Langsung ke konten utama

Lautku Kini Menyimpan Kesumat



jangan kauceritakan lagi keberanian nenek moyangku mengarungi samudera
di labuhan jukung aku tak melihat lagi nelayan mencari ikan
gelombang kelewat ganas. badai kali ini terasa begitu mencekam
tuhuk bersembunyi di dasar lautan. batu karang yang musnah dijarah reklamasi tak mampu melindunginya lagi

aku ingin berenang. tapi orang-orang melarangku
: laut sedang marah. cuaca lagi buruk

jangan kaudongengkan lagi nenek moyangku orang pelaut
di krui jukung-jukung sudah tak berlayar
sebab, pelaut-pelaut lebih suka berebut kuasa di daratan
atau, meniduri pelacur dalam dinginnya malam
dermaga senyap dalam kelam. mercusuar tak lagi bersinar

aku ingin menyusuri pantai. tapi aku sendirian
: laut sedang murka. aku lagi suntuk

jangan kauharapkan lagi aku mendengar kisah ikan duyung
atau ratu pantai barat. sebab aku hanya menyaksikan hutan bakau
hilang dimakan hantu laut. umang-umang, keong, dan tinja
di sepanjang pesisir menjadi saksi keserakahan manusia.
aku tak lagi melihat lautku biru. ikan dan rumput laut sudah lama
pergi bersama sirna panorama bawah air

aku ingin menyelami dasar laut. tapi tak lagi bisa
: lautku kini menyimpan kesumat


---

LAWOKKU TANNO NYEGOK KESUMAT

dang niku bewarah lagi kebanian tuyuk turingku ngarungi samudera
di labuhan jukung nyak mak ngeliak lagi nelayan nyepok iwa
umbak ni keliwat ganas. badai sekali inji rasa ni nyecam nihan
tuhuk segok di kekut ni lawok. batu karang sai bela
diakuk reklamasi mak dapok ngelindungi ni lagi

nyak terok langui. kidang ulun-ulun ngehalang nyakku
: lawok lagi singut. cuasa lagi murak

dang niku bewarah lagi tuyuk turingku jelma lawok
di pesisir barat jukung-jukung tak belayar
mani, pelawok-pelawok jak gering segaga kuasa di darat
atawa, medomi lonte delom ngison ni bingi

nyak terok ngelapahi pantai. kidang nyak tenggalanan
: lawok lagi butong. nyak lagi pusing

dang niku harap lagi nyak ngedengi iwa duyung
atawa ratu lawok. mani nyak ingkah ngeliak pullan bakau
lebon dikanik antu lawok. amumang-amumang, halipu, rik tahi
di sekekejung ni pantai jadi saksi serakah ni jelma
nyak mak lagi ngeliak lawokku biru. iwa rik jukuk lawok
radu saka mit barong jama lebon ni panorama di bah wai

nyak teghok nyelami kekut ni lawok. kidang mak lagi dapok
: lawokku tanno nyegok kesemat

bdl, november 2000


Komentar

  1. aku setuju atas pintamu ..... teruskan,galakkan keinginan hati mu tuk cari kebebasan itu... tapi jangan kau ikuti langkah sang penguasa yang tak mengerti indah nya puisi .........

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...