-------sebuah pantun nasihat…
Sungguh indah istana sultan
Dindingnya pualam lantainya kaca
Inilah hikayat si belang jantan
Iktibar hati petuah jiwa
Syahdan di masa dahulu kala,
Di hutan teduh di hulu kuala
Si belang hidup layaknya raja
Berkedip mata rakyat tak kuasa.
Pelanduk berkisah belang yang kejam
Menjual hutan pada serigala jahanam
Rimbunan hijau pun jadi silam
Berpuluh puak hidup terancam
Kerap belang berjalan lagak,
Turut di sisi si culas gagak
Hutan dibagi petak sepetak
agar sejahtera anak beranak
Kala si belang bertitah pandir
Seluruh khalayak haruslah hadir
Dengar, patuhi, jangan berfikir
Jika tak ingin hidup berakhir
Di hujung kisah meradanglah Sultan
Amar hukum pun menggelegar bersahutan
Mantra bersenandung menghentikan awan
Akhirnya gemuruh bumi pun menjangkau hutan
Musim itu musim penghujan
Seluruh rakyat berteduh badan,
Si belang rungsing sekujur badan
Sebab gagak bisikkan amarah Sultan
Seketika air kuala seakan terbang
Arusnya menghantam seberang menyebrang
Mahoni, jati pun menjadi alang-alang
Tercerabut, terangkat, terjerembang silang menyilang.
Angin hitam membuai pelan
Menerbangkan lalat laknat berkaki kuman
Hilang lah satu persatu karib dan kawan
Membujur kaku bersisi sisian
Di balik bukit khalayak bertikai
Bunuh membunuh bantai membantai
Terserak jasad menjadi bangkai
Ikatan kerabat pun jadi terburai
Di hujung kisah belang termangu
Rakyat dan kerabat musnah satu persatu
Riuhnya hutan pun berubah kelu
Karena amanah tersingkir nafsu
“Hai belang raja durjana,
Wakil hamba pengkhianat amanah,
Betapa matamu buta melihat tanda,
Tiada kuasamu bagi-Ku, walau sebiji zarah”
“Hai belang raja durjana,
Munafik handal perompak wahid,
Sebelum ini kuhadiahkan kau surga,
Namun fikir bijakmu bekerja pelit.”
“Hai belang, makhluk gagah tanpa kuasa,
Kau paksa Aku mengurai amarah,
Kutiupkan sedikit berangku bak sangkakala,
Semoga ini tercatat dalam sejarah.”
Dihujung kisah, di akhir cerita,
Amarah Sultan masih tersisa,
Belang terjerembab disisi singgasana,
Terkurung jeruji berpagar mantra .
Biarlah iktibar ini berwarna lara,
Semoga semuanya dijadikan ilmu,
Kelak nanti tak kan ada bencana,
Hanya karena penguasa bertuhankan nafsu.
Semoga sang-bijak kelak jadi penguasa,
Bila kata diucap, hati pun serta,
Peluhnya manis amalan taqwa,
Kepada rakyat berhutang bahagia.
Inilah pantun berkisah nasihat,
Dari celoteh kosong, si pakcik ahmad,
Maaf diminta ampun disemat,
Bila kata-kata hamba menuai umpat.
Semoga Allah jadikan kita hamba berfikir,
Dan jauhkan kita dari hati yang fakir.
Cptt/ 22-26-maret-06 : 00:36
Komentar
Posting Komentar