawa, bersenda-gurau, dan mencari pasangan. inilah waktu yang senantiasa dinanti: nayuh, saat sanak-famili, karib-kerabat beguai jejama merampungkan hajat, mempertemukan ghasan sepasang kekasih. : hidup baru telah dimulai! bagaimana bisa aku lupa ketika dingin, embun, dan gerimis pagi memanjakan tubuhku yang letih. kehangatan kopi kentalmu    membangunkan semangat menuju ladang, sawah, dan kebun kehidupan.  jalan setapak berliku-liku yang basah kehujanan semalam menguatkan langkah kaki petani-petani menyongsong matahari. palawija, pa...

Negara Ini Teater Tentara, Zal

negeri ini teater tentara, zal militer dan polisi adalah aktor utama yang boleh menyingkirkan rakyat dengan tembakan yang punya negeri ini militer, itu soalnya mereka pikir, kalau tak ada tentara bangsa ini sudah bubar mereka bilang, tentara manunggal dengan rakyat sembari memasang moncong senapan di hadapan kita rakyat, ibu yang melahirkan tentara selama ini mereka berhak mengatur kehidupan kita kita, rakyat, cuma numpang hidup di tanah air ini maka, kita tak bisa macam-macam jangankan jadi gubernur minta dilindungi saja, malah ditembak semua dari tentara, semua oleh tentara, semua untuk tentara kita hanya dapat yang receh, kecil-kecil jangan protes! kalau demo bisa dibilang penjahat maka, atas nama stabilitas tentara punya hak membunuh kita negeri ini teater tentara, zal karena kau bukan tentara, maka engkau harus mato tapi kau tak usah sedih, zal seusai malaikat menjemputmu, tak ada lagi yang takut mati peluru yang bersarang di lehermu menjadi bara yang membakar setiap jiwa yang ter...

Lautku Kini Menyimpan Kesumat

jangan kauceritakan lagi keberanian nenek moyangku mengarungi samudera di labuhan jukung aku tak melihat lagi nelayan mencari ikan gelombang kelewat ganas. badai kali ini terasa begitu mencekam tuhuk bersembunyi di dasar lautan. batu karang yang musnah dijarah reklamasi tak mampu melindunginya lagi aku ingin berenang. tapi orang-orang melarangku : laut sedang marah. cuaca lagi buruk jangan kaudongengkan lagi nenek moyangku orang pelaut di krui jukung-jukung sudah tak berlayar sebab, pelaut-pelaut lebih suka berebut kuasa di daratan atau, meniduri pelacur dalam dinginnya malam dermaga senyap dalam kelam. mercusuar tak lagi bersinar aku ingin menyusuri pantai. tapi aku sendirian : laut sedang murka. aku lagi suntuk jangan kauharapkan lagi aku mendengar kisah ikan duyung atau ratu pantai barat. sebab aku hanya menyaksikan hutan bakau hilang dimakan hantu laut. umang-umang, keong, dan tinja di sepanjang pesisir menjadi saksi keserakahan manusia. aku tak lagi melihat lautku biru. ikan dan r...

Tentang Hujan

semalam memang hujan, minan tapi bukan hujan yang menidurkan hati kita terlampau lelah berbincang sepanjang masa tanpa suara tanpa titik temu pikirkan saja tentang eksistensi hujan ketika hujan datang orang-orang sibuk berbincang berjam-jam menunggu hujan adalah rencana yang tersusun dalam benak atau malah tertulis dalam agenda orang-orang sibuk sesekali hujan berkisah tentang orang-orang romantis yang bertemu kundang tapi tak bisa berbuat apa-apa selain menghitung-hitung rintik air yang jatuh dari atap mengenai kaleng butut di belakang gudang hujan lebat sekali semalam, minan tapi hati kita tak sejuk karenanya dia nyatanya tak bisa mencairkan hati kita api terlanjur membesar tak kan padam oleh hujan sepanjang tahun sekalipun sudahlah berhentilah menyalahkan hujan hujan memang tak kan mengerti tentang perasaan kita hujan tak kan tahu dengan obsesi kita hujan juga tak kan paham apa yang kita pikirkan sudahlah berhentilah menyesali hujan kita hanya ingat hujan telah memberi kita arti jad...

Antologi Puisi Elektronik Baru dari Nanang Suryadi

Tiga antologi puisi elektronik baru untuk pembaca puitika.net. Antologi elektronik ini semuanya datang dari Nanang Suryadi. Antologi pertama adalah " Telah Dialamatkan Padamu ". Antologi ini sebelumnya sudah dicetak dan dibukukan. Jika anda belum membelinya anda bisa melihat puisi-puisi di dalamnya melalui antologi puisi elektronik ini. Antologi kedua " Untuk Bunda Atta ", puisi-puisi cinta untuk sang Istri tercinta. Antologi ketiga "S ajak baru Menangis " , sajak-sajak baru dari sang penyair. Nikmati ketiga antologi ini di bagian download. Kami juga menerima antologi puisi elektronik dari anda , prosedurnya lihat saja di bagian FAQ . Terimakasih untuk Nanang Suryadi

Pantun Jenaka

telah tinggi matahari pertanda pagi menjelang pergi terengah-engah si anak babi mencoba tuk gigit buntut sendiri   kala gelap langit mendung pasti kan hujan  datang menyerta gemuruh langit bergoyang gunung melihat beruk belajar membaca   teratai di atas kolam begoyang rapi disentuh ikan bergumul riang terbahak tersungkur keluarga kelinci kala kura belajar terbang     *PI 250406  15:10

Pantun Jenaka

Putik cempaka empat sebaris, Dihirup pagi petang tak hilang, Bila berudu coba berdendang, Telaga kan keruh langit menangis.   Memuncak aur berumpun-rumpun Menjalar sirih pada batangnya Menangis beruk  memohon ampun Menolak pinangan si jantan buaya.     Pi 190406 15:24

Pantun Nasehat : Hikayat si Bijak

alkisah suatu kurun pada negeri di sebelah gurun   tersebutlah kisah si bijak kekasih-NYA ringankan langkah pada kelana satu hari  nan penuh peluh kelana si bijak dihempang musuh syaithan laknat mencoba memikat melalui fikir untuk khianat si bijak faham ini siasat ajak dirinya pada yang bejat berkelahi lah mereka sebenar kelahi pungkang dan piting bersulih ganti jamak jumlah si bijak jaya sebab ikhlaskan diri pada sang Kuasa syahdan di ujung hari kelahi menjadi siasat syaithan sebarkan api amarah si bijak membuncah tak kendali lenyapkan ikhlas pada nafsu sendiri syaithan pun kibarkan gelak pada si bijak sekali ni dia jaya siasatnya telak si bijak terkulai kalah jasad dan jiwa asbab niat berubah pada yang fana kisah ini hikayat nasehat ada termaktub pada sebuah ayat hendaklah diri menjaga niat jangan nafsu meraja pada laku yang dibuat     *PI / JKT    180506  10:33

Udo Z. Karzi

Lahir 12 Juni 1970 di Liwa, Lampung Barat. Menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (1996). Pernah menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mahasiswa Teknokra (1993-1994), Pemimpin Umum Majalah Republica (1994-1996), dan Pembimbing Majalah Ijtihad (1995-1998). Banyak menimba pengalaman dari kelompok/kegiatan diskusi: Kelompok Studi Merah Putih, Forum Dialog Mahasiswa (Fordima), Forum for Information and Regional Development Studies (FIRDES), dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Terjun ke dunia jurnalistik sebagai wartawan lepas harian umum Lampung Post, Bandar Lampung (1995-1996) dan reporter Majalah Berita Mingguan Sinar, Jakarta (1997-1998). Sempat mengajar Ekonomi-Akuntansi di SMAN dan MAN di kota kelahirannya (1998) sebelum menjadi Redaktur Surat Kabar Umum Sumatera Post, Bandar Lampung (1999-2000). Kini, jurnalis di Lampung Post, Ketua Penelitian dan Pengembangan Dewan Kesenian Lampung (...

Udo Z. Karzi

Lahir 12 Juni 1970 di Liwa, Lampung Barat. Menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (1996). Pernah menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mahasiswa Teknokra (1993-1994), Pemimpin Umum Majalah Republica (1994-1996), dan Pembimbing Majalah Ijtihad (19955-1998). Banyak menimba pengalaman dari kelompok/kegiatan diskusi: Kelompok Studi Merah Putih, Forum Dialog Mahasiswa (Fordima), Forum for Information and Regional Development Studies (FIRDES), dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Terjun ke dunia jurnalistik sebagai wartawan lepas harian umum Lampung Post, Bandar Lampung (1995-1996) dan reporter Majalah Berita Mingguan Sinar, Jakarta (1997-1998). Sempat mengajar Ekonomi-Akuntansi di SMAN dan MAN di kota kelahirannya (1998) sebelum menjadi Redaktur Surat Kabar Umum Sumatera Post, Bandar Lampung (1999-2000). Kini, jurnalis di Lampung Post, Ketua Penelitian dan Pengembangan Dewan Kesenian Lampun...

Lintang Sugianto

Lintang Sugianto lahir di Jakarta, 28 April 1969. Ia berprofesi sebagai penulis dan telah menerbitkan Matahari Di atas Gili, sebuah novel yang sukses dan telah dicetak ulang. Kumpulan puisi yang telah ia terbitkan berjudul Illahi (1998), Pelepah I (1999), Pelepah II (2000), dan Kusampaikan (2006). Selain puisi dan novel, penulis yang pernah belajar di Arsitektur Landscape Trisakti dan ASMI ini, juga menulis kumpulan cerpen berjudul Gwinar (2003), Orang-orang Kalah (2004), Adiba (2005) dan Aku, Anak Matahari (2005). Lintang aktif diberbagai kegiatan sosial dan kebudayaan. Karya-karya Lintang tersebar di media massa seperti Pikiran Rakyat, Republika, Kompas, Horison, dan Jurnal Perempuan.

Menimbang Sajak-sajak Lengkap Sitor Situmorang

Bertempat di MP Book Point, Jl. Puri Mutiara Raya 72, Jeruk Purut, Jakarta Selatan, Rabu, 17 Mei 2006 Pk. 14.00 WIB, diadakan acara diskusi menimbang sajak-sajak lengkap Sitor Situmorang. Pembicara dalam diskusi tersebut adalah Afrizal Malna (Penyair), JJ Rizal (Sejarawan, editor) dengan dimoderator: Tinuk Yampolsky (Peneliti Yayasan Lontar). Acara diskusi akan didahului pemutaran film dokumenter Sitor Situmorang, karya Afrizal Malna, berjudul "Tongkat di Atas Batu". Dua jilid buku SITOR SITUMORANG, KUMPULAN SAJAK 1948-2005, adalah buku "raksasa" dalam sejarah penerbitan puisi Indonesia. Buku terbitan Komunitas Bambu ini menghimpun lebih dari 600 sajak Sitor, secara kronologis. Banyak temuan menarik dalam buku susunan JJ. Rizal yang ia kerjakan selama sekitar 4 tahun tersebut. Misalnya, temuan sajak Sitor Situmorang yang pertama kali terbit, "Pasar Senen". Temuan ini menepis pengetahuan umum bahwa sajak pertama Sitor Situmorang (yang diterbi...

Silence In The Crowd

he is there laughing, yelling, talking what a great man he is face with no fear and tears one expected by everybody   one day i saw him rolling in my corner blank eyes wet cheecks messy hair mumbling lips uttering nothing but hate what happiness mean? can you tell me? -special thing doesn't happen to everybody-

Pantun Nasihat : Hikayat Si Belang

-------sebuah pantun nasihat…   Sungguh indah istana sultan Dindingnya pualam lantainya kaca Inilah hikayat si belang jantan Iktibar hati petuah jiwa   Syahdan di masa dahulu kala, Di hutan teduh di hulu kuala Si belang hidup layaknya raja Berkedip mata rakyat tak kuasa.   Pelanduk berkisah belang yang kejam Menjual hutan pada serigala jahanam Rimbunan hijau pun jadi silam Berpuluh puak hidup terancam   Kerap belang berjalan lagak, Turut di sisi si culas gagak Hutan dibagi petak sepetak agar sejahtera anak beranak Kala si belang bertitah pandir Seluruh khalayak haruslah hadir Dengar, patuhi, jangan berfikir Jika tak ingin hidup berakhir Di hujung kisah meradanglah Sultan Amar hukum pun menggelegar bersahutan Mantra bersenandung menghentikan awan Akhirnya gemuruh bumi pun menjangkau hutan   Musim itu musim penghujan Seluruh rakyat berteduh badan, Si belang rungsing sekujur badan Sebab gagak bisikkan amarah Sultan   Seketika air kuala seakan terbang Ar...

Telah Pindah

pada telepon selulerku keluh kesah, suka tawa tertulis semua telepon itu hanya diam saja dia menyimak tanpa komentar apa-apa pagi baru tiba telah kutulis seribu cerita belum usai teleponku berkata 'kenapa kata-kata ini saja yang kau ketik apakah duka selalu datang tiap hari apakah suka hanya mampir sekejap?'   aku diam saja jemariku terus mengetik   tengah malam begitu pengapnya aku terbangun dan pergi ke teras kubawa teleponku untuk sekedar teman bicara kubuka catatanku yang entah sudah berapa banyak aku terhenyak tak bisa berkata,semua telah terhapus teleponku bergetar, terdengar suara samar 'bukankah semua kata telah pindah ke dada, pikiran dan renunganmu'.     priok, 16 mei 2006

Oryza

Benih yang tumbuh, berisi Untuk merunduk Bukan menunduk.   Tumbuh diantara ilalang Tanah asam penuh noda     kampus hijau, 15 mei 2006

Janin Merah-Putih

dan bersiap untuk mengibarkan kibar bendera merah-putih janin kemudian menjadi sesosok kasih yang tak mungkin ku lepas ke rimba raya tanpa cinta lalu sayup genderang di setiap titik penjuru bumi wow, ada peperangan entah warna apa yang mereka jadikan kibar bendera-bendera  perang merah, kuning, biru,hijau, coklat ah, tak ada bendera putih rupanya tangis bukan, bukan tangis tapi erangan penuh arti dari jasad baru di bumi yang tua janin kemudian menjadi sesosok kasih yang tak mungkin ku lepas ke rimba raya tanpa cinta ada begitu banyak topeng topeng binatang, topeng setan, topeng-topeng penuh kengerian tak ada raut senyum kejujuran, tak ada raut kasih penuh rasa tangis bukan, bukan tangis tapi jeritan atas hitam yang melekat pada bumi yang dusta janin kemudian menangis di pangkuanku yang telah berjasad baru, dan bersiap untuk mengibarkan kibar bendera merah-putih bumi lada, 15 mei 20...

10 Nominasi Puisi Bulan Ini Edisi April 2006 Versi Puitika.net

Pembaca yang budiman, akhirnya tiba waktunya kami mengumumkan puisi-puisi yang telah kami pilih untuk bisa dinikmati dan dipilih secara langsung oleh anda semuanya. Seperti yang telah kami syaratkan bahwa Sayembara Puisi Puitika Edisi April 2006 mengambil tema : Anak-Anak Kita, Anak Indonesia . Sejak mulai dibuka sampai dengan penutupan kami telah menerima sekitar 75 puisi dari 25 penyair yang mengirimkan banyak puisinya untuk diikutsertakan. Sulit bagi kami untuk memilih puisi-puisi mana saja yang akan divotingkan. Dengan pertimbangan kesesuaian tema,diksi, dan eksplorasi kata serta bentuk maka kami editor menetapkan 10 puisi yang akan divotingkan kepada anda semua. Puisi-puisi itu antara lain: Undangan Ultah Kematian Bocah yang Berlarian di Jalur Tubuhku Panen Pelangi Aku Juga Punya Cita-Cita Anak Indonesia Anak-Anak yang Terlupa, Ribuan Kali Merenda Senja Tempias Anak Kita Kebijaksanaan Bagi Anak-Anak Kanak-anak Di Hati Kita Anda bisa melihat satu demi satu puisi di atas di sebelah ...

Bocah yang Berlarian di Jalur Tubuhku

Bocah-bocah berlarian di sepanjang     rangka tubuhku membawa setumpuk kenangan dan harapan    yang dikaitkan di kantong baju. Setiap waktu, mereka melewati jalur tubuhku   yang rapuh dengan igau dan bahasa yang kian asing.            Kian asing. Petang kadang terlalu nakal       tak mengembalikan si jantan pulang. Mereka yang berlarian berpacu dengan usia. Masa kanak yang riang mengisi kepala mereka dengan barisan toko, robot, PS 2, Nintendo       dan iklan susu. Senja menyeretku pada luapan       duka cita; Tak kau lihat bulan kesepian? Tak ada yang menyapa bintang rumput di halaman kian tumbuh dan menghijau      oh bintang kemana bulan Tak ada aku-kau. Ribuan masa kanak kita disimpan dalam tabung televisi. Mereka, para bocah, gegas di tubuhku      -yang serupa rel- mengantar mereka pada perja...

Panen Pelangi

bunda... kata wak kocik, hari ini musim pelangi,  nanti setelah pulang mengaji, aku akan tangkap banyak pelangi bunda, berikan aku uang, sisa uang 500 rupiah punya bunda, aku ingin pergi ke warung di atas bukit, dan membeli selembar kantung plastik, untuk kupenuhi dengan pelangi-pelangi. bunda... untuk bunda kuberikan lebih satu pelangi sisa pelangi yang ada kan aku kuaskan -- di dinding dinding tepas rumah kita -- di lampu-lampu padam rumah kita -- di lumbung kosong bapak, -- di uncang recehan bapak dan bunda, -- di tas sekolah berdebu milikku dan dik Sangkot, -- di sepatu kami -- di seragam bertahun kami -- di dahi panas adik Salam, -- di dalam kompor dan tungku bunda, -- di sudut-sudut senyum kita -- di tiap putik dan kuntum tapak dara kita -- di pucuk butir padi kita -- di sejagat udara yang kita hirup    indah bukan bunda...? bunda kita kan punya banyak pelangi di setiap belalak dan katupan mata pelangi-pelangi itu akan keringkan erangan kita pelangi-pelangi itu akan...

Aku Juga Punya Cita-Cita

temanku, belajar apa kamu hari ini? menyanyi? aku juga kelasku pindah-pindah, UKI-Bogor, Cawang-Priok, Pulogadung-Blok M laguku belum banyak "di pucuk pohon cemara" sudah tak kunyanyikan lagi "jujurlah padaku" itu mereka lebih suka kadang terdengar sumbang maklum dengan ukulele butut yang senarnya putus satu kalau tanpa musik, receh yang masuk berkurang tapi aku tak mau asal genjrang-genjreng mereka `kan bayar biar cuma sekeping logam seratus rupiah matematika? aku juga lima metromini ditambah tiga kopaja ditambah tiga bis dikali dua dikurangi dua ratus rupiah buat beli cireng sama dengan dua ribu lima ratus lima puluh rupiah yang sesampai di rumah tidak cukup-cukup juga untuk membuat perut adik-adikku tenang kalau malam aku belajar menghitung bintang baru sampai hitungan ke seratus satu aku ketiduran bintangnya juga terlalu banyak dan aku lupa di bintang yang mana aku menggantung cita-citaku menggambar? aku juga tapi bukan dua puncak gunung dengan matahari di tenga...

Anak Indonesia

   anak yang tumbuh di pinggir jalan anak yang halal diperdagangkan anak yang dipaksa dewasa sebelum dewasa anak yang tidak berpendidikan anak yang berpenyakitan karena dia hanya anak asuh lalat dan kecoak * Hanafi ,  orang biasa yang biasa saja (maklum baru belajar menulis). Setelah lulus dari SDN Polehan 06, orang tua mengutus untuk Belajar di SMP Al-Munawwariyyah Bululawang Malang. setelah itu diutus lagi ke sebuah pesantren di pelosok pulau madura, Al-Amien Prenduan. dan menyelesaikan SMU-nya pada jurusan IPA di SMU Tahfidz Al-Amien Prenduan. juga sekolah di MAK as-sa'adah bungah Gresik. lulus pada tahun 2004. baru setelah itu orang tua mengutus belajar ke Universitas Al-Azhar Mesir. dan sampai sekarang masih tinggal di Mesir. Puisi Nominasi Sayembara Puisi Puitika Edisi April 2006 Dengan Tema " Anak-anak Kita, Anak Indonesia" Tanpa Komentar Dukungan

Anak-Anak yang Terlupa, Ribuan Kali Merenda Senja

      Kelopak senja di matamu itu seperti sembilu   menikam tangis, menusuk jantung lebam perempuan itu       Seperti tak ada malaikat yang datang   titikkan embun ke hati mereka   hati yang buta, yang selalu ingin berkuasa       Maka di tanah ini, masih saja tersisa cerita   garis-garis luka kian menganga dan selalu meredam tawa   hujan juga tak kunjung reda di hati anak-anak yang terlupa   meski ribuan kali senja mereka renda       Pun tidak, bulan di semenanjung murung matamu yang ungu itu   tersirat cahaya, bahwa ‘kan datang uluran tangan   atau setakat doa   dari mulut mereka yang berorama bangkai manusia       Inilah segala rahasia, yang tak mungkin kuceritakan lagi   karena negeri ini terlalu ngeri   untuk kelukiskan segala benci       Maka sudahlah, atau biarlah   kututup dengan lafal doa-doa   segeralah bumi menelan mer...