Langsung ke konten utama

Kusampaikan

Setelah novel terakhirnya "Matahari Di Atas Gili", Lintang Sugianto meluncurkan antologi puisinya yang terbaru berjudul "Kusampaikan". Buku ini menawarkan 45 puisi untuk dibaca dan diberikan pengantar oleh WS Rendra. Sekedar untuk diketahui bahwa Lintang Sugianto adalah seorang perempuan. Tentunya buku yang dikemas dengan indah ini menambah warna-warni dunia kesusasteraan Indonesia. Selain WS Rendra ada beberapa komentar lain seperti Taufik Ismail, Putu Wijaya, Jajang C Noer dan DR. Soetanto Soepiadhy yang akan membantu anda memahami sekilas karya-karya penulis kelahiran 28 April 1969 ini. Buku ini selain enak dibaca juga akan menjadi kado yang manis jika diberikan kepada orang-orang yang anda cintai.

Kusampaikan
Lintang Sugianto
Penerbit : Balai Pustaka
Cetakan I, Jakarta 2006
126 Halaman

"Sesudah Novelnya Matahari di atas Gili, sastrawati muda usia Lintang Sugianto muncul dengan kumpulan sajak ini. Himpunan Puisi jolong ini menunjukkan produktivitas dans emangat berkaryanya. Ucapan-ucapannya mengalir deras, tak dapat menahan gemuruh perasaannya. Semangat mendobrak apa yang terasa senjang dan lain sekitarnya, menggebu-gebu. Tak ada yang keliru dalam hal ini"
Taufiq Ismail

"Spontan, Tanpa pretensi dan jauh dari menggurui. Curahan rasa Lintang dalam kumpulan sajak-sajak yang bernuansa relijius ini terasa akrab dan jujur. Membagikan rasa haru karena ketulusannya. Ditengah maraknya penulisan puisi dewasa ini yang sudah menampilkan berbagai teknik berekspresi dan manipulasi artistik yang membuat puisi sering menjadi gelap dan kadangkala hanya timbunan opini saja"
Putu Wijaya

salah satu puisi dari antologi:

KUSAMPAIKAN


Anak-anak
kusampaikan maaf ini karena Tuhan belum selesai membuat jarak
ingin ku lukis matahari seperti milik Tuhan
agar kita segera pindah dan menempati dunia baru yang ku cipta

akan kuhembuskan sendiri angin-anginnya
ku bentuk bulan agar tidak pandai menggantung saja
melainkan duduk di tepi meja mengajak kalian bercerita
ku tusuk mendung berserta malam dan mimpi-mimpinya
karena ku ingin kalian bernyanyi dan bukan tidur di sana
dunia ciptaanku ini rata dan bukan bundar, anak-anak
sehingga lautan pun tidak sedalam ketakutan kalian

bermainlah, anak-anak...
telah ku huat karang dan ikan bercerita
kalian akan dapat melihat unggas-unggas yang tergelitik angin sayap-sayapnya mereka terbahak bersuara mirip kalian
pohon-pohon berceloteh berlarian mengejar kalian semua ku buat berbicara dan bukan membisu sehingga tidak akan ada sepi, anak-anak

ku sampaikan maaf ini
lantaran kuturunkan juga bintang-bintang sejengkal tangan kalian agar merendah dan tak bermain ketinggian
ku buat jauh menjadi dekat
coleklah angkasa itu, anak-anak
ia pun segera membongkar rahasianya
tanpa menunggu kalian bertanya atau menduga-duga

langit, ku jadikan penuh gambar dan tidak hanya biru
kalian bisa melompat-lompat di situ
sebab langit bukan di atas

kusampaikan maaf ini
karena segera ku bubarkan benua-benua beserta bangsa-bangsanya
ku bubarkan penguasa

ku bubarkan manusia
ku bubarkan neraka dan setannya
ku bubarkan usia
ku bubarkan kematian itu sendiri
ku bubarkan segenapnya ....

ku cipta semua menjadi anak-anak...
dan inilah dunia itu...

kusampaikan maaf ini kepada Tuhan
karena belum selesai membuat jarak

Bangil, 25 Mei 1999

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...