Langsung ke konten utama

Menimbang Sajak-sajak Lengkap Sitor Situmorang

Bertempat di MP Book Point, Jl. Puri Mutiara Raya 72, Jeruk Purut, Jakarta Selatan, Rabu, 17 Mei 2006 Pk. 14.00 WIB, diadakan acara diskusi menimbang sajak-sajak lengkap Sitor Situmorang. Pembicara dalam diskusi tersebut adalah Afrizal Malna (Penyair), JJ Rizal (Sejarawan, editor) dengan dimoderator: Tinuk Yampolsky (Peneliti Yayasan Lontar). Acara diskusi akan didahului pemutaran film dokumenter Sitor Situmorang, karya Afrizal Malna, berjudul "Tongkat di Atas Batu".




Dua jilid buku SITOR SITUMORANG, KUMPULAN SAJAK 1948-2005, adalah buku "raksasa" dalam sejarah penerbitan puisi Indonesia. Buku terbitan Komunitas Bambu ini menghimpun lebih dari 600 sajak Sitor, secara kronologis. Banyak temuan menarik dalam buku susunan JJ. Rizal yang ia kerjakan selama sekitar 4 tahun tersebut. Misalnya, temuan sajak Sitor Situmorang yang pertama kali terbit, "Pasar Senen". Temuan ini menepis pengetahuan umum bahwa sajak pertama Sitor Situmorang (yang diterbitkan) adalah "Kaliurang". Temuan ini sekaligus menepis anggapan bahwa selama ini Sitor mengawali karirnya sebagai "penyair cinta" tanpa kesadaran sosial.

Komentar Pakar:

"Sebuah edisi puisi yang luar biasa dan yang pertama dalam sejarah penerbitan sastra di Indonesia." (E. Ulrich Kratz, Profesor School of Oriental and African Studies)

"Mungkin Sitorlah penyair yang paling banyak menghasilkan sajak di Indonesia." (Ajip Rosidi, sastrawan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007