Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
Apa kabar, bos? (susah kali ternyata cuma untuk "say hello" di blog sampean ini ya, hehehe....)
BalasHapusKepada Editor Puitika.Net
BalasHapusSaya mohon ijin untuk memasukan Puitika.Net kedalam Bloglist saya.
Salam, Tito