Langsung ke konten utama

Bagaimana Mungkin Aku Lupa



bagaimana mungkin aku lupa padamu. berabad-abad silam aku lahir dari airtanahmu. kehijauan bukit-bukit dan kebiruan gunung pesagimu membuat rinduku takkan sirna. way setiwang, way robok, dan way sindalapai mengaliri setiap nadi kehidupanku. air terjun, panorama, dan hutan kubuperahu menyimpan gelora jiwaku yang tak terpadamkan.

aku melihat muli-meghanai berbalas-pantun dan menari dalam nyambai menghibur sang pengantin yang bersanding. tertawa, bersenda-gurau, dan mencari pasangan. inilah waktu yang senantiasa dinanti: nayuh, saat sanak-famili, karib-kerabat beguai jejama merampungkan hajat, mempertemukan ghasan sepasang kekasih.

: hidup baru telah dimulai!

bagaimana bisa aku lupa ketika dingin, embun, dan gerimis pagi memanjakan tubuhku yang letih. kehangatan kopi kentalmu    membangunkan semangat menuju ladang, sawah, dan kebun kehidupan.  jalan setapak berliku-liku yang basah kehujanan semalam menguatkan langkah kaki petani-petani menyongsong matahari. palawija, padi, dan kayu manis adalah anugerah dari kesuburan tanah di balik bukit.

berdiri di ketinggian sekara jaya, aku menyaksikan awan-awan tersangkut di bukit bukit. desir angin, gemericik air, dan desau ilalang membisikkan gelora cinta liwa kota berbunga ke telingaku. lembah-ngarai dan telaga ham tebiu semakin mendalamkan makna kehadiranmu dalam setiap denyut zaman.






dengarlah, di kejauhan nyanyian sagheh melantunkan kerinduan pada kekasih. kicau burung, kokok ayam, dan lenguh lembu sambung-menyambung mengokohkan janji: aku bagian darimu. aku tak mungkin berpisah darimu, meski telah jauh mencari sesuatu yang tak pernah aku jumpai bersama orang-orang kalah di kota-kota.

: bagaimanapun aku tetap orang desamu!

suatu kali, aku akan mengenang gajah, badak, ularmu yang begitu bersahabat denganku dan saudara-saudaraku, yang entah bagaimana kini menjadi beringas dan masuk kota. "harimau memangsa manusia," koran menulis. ah, aku hampir tak percaya.

aku ingat lebaran ketika sekura keliling kampung, saat muli-muli di lepau rumah rumah panggung tersenyum manis menyaksikan tarian dan nyanyian mereka. keramahan tuan rumah  menyambut tamu membuat kesan tersendiri dalam diriku. duh, lezatnya lemang, tat dan kembang goyang. orang-orang pergi dan
orang-orang pun datang.

: jadi, bagaimana mungkin aku lupa padamu.


Catatan

muli = gadis, perawan
meghanai = bujang, jejaka
nyambai = resepsi pernikahan dengan acara berbalas-pantun
nayuh = rangkaian penyelenggaraan pesta perkawinan adat Lampung Saibatin
beguai jejama = bekerjasama, gotong-royong
ghasan = kesepakatan antara bujang-gadis untuk membina rumah tangga
Liwa Kota Berbunga = motto kota Liwa, Lampung Barat (ber = bersih, bu = budaya,
nga = kenangan)
Sagheh = judul lagu Lampung, artinya resah, gelisah
sekura = orang yang mengenakan topeng tradisional Lampung atau menutupi wajah
agar tidak dikenal yang dipakai dalam acara Sekuraan saat Hari Raya Idul
Fitri
lemang, tak, kembang goyang =  nama-nama kue Lebaran khas Lampung Peminggir


-----



EPA NYAK DAPOK LUPA

repa nyak dapok lupa jama niku. beabad-abad tumbai nyak laher jak waitanohmu. hujau ni bukik-bukik rik biru ni gunung pesagimu nyani tiramku mak dapok lebon. way setiwang, way robok, way sindalapai ngaleri setiap nadi kehurikanku. wai gugor, panorama, rik pullan kubuperahu nyegokkon gelora ni hatiku sai mak dapok padom.

nyak ngeliak muli-meranai segata rik nari delom nyambai ngehibur kemiyan sai besanding. lalang, memainan, rik nyepok pasangan. inji do masa sai titunggu: nayuh, pas sanak-muari, rik-kantek beguai jejama ngerampungkan kehaga, nunggakon rasan sanak ngura.

: hurik ampai timulai!

repa nyak dapok lupa pas ngison, imbun, rik merecap pagi ngebujuk badan sai mebuya. handop ni kupi kontolmu ngiwakkon semangat mit darak, sabah, rik repong kehurikan. renglaya lunik sai basoh keteraian senginno nguatkon jimpang ni cukut petani-petani nyungsung matarani. sani ni gulai, pari, rik kayu manis yaddo de anugerah jak subur ni tanoh di balik bukit.

cecok di kelelanggaran ni sekara jaya, nyak ngeliak awan-awan nyangkut di bukik-bukik. deser angin, genericik wai, rik desau liyoh ngesesiahkon gelora cinta liwa kota berbunga di cupingku. rulah-ngarai rik ham tebiu nambah relom ni makna keratonganmu delom setiap denyut zaman.

cecok di kelelanggaran ni sekara jaya, nyak ngeliah awan-awan nyangkut di bukik-bukik. deser angin, gemericik wai, rik desau liyoh ngesesiahko gelora cinta liwa kota berbunga di cupingku. rulah-ngarai rik ham tebiu nambah relom ni makna keratonganmu delom setiap denyut zaman.
dengi, di kejaohan nyanyian sareh nerjang ketiraman jama kundang. cericit burung, kerekut ni manuk, rik lenguh ni jawi sambung-menyambung ngukuhko janji: nyak bagian jak niku. nyak mak mungkin pisah jak niku, pak radu jawoh nyepok sai mak wat kutunggai barong jelma-jelma kalah di kota-kota.

: repa ya riya nyak tetap jelma pekonmu!

sekali masa, nyak aga ngingok gajah, badak, rik ulaimu sai berik temon jama nyakku rik puari-puariku, sai induh repa cara ni tanno jadi meganas rik kuruk kota. "alimawong nganik jelma," koran nulis. ah, nyak hamper mak percaya.

nyak ingok buka pas sekura keliling pekon, muli-muli di lepau lamban-lamban langgar ngimut bangik ngeliak tarian rik nyanyian ni tian. nengah nyappur ni jelma lamban nyambut sai ratong jadi ingokan tenggalan delom hatiku. duh, bangik ni lemang, tat, rik kembang goyang. jelma-jelma mit rik jelma-jelma pun ratong.

: jadi, repa nyak dapok lupa jama niku!

1999

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...