Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
bila kamu ada pada satu bilik yang rumit
BalasHapusdan diantaranya ada ranjau
yang akan tetapi hal tersebut akan buat tunjukkan cintamu
bagaimana harus kamu berlaku: buatlah akal menari-nari,
bukakan hati, hilangkan muka, dan tulikan telinga.
Baru kau akan sadar siapa yang ada disudut otakmu itu.