Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2006

Dua Belas Tepat Tengah Hari

Kugurat wajah engkau di cerah langit jiwa dimana anginnya selalu meniupkan namamu Kuukirkan teduh matamu di hamparan teras hatiku dimana engkau bermain di taman itu menemui jantungku Kugenggam namamu selalu dan kugayutkan jauh di atas langit dimana kupanjatkan harapan di tahta Nya 28 Desember 2005 Dua Belas Tepat Tengah HariDua Belas Tepat Tengah Hari Kugurat wajah engkau di cerah langit jiwa dimana anginnya selalu meniupkan namamu Kuukirkan teduh matamu di hamparan teras hatiku dimana engkau bermain di taman itu menemui jantungku Kugenggam namamu selalu dan kugayutkan jauh di atas langit dimana kupanjatkan harapan di tahta Nya 28 Desember Dua Belas Tepat Tengah Hari

Menjadi Matahari

Seperti menjadi langit Aku membiru Lalu cerah dan memucat   Aku menjelma menjadi Matahari Menutup gelap dengan cahaya Lalu kubakar Air menguap   Kaukah sahabat? Air yang menguap Kesejukan pupus Dan menjadi angin Yang panas Udara yang meniupkan Kegelisahan   Seperti langit yang kuterangi Dan cahaya Adalah bagian Dari kepingan zat Yang menghembus Dari seluruh   Nafsuku   2 Ramadhan 1427 H

Pigura Kosong

: Fifi Martini (Manis) Aku ingin punya fotomu Buat apa, katamu Katakan, bagaimana aku bisa bertahan tanpa melihatmu Aku memikirkanmu seharian Apa kau sudah makan Kau takut kelebihan berat badan Padahal mungkin kau kelaparan Katakan, bagaimana aku bisa bertahan tanpa melihatmu Aku memikirkanmu semalaman Apa kau kesepian Kangen ayah bunda di Pasuruan Ingin pulang melepas kerinduan Katakan, bagaimana aku bisa bertahan tanpa melihatmu Senyummu adalah candu Penyejuk hati di siang hari Obat tidur di malam hari Ya, senyummu adalah candu Ingin kubingkai senyum itu Dalam pigura kosong di kamarku Tuk menahan rasa ingin bertemu Karena ingin selalu melihat senyummu, senyummu! Malang, 30 Nopember 2006, pukul 5 pagi. .

Acara Peluncuran CD Musikalisasi Jazz Puisi Karya Sitok Srengenge

Acara Peluncuran CD Musikalisasi Jazz Puisi Karya Sitok Srengenge (On Nothing) oleh Jan Cornall (Australia) di Bandung, Jumat 20 Oktober 2006 pukul 19.30-21.30 bertempat di Opulence Lounge-Prima taste, Jl. Ir. H. Juanda 145. Acara dimeriahkan oleh Imel Rosalin Band, Baca/dramatisasi Puisi oleh Iman Soleh/CCL/STSI Bandung dan Evi Sri Rezeki/STUBA Unisba. MC. Wawan S. Husin, Kurator Jazz: Mas Niman, Commonsense Jazz Bandung. Event Organizer: Erwan Juhara/Jendela Seni Bandung.

Renungan Ambang Petang

Sepulang dari tempat berburu nasib, lelah fisik, capek hati, penat jiwa...lantas terciptalah puisi ini Malam ini hatiku beku sendiri Lalu ke toko buku aku pergi Membeli buku buku puisi Kiranya jadi obat tawar hati Ada Sapardi,Pinurbo, Hasyim Wahid serta Calzoum Bachri Sayangnya Rendra tak kujumpai Walau sudah habis seluruh rak diselidiki Separuh pramuniaga ditanyai Tentu saja bukan yg laki laki Ya sudah, aku lelah, ingin pulang Tak lupa buku dibayar kontan Agar jangan sampai dikira penjahat perang Penjahat perang tidak bayar buku dengan uang Tapi dengan senjata dan nyawa orang Kata banyak cowok berjanggut dan bercelana komprang Bush itu penjahatnya penjahat perang Aku sudah pulang diantar mobil hitam Masuk kamar nyalakan laptop aku terdiam Bukankah hidup ini adalah perjalanan ? Lintasi waktu juga ruang ? Lalu apakah artinya kehidupan Jika semua ingin diseragamkan Untukku kehidupan adalah perenungan agar kita mampu mengambil keputusan keputusan yg berujung pd kesejahteraan sebanyak ban...

Renungan Pagi Pagi

Suatu pagi di rembang senja Kala hati mengaduh dengan setumpuk tanya Sambil berharap berjuta asa Ratusan purnama telah usai ditempuh Tetapi perjalanan masih saja jauh Kemarin aku sudah berlari Hari ini masih terus berlari Esok masih akan tetap berlari Mengejar nasib yang tak kunjung pasti Kehidupan memang demikian Selalu tersedia ribuan alasan Untuk kemunafikan, kesewenang wenangan dan berjuta penindasan Ramai berita di koran pagi Kedatangan Bush menuai kontroversi Petinggi negeri sibuk sendiri Rakyat kecil mati berdiri Demonstran hanya hirau kepentingan pribadi Paling kepentingan secuil partai Lautan lumpur masih panjang cerita Hutan hijau kian meranggas Semak belukar makin kerontang Ibu kota gerah dan panas Gedung yg dibangun tidak jadi anggun Jembatan yg dibikin selesai juga tak ingin Jalan yg dibuat cepat sekali berkarat Moral yg tersisa tinggal ampas dosa Hari ini aku bertanya lagi Apakah kehidupan memang seperti ini Berlari dan terus berlari tanpa kenal berhenti Mengejar nasib yg...

Entah Berapa Lama Lagi?

: gadis pengemis kecil dan adiknya di KRL panas siang ini tak seterik dadanya kusam kaca kereta ini tak semuram hatinya punggungnya mulai terasa letih menggendong adik kecilnya sebagai penjala hiba "permisi om, permisi tante!" lemah suaramu mengharap belas dengan raut muka lebih kuyu dari daun meranggas pembungkus permen yang jadi penadah uang itu berpindah dari satu tatapan ke tatapan yang lain entah sudah berapa banyak gerbong hari ini di pojok gerbong adiknya merintih "kak...lapar" batinnya tambah berkeringat "sabar ya dik, satu stasiun lagi kita makan" irama lapar perut adiknya sebenarnya sudah sejak tadi terdengar sampai kedadanya kalau bukan karena dirampas preman tanggung di Manggarai mestinya mereka sudah bisa rehat siang ini mengganjal perut sambil menghitung uang setoran hari ini masih akan panjang perjalanan entah berapa pan...

Rasa Bimbang

Imajinasi rasa terkadang menyakitkan   saat kepastian tak kunjung datang menunggu...menunggu kapan harus dinyatakan? kapan harus dikatakan? semua tergantung oleh waktu   waktu terus berjalan tanpa peduli adanya sebuah penantian   Lupakan...lupakan semua yang tak berarti dalam hidupku 

Kesedihan Batin

Terpana..... meratapi semua yang telah terjadi pedih...mengiris... pengorbanan... sia-sia   tergerak hati untuk menodai yang telah pergi tapi cinta menghalangi   Biarkan semua berlalu hanya akan menjadi sebuah kenangan kenangan pahit yang harus terlupakan 

Musibah Tak Kenal Henti

       Musibah..oh musibah.. melanda kau datang menghantui manusia tak berdosa berlumuran tangis dan darah dengan sisa hasilmu mereka bertahan   Musibah..oh musibah.. semakin banyak orang berdosa dan kau tak suka akan itu selalu kau beri hikmah dibalik tindakanmu itu   Musibah..oh musibah.. tak sungkan kau mendera-deru tak sungkan kau menghancurkan   Musibah..oh musibah.. jangan kau melanda lagi saat setiap orang berlindung pada Tuhannya   Musibah..oh musibah 

Teras

: pakcik ahmad teras kata seorang teman yang penyair adalah tempat menghisap rokok menyapa malam dari teras langit diam menantang kita berkaca seberapa luas kita memandang seberapa keras kita berjuang seberapa tegar kita menghadang teras begitu katanya lagi sambil menyambar gelas kopi tak ubahnya telaga sunyi kita berbicara dengan diri sendiri entah merenungi hari demi hari entah menyesali kepedihan hati dari teras kita juga menggali diri sendiri bahwa tak ada arti merajut mimpi jika tak mau menguak seribu misteri jika tak sudi membentur besi lbbulus, maret 06 Puisi "Teras" karya Johannes Sugianto

Tentang Mimpi

mimpi, tak berkedip memandangmu, dihujamkannya angan dalam tidurmu, ditusukkan kata dalam risau, menjelma menjadi gelisah karat pisau. mimpiku bukanlah mimpi, tapi bisa juga mimpi kita tak beda, tak perlu dirisalahkan, mimpi biarlah hiasi kegelisahan. mimpi, tak enggan berbisik, jadi dorongan jiwa untuk tetap tak goyah, di tengah banyak tanya, dan badai yang tak pernah reda. sebuah mimpi yang menghampiri, janganlah dihindari, gapailah karena itu sangat berarti bagi diri sendiri : agar perjalanan tak sia-sia. lbbulus, mei 06 Puisi "Tentang Mimpi' karya Johannes Sugianto

Ada Kanak-Kanak

ada kanak-kanak dalam diriku yang sering menghampirimu dalam kata manja lalu engkau tertawa : sebel…..,katamu dengan senyum ketika yang dewasa datang hanya ada heran saja kenapa muncul kanak-kanak itu lalu dia diam saja mencoba mencari jawabnya ada ibu dalam dirimu yang membuatku selalu rindu sapa, omelan dan juga godaanmu :kangenku tak pernah tandas ada kanak-kanak ada orang dewasa menghampirimu : lalu kau rengkuh dalam pelukanmu priok,juli 06 Puisi "TAda Kanak-Kanak" karya Johannes Sugianto

Puisi Kita

jemariku kaku menuliskan kata puisi tak lagi tercipta dari goresanku telah terwakili rindu dan cintaku pada puisimu saja bagaimana bisa tercipta jika semua telah  kau tuliskan membuatku cuma bisa termangu biarlah tanpa puisiku hanya ada puisimu karena cinta dan rindu ini telah hadir dalam semua goresanmu : mimpi kita adalah puisi seperti kasih dalam puisi kita jakarta, juli 07 Puisi "Puisi Kita" karya Johannes Sugianto

Matamukah Yang Mengerjap

matamukah yang mengerjap saat bintang tak lagi berkedip dalam malam sendiri di teras rindu tak pernah tandas ingin kulihat lagi embun rindu di situ lalu berbisik tentang cinta tak bernama matamukah yang mengerjap hatiku ingin menyentuhnya seperti jemari di rambutmu yang wanginya enggan pergi dari nafasku dari nafasmu jika diammu saja terkirim bisa apa dalam rinai gerimis jika itu senyum manis tak kan kurasakan perih dan miris priok,juli 06 Puisi "Matamukah Yang Mengerjap" karya Johannes Sugianto

Di Lengkung Alis Matamu

Di lengkung alis matamu kusandarkan harapku usai perjalanan yang tertatih dan kudapatkan keteduhan ya, di lengkung alis matamu katakan padaku di mana hendak kutaruh rinduku jika engkau pergi   di lengkung alis matamu kuselami sayangmu yang tak terkata inilah kiranya, dermaga hatiku tempat melabuhkan rindu. Jakarta, Juli  06

Terbit! Antologi Puisi Merah Putih Cintaku Karya Agus Irawan Syahmi

Telah terbit antologi puisi karya Agus Irawan Syahmi, seorang penyair dari SUmbawa. Antologi dengan judul Merah Putih Cintaku ini diterbitkan oleh KEMAS SAMAWI (Kerukunan Masyarakat Pecinta Seni Samawa Ano Rawi), Sumbawa Barat. Pengantar oleh KH Zulkifli Muhadli SH, MM (rektor Universitas Cordova Indonesia , di Taliwang, Kab.Sumbawa Barat). Cetakan pertama Agustus 2006 dengan tebal kurang lebih 96 halaman. Merupakan antologi puisi tunggalnya yang kedua setelah Nyanyian Rembulan (2004). Terbagi dalam dua bagian Merah Putih Cintaku (27 puisi) dan bagian kedua dengan Sajak Cinta SMS (56 puisi). Dua puisi diantaranya dalam bahasa daerah Taliwang: Beka Po dan I..Aqu’na,… Bero Mo. Puisi Beka Po sempat dibacanya dalam Apresiasi Sastra di SMAN Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Kamis, 9 Nopember 2006. Dalam acara yang disponsori oleh PT Newmont Nusa Tenggara tersebut hadir pembicara utama: Max Arifin dan Dinullah Rayes, dengan moderator Wahyu Sunan Kalimati, penulis buku Pilar-pilar Bud...

Penegasan

jujur saja aku buruh penegasan akan sebuah rasa yang kau isyaratkan dengan tatapan mesra dan kecupan, bisakah.. -rid-jjkrasamdo2211 06 .replbq{width:100%} var LetterVals = { UIStrings : { __last : 'not used' }, StateDynamic : true, yplus_browser : false, premium_user : false, smsintl : "", SidebarSyncActionType : "read", SidebarSyncAuxActionType : "", SidebarSyncUID : "1240", SidebarSyncAuxUID : "", getString : function(id) { var result = this.UIStrings[id]; if ( result == null ) { return "Not translated: '" + id + "'"; } return result; } } var YAHOO = window.YAHOO ? window.YAHOO : {}; if ( !YAHOO.ShortcutsExt ){ YAHOO.ShortcutsExt = {}; YAHOO.ShortcutsExt.CustomConfiguration = {}; } YAHOO.ShortcutsExt.CustomConfiguration.P...

Aku Mencintaimu... Sahabat

Puisi tentang gejolak persahabatan yang berubah menjadi sebuah nuansa yang berbeda, karena kedekatan yang membuat mereka akhirnya mencoba mendeskripsikan perasaan mereka yang mereka fikir tidak harus terjadi dalam sebuah persahabatan. Semoga puisi bermanfaat. Jauhku bergumul dengan awan pekat hitam.... tak jelas akan rembulan yang mengintip ingin menyimak kejadian bumi langkahku gontai semakin melunglai Fikirku dalam angan tak jelas mencoba menterjemahkan kejadian tadi kala kau menjamuku dengan mesra diluar kebiasaan kita sebagai sahabat Adakah aturan main yang lain disana? bumbu manis apa yang ingin kau perlihatkan? dari semua sentuhanmu tadi.... rasa cintakah atau sekedar nafsu belaka? Aku memarahi kebodohanku sendiri terlarut dalam kenikmatan yang kumaki saat ini.... Kami sahabat... pantaskah itu? Terlalu.... Tapi ada gerak yang ingin meminta lagi sentuhanmu membuat tubuhku menangih... mungkin kau memperlakukanku begitu istimewa diantara kelembutan dan pera...

Bayangan Yang Melintas Malam-Malam

Norakah itu yang sedang  memahat ayat-ayat di tembok beku dengan tasbih yang putarannya berbentuk pusaran laut merah dan riaknya menghalau kecemasan; surup matahari menerkam legam awan. Norakah itu yang bersimpuh menghanyutkan malam-malam memimpikan sungai-sungai susu dari sujud kodim; serupa seorang salik memimpikan  jumpa tuhan di mustwan. Norakah itu yang berkomat kamit membacakan mantera-mantera sunyi berputar-putar mengguris tepi kamar tengah malam mengejar mimpi jumpa tuhan; serupa musafir yang bermimpi mi'raj ke sidratul muntaha. Menyaksimu adalah seorang ibu yang mengharamkan anaknya jauh dari jantungnya.  081931535xxx

Antologi Puisi Elektronik Hidayat Raharja

Antologi Puisi Elektronik kami hadirkan untuk anda. Kali ini datangnya dari Hidayat Raharja yang berdomisili di Sumenep, Madura. Antologi ini berisikan 33 puisi dari rentang tahun 1996 - 2006. Satu dekade puisi Hidayat Raharja dalam antologi ini akan membantu anda mengenal penyair yang kerap mengirimkan puisi sms ke puitika.net. Pilihlah Koleksi Karya - E- Antologi Puisi dan Hidayat Raharja dan nikmati puisinya. Salah satu puisi dalam antologi puisi elektronik Hidayat Raharja: Metamorfose Engkau telah berubah, sapamu Matahari bergeser dari balik sore saat kau duduk Menuntaskan sisa kopi di dasar gelas Aku teguk ingatan perjumpaan, bertahun lampau Ada kecut kenangan, barangkali Tetapi biru senyummu, masih Seperti tahun-tahun yang lalu Hanya tubuhmu kian susut Tajam matamu kian menikam Ada matahari sembunyi di kelopakmu Putih sinarnya berpantulan menerakan baris-baris puisi Garis-garis sepi 2006

Jarak Bernama Spasi

    Kemudian…   Degup jantung yang bermuara pada ceruk kecil   Bernama samudera diantara tatapanmu   Menahanku pada galau pekat yang mengabut   Menyambangiku dalam gurat jarak bernama spasi   Menghadirkan jeda ketika kau berada begitu rapat     Entah pada langkah keberapa harus kuhentikan   Mengejawantahkanmu meski hanya sebatas mimpi   Dan seperti biasa   Aku hanya mampu tergugu   Membuncahkan rasa entah pada siapa   Dan seperti biasa   Aku hanya mampu merindu   Kembali duduk di keningmu     Hingga sajakku   Menjadi bisu   Menjadi batu       Jakarta, 12 november 2006   01:15 wib        Dani Ardiansyah

Teriak Embun

Bahkan geramku hilang di sudut matamu kepalku lumer pada suaramu ketika sudut dan pekat menjebakku hingga aku tersungkur Embun itu menguap pelan menantimu tak kuasa ia miris menyaksikan buih dan gelombang Dimana aku harus bertahta teriaknya masih pada laut sedang ceruk yang kau tempati sesak oleh mereka Cepat aku tak kuasa menanti harap dalam prasasti mentari tak lagi bisa kuajak kompromi sepilas bias cahanya hanya akan meninggalkan kata "selamat tinggal" diantara kita Bukankah kita baru saja bersua dalam rimbun dan sejuknya kata-kata Oh.. ternyata anginpun berkomplot dengan mentari menguapkanku tanpa sisa menghilangkan janji yang baru saja ku patri Saksikan!! bahwa dalam bias jingga dan lengkung pelangi ada aku yang menjaring matahari meski terlupa.. Jakarta, 28 Agustus 2006 Dan rasa itu, ternyata serupa embun pagi sirna demi nuansa dalam warna

Pemuda Kurus dan Atap Gerbong Kereta

  *buat ApSas yang mau bernostalgia seputar kereta :)     "Hey...turun kamu!"   "Iya kamu!...turun cepat!"   Pak polisi mengayunkan bambu panjangnya   menghardik puluhan orang yang berlarian   kabur ke kiri dan ke kanan pada pagi   di atas atap gerbong kereta Bogor-Kota   di stasiun Pasar Minggu       wajah-wajah itu memucat bergidik ngeri   takut terkena pukulan batang bambu       di sudut di antara sambungan 2 gerbong   pemuda kurus berjaket hitam lusuh membatin   pak polisi   bukan karena senang aku duduk diatas dilibas angin   bukan karena lebih nyaman duduk di sana   di banding berdiri berjubel berdesak-desakan   sampai baju koyak berkeringat di dalam gerbong keretamu   sungguh bukan karena itu       aku duduk di atas membayahakan diri di gerbong keretamu   karena aku memang ingin bebas tarif   uangku sedikit   hidupku ...

Hujan Yang Lama di Nanti

          hati beriak takjub setiap sudutnya serasa berembun saat rintik-rintik hujan menjatuhi bumi sore ini           berjuta bulir-bulir bening yang jatuh membasahi laksana wirid suci yang ingin kulantun hanya untukMU             setiap perciknya mengalun menghantar pada kisah-kisah lama yang tersimpan di diary hujan dan gerimis yang sama di senja hari           membisikkan sepotong rindu yang selalu terusik dilembar-lembar yang terpatri mencari binar kesejatian di telaga bening yang indah           Epri Tsaqib 31/10/2006 ahh..hujan..kamu pasti tahu bahwa sudah lama kami merindumu

Kutuklah Aku Untuk Mencintaimu

Kutuklah aku untuk mencintaiMu, karena mataku telah buta oleh pesona dunia karena telingaku telah terpikat oleh merdu sarwa Suara karena tanganku telah kotor oleh noda karena mulutku telah berlumur pura-pura karena aku selalu kalah oleh nafsu yang bertahta Kutuklah aku untuk mencintaiMu Karena aku telah terperangkap asmara nan maya Karena jauh di lubuk kalbuku Masih kurindu wajahMu Walau dengan perih hati dan rasa amat tak berdaya Kutuklah aku untuk mencintaiMu sebab aku tak mampu lepas dari berhala diri sebab aku tak sanggup menghindar dari nafsu duniawi sebab aku terkurung dalam labirin kepalsuan nan memabukkan sebab aku terperangkap dalam jerat-jerat keakuan Kutuklah aku untuk mencintaiMu Jauhkan segala yang akan menjauhkan aku dariMu Singkirkan segala yang menyilaukan aku dari memandangMu halau segala yang menambatkan hatiku tidak padaMu kutuklah aku menjadi pecinta sejatiMu

Di Luar Terlalu Gaduh

Dengan tergopoh-gopoh kugedor pintu: "Buka pintu! Cepat! Di luar terlalu gaduh. Aku ingin istirah, biar hatiku teduh." Tak ada jawab. Hanya senyap. Kugedor lagi pintu. Kuteriakkan keras-keras entah nama-Nya atau namaku. Tetap tak ada jawab. Selain harap. Sekali lagi kugedor pintu. Tak bisa lagi nunggu. Kali ini segala hardik dan serapah Melumur jua dari bibirku. Senyap sesaat. Sampai… "Kuncinya ada padamu!" Aku kelabakan, berputar-putar mencari kunci. Dari segala batas yang kutahu, aku mencari. Dari segala ujung yang kutahu, aku mencari Tak juga kutemu. Dengan putus asa akupun berbisik lembut: "Gusti. Bukakan pintu. Kuncinya tak kutemu. Aku ingin istirah. Di luar terlalu gaduh. Di luar terlalu gaduh…" 18 Desember 1998

Tulislah Namaku Dengan Abu

Bakarlah aku dalam bilik jantungmu hingga yang tersisa hanya abu Lalu dengan abu itu tulislah namaku seperti waktu kau punguti jam-jam yang meragu Tulislah namaku dengan abu Sebab kenangan hanyalah catatan alam yang berdebu Meski hidup cuma bayangan semu Tataplah hari-hari dengan senyummu Tulislah namaku dengan abu Untuk sekedar memberi kemungkinan sang waktu Melakukan tawar menawar dengan Tuhan Karena perjalanan, betapapun berat, harus diteruskan Tuliskan namaku dengan abu Berdoalah agar dari kematianku datang kelahiran baru Agar aku tak kehilangan kepercayaan kepada kesejatian Tulislah namaku dengan abu Karena rasa berdaya tak boleh mati begitu saja kesabaran menjadi samudra daya hidup menjadi cakrawala Tulislah namaku dengan abu Sebab kita tak pernah berencana bertemu Tulislah namaku dengan abu Biarlah angina membawa pergi kemana ia mau 21 Maret 1998

Pesta & Lomba Baca Puisi Di Festival Tirtangga I

Festival Tirtagangga I 22 -24 Desember 2006 Taman Tirta Gangga Desa Ababi Kecamatan Denpasar Kabupaten Karangasem Bali-Timur Penghormatan Bagi Ibu Dan Ibu Bumi (Pertiwi) (Hari Ibu, 22 Desember) Komunitas Tirtagangga Mempersembahkan: Seni Musik Spiritual Yogananda: Pesraman Saraswati Mahapradnya Desa Penyatur Saren, Budakeling Karangasem Seni Musik Tradisional Karangasem: Genjek Tirtagangga Cepung Semalung Seni Musik Modern (Lagu Berbahasa Bali): Gading Band Pesta Baca Puisi Artawa, Brata, Cok Sawitri, Keniten, Muda Wijaya, Tusthi Eddi, Raka Kusuma, Redika, Sunarta , Pudanarya (Karangasem) Abu Bakar (Denpasar), Angga Wijaya (Negara), Gayatri Mantra (Sabha Yowana Denpasar), Yastini (Tabanan) Kolaborasi Seni Bali-Lampung: Sanggar Kerthi Bhuana Lampung-Sumatra Workshop Seni: Teater Bali - Modern Oleh: Cok Sawitri Media Dan Pengembangan Sastra Daerah Bali Oleh: Bali Orti (Media Balipost) Dan Majalah Buratwangi (Karangasem) Seni Lukis: Made Budiana (Denpasar) , Wayan Redika ( Sanggar ...

Balai Seni Budaya RINGGI

Bagi komunitas seni yang ingin mengadakan pentas seni di Tana Samawa, dapat menghubungi alamat berikut sebagai jaringan kerja: Balai Seni Budaya RINGGI Balai Seni Budaya RINGGI Desa Kalabeso-Buer- Sumbawa didirikan pada tanggal 17 Agustus 2002 dengan visi misi sebagai berikut: Visi: Revitalisasi Seni Budaya untuk mengokohkan jati diri tau tana Samawa Misi: Peningkatan aktivitas dan kualitas seni tradisional dan non tradisional Pengertian: Balai Seni Budaya secara umum adalah tempat/ruang berlatih para generasi muda agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan seni budaya dalam memajukan dan mengembangkan kebudayaan daerahnya. Tujuan: 1.Membentuk generasi muda penuh aktivitas, kreatif, berkualitas, mandiri dan berkepribadian dalam mengolah bidang seni budaya 2.Konsen dalam meningkatkan apresiasi seni budaya masyarakat 3.Berupaya dalam meningkatkan kesejahteraan seniman/pamong budaya local Sarana penunjang: Balai Seni Budaya RINGGI memiliki sarana penunjang sebagai berikut: a.te...

Benteng

--12 Juli—14 Agustus,32 hari invasi Zionis ke Libanon Ratusan sniper disebar di seluruh penjuru kota. Hasan nasrullah menghilang ke dalam bentengnya yang aman dan terpelihara. Ia mampu menahan setiap gempuran roket zionis dengan dadanya. Ia adalah penerus Ahmad Yasin sang syuhada. Di dalam mihrab yang nyaman, ia menerima tamu dari wartawan dunia. "Perang ini tidak akan berakhir kecuali dengan senjata, tutur kata dan doa!" Selesai berbincang dan bertutur kata, kembali ia ke peraduannya untuk bertapa dan melakukan sujud dan doa. "Perang ini tidak akan berakhir kecuali dengan senjata, tutur kata dan doa!" Jika kalian penguasa-penguasa arab berdiam tidak angkat senjata melawannya, niscaya musuh akan mendatangimu akhirnya. Syahid di jalannya adalah garis yang pasti datangnya. Berkat doanya, anak-anak di seluruh dunia menyalakan PS2, merenggut joystik. Menatap monitor dan meneliti presisinya. Gairah dan kesabaran mendorongnya membunuh musuhnya. Begitu musuh rubuh dan...

Poso

Pemuda-pemuda pemberani mencegat aparat yang memburu tersangka dengan milisi rakyat jelata. Berhamburan masyarakat karena tabuh bertalu-talu mengiringi masuknya polisi. Pasukan polisi segera menelepon kesatuannya demi bala bantuan dan wibawa pemerintah, mereka meringsek ke dalam kepungan warga. Rendra berseru-seru agar berdamai dan menahan diri. Agus Sarjono mengejek kalian, pemuda-pemuda inlander yang ingin cepat-cepat merdeka. Ditahannya muatan sate semalaman di dalam perutnya, tetapi mencret Remy Sylado pagi itu tak tertahankan juga. Kaos, anarki, kebrutalan menjadi topeng dari keperkasaan pemuda-pemuda dan pasukan polisi yang saling berbentrokan di jalan raya. Kebencian dunia meruap ke angkasa. Kalian memang pemuda- pemuda dan polisi-polisi pemberani! Maka, jatuhnya korban, seorang yang tertanam peluru di tubuhnya, tiada lagi yang dapat menangisi kepergiannya… . Di sini telah mati hidupnya kemanusiaan. Oktober 2006

Peluncuran Kumpulan Puisi Johannes Sugianto "Di Lengkung Alis Matamu"

Mengundang anda semua untuk hadir dalam acara peluncuran kumpulan puisi Johanes Sugianto yang berjudul "Di Lengkung Alis Matamu". Buku ini berisikan 85 Puisi, dengan editor Joni Ariadinata dan Raudal Tanjung Banua, dan diterbitkan oleh Akar Indonesia, Yogyakarta.Sedangkan Pengantar diberikan oleh Joko Pinurbo, dengan gaya surat yang dia beri judul "Surat Malam Untuk Yo". Selain para penggemar sastra, anggota milis-milis puisi, akan hadir juga teman-teman relasi kerja dan kenalan lainnya yang akan membaca puisi juga. Diharapkan aneka latar belakang ini bisa makin menyemarakkan perpuisian di acara tersebut. Acara tersebut akan diadakan pada : Sabtu/ 25 November 2006 Pukul 18.00 s/d 21.00 WIB Lokasi : MP Book Point Jl.Puri Mutiara Raya no. 72 Cipete, Jakarta Selatan Telp. 021.759 10212 Denah lokasi bisa diunduh di

Johannes Sugianto

Johannes Sugianto dilahirkan di Bojonegoro, 5 Mei 1962 dan sejak usia setahun pindah ke Malang, kota yang membesarkannya dengan berbagai pengalaman dan petualangan. Lalu hijrah ke Jakarta, melanjutkan kuliahnya tapi mandek di tengah jalan karena biaya. Dunia jurnalistik sempat dijalaninya selama 7 tahun, dan sekarang menjadi staf Public Relations di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Sejak kecil, dunia sastra tak asing lagi baginya. Namun puisi memang baru disentuhnya, yang membuatnya langsung jatuh cinta. Karya-karyanya bertebaran di berbagai milis puisi seperti Bunga Matahari, Apresiasi Sastra, Puitika, Penyair, Fordisastra & media cetak. Di antologi "Jogja 5,9 Skala Richter" dan "Empati untuk Yogya" puisinya ikut bersanding dengan para penyair lainnya.'Mengalir bagai air, saat sumbat terbuka' begitu puisi baginya. Karena itu, ia tak hentinya belajar dari banyak penyair yang dianggapnya sebagai guru, seperti Hasan Aspahani, TS Pinang dan Joko Pinurbo...

Kemarau Yang Ringkih

Hidayat Raharja Sungguh siang menanti malam di tepian sore yang merambat dalam diriku menyisir sungai yang menghangat dalam uraturat jam yang kian kencang memacu ketipak jantungmu dari Alfaizi Dan serupa burung hantu jantungku berdetak menglepar menampik api matahari sore yang begitu lambat membalik waktu sampai uraturatku tak mampu menampung keringat siang yang melelahkan aku etrlalu lelah mengemban panas mataharimu yang amat kencang mengibas kulit jantungku sebab apinya tak juga padam dari sungai yang ku kirim dari basah mataku 081931535xxx

Requeim Dari Kedai Kebun

Ada seorang Penyair Masuk sana sini Rangkul A dan B Cium pipi kanan kiri Tua ia Kelabu matanya Tapi nafsu birahi Juga ambisi priyayi Masih nyalang di selangkangannya Kata-kata Ya, kata-kata Sudah masuk ke comberan Uang bertimbun di sakunya Siapa ia? Tak perlu sebut nama Cukup kau lihat forhandnya Perkasa katanya Meski aku tak yakin Surat kabar yang memuat fotonya Media propagandanya Kekasihku, lihatlah Ia sekarang di sini Meracuni tunas baru Yang masih polos dan lugu Sedang aku Hanya bisa ngungun Meneggak bir dengan hati ngilu Kuasa yang adalah karunia Hari ini Kembali dijerumuskan Ke dalam nista Lewat seni Atas nama estetika! Sepertinya Kita memang harus Menabur bunga Di atas tanah kuburannya Meski saatnya belum tiba Kedai Kebun, 9 Nopember 2006

Demo(krasi) Terbising

  Terlalu lama dibungkam, dalam belenggu kediktatoran Lalu terbebas dan Kebablasan Mulutpun bak balas dendam Teriak tak mau diam Terus bicara dan lupa mendengar Semua merasa berhak bicara Semua lupa  cara memasang telinga...!!! Hasilnya....? Kebisingan yang tak tertahankan.....! Keributan yang tak terkendalikan   Putra Nusantara 12-10-2006      

Gadisnowsky

Adakah kau berdetak seperti detakku Serupa nada lagukan cinta untukmu Adakah apimu seperti apiku Sebeku salju aku barakan untukmu Adakah petak hatimu seperti petakku Seserpih debu aku padatkan untukmu Adakah pada rayuku seperti rayumu padaku Selentik kutu aku bangunkan istana rindu padamu Adakah tangismu seperti tangisku padamu Selusuh sapu aku sulamkan hangat sutera cinta padamu Adakah damaimu seperti damai kutemu didirimu Serubuh tenda aku teduhkan cinta padamu Adakah mimpimu seperti mimpiku Sesingkat kedip aku lelapkan harap padamu Dan Adakah mampuku syairkan sgalaku padamu tentangmu Adakah..... Serupa hujan pada kemarau dihentikan Seindah pelangi pada terang dienyahkan Sewangi bunga pada kering disampahkan Sebenderang matahari pada malam dibenamkan Sekuat karang pada debur perlahan digoyahkan Sesetia napas pada mati dilupakan ....? Atau juga.... Seseksi Britney pada keriput dikentuti Sehebat Linux pada bug dikutuk Sewaras Nietszche pada jujur digilakan Kusyairkan saja.... Sgalaku p...

Lomba Cipta Puisi Fordisastra.com

Dalam rangka ulang tahun pertamanya, Fordisastra.com akan menyelenggarakan lomba cipta puisi dengan tema bebas. Masing-masing penyair boleh mengirimkan maksimal dua (2) buah puisi. Melalui email panitia di jalan_terang@yahoo.com.sg. disertai alamat lengkap dan nomor kontak. Naskah paling lambat diterima tgl 30 November 2006. dan belum pernah di publikasikan di media cetak dan internet. Naskah yang masuk akan di nilai oleh Dewan Juri dari fordisastra.com yang terdiri dari 1. Nanang Suryadi 2. Hasan Aspahani 3. Dino Umahuk Para pemenang akan mendapat kan hadiah sebagai berikut: 1. Juara Satu (1) Hadiah Uang sebesar Rp.1000.000.- + Paket Buku 2. Juara Dua (2) Hadiah Uang sebesar Rp.750.000.- + Paket Buku 3. Juara Tiga (3) Hadiah Uang sebesar Rp. 500.000.- + Paket Buku 4. Juara Harapan Hadiah Uang sebesar Rp. 400.000.- + Paket Buku Pengumuman pemenang lomba akan dilakukan pada malam pergantian Tahun 2006-2007 pukul 00.00 WIB. Di situs www.fordisastra.com

Baca Puisi dan Diskusi Buku Puisi di Mojokerto

Biro Sastra Dewan Kesenian Kota Mojokerto (DKM) akan menyelenggarakan Baca Puisi dan Diskusi Buku TULISLAH NAMAKU DENGAN ABU karya Abdul Mukhid pada : Sabtu, 11 Nopember 2006 pukul 19.00 WIB. Di sekretariat Dewan Kesenian Kota Mojokerto. Jl.Gajah Mada 149 (samping GOR Seni Majapahit) Kota Mojokerto. Informasi: -Saiful Bakri Biro sastra DKM 081 330 06 1978 -Ibu Anis Sutomo (wakil Ketua DKM) 081 231 51 792

Soto Mi

  Garpu mengurai jalinan mi jeruji besi luluh dalam didih air menusuk, senyummu   Segala bumbu tumpah ruah kekayaan alam terkeruk mangkuk kekuasaan dari rahim Ibumu   Segala wajah menunduk dalam kerut jeruk nipis yang terperas menyegarkan perjamuan agung   GreenTower, 7 November 2006 Setiyo Bardono

Kembali Ke Komunitas

Entah ada hubungan apa antara sastra dengan ilmu ekologi, tetapi yang menjadi pikiran saat melakukan perjalanan ke kota Cilegon untuk bertemu dengan Pemimpin Redaksi Fordisastra : Nanang Suryadi, adalah bahwa ada kemiripan antara niche (relung ekologi) dengan komunitas puisi cyber. Keduanya berlaku sebagai unit-unit fungsional dengan peran yang sangat menonjol di dalam habitat yang luas. Jika bicara niche maka kita bicara soal lingkungan hidup di suatu tempat tertentu, tetapi jika kita bicara soal komunitas puisi cyber maka kita bicara soal penyair. Keduanya adalah unit kecil di tengah-tengah sebuah kompleksitas. Kembali pada kisah perjalanan ke Cilegon. Setelah menyaksikan alam yang sedang diterpa oleh panasnya matahari musim kemarau, didapatkan pengetahuan baru dari seorang Nanang Suryadi - yang mengaku sedang vacuum menulis sejak dikaruniai sebuah puisi konkret yaitu seorang anak perempuan bernama Cahaya - bahwa komunitas seorang penyair tidak bisa dibatasi. Pertemuan yang ram...

(untuk Al-Faizi)

(dari Al-Faizi) dan aku tulis namamu ebrsama sore di tengah kecemasan antara puas dahaga dan sebungkus luka di meja senja waktu tiba ketika kita bersantap dengan sepiring gelisah disaksikan matahari yang ditutup malam (untuk Al-Faizi) Malam yang dijaga bintang yang bersinar dari mataku mata yang tak henti memandang bulan dibalik kelam yang menyimpan dongeng perempuan di singgasana purnama Yang kemudian turun  ketika gelisah berarak Arakarakan yang mengusung hujan  yang rindu tanah ibu Ibu yang mengajariku sabar kala kemarau tiba dan bersyukur ketika hujan menari

Sungai Yang Meluap

Afrizal menyelam dalam sungai yang meluap dari sela jemarinya rumahnya terapung di antara kepulauan dengan lembu gelap berenang melintasi kamal Afrizalmenjadi hujan membasahi tanahtanah puisi di pesisir timur Ada yang mengeras dan menjadi tugu di depan billboard reklame rokok kretek yang membakar lahan kota. Gedunggedung mengecat dindingnya dengan sisa hutan dan laut yang kurus. Sebuah kedai minum cocacola dan lahang di pinggir kenangan Tanahtanah menulis rindu dan Afrizal menjadi kali anakanak kampung mandi lumpur dengan puisi berbau vaksin dalam sebotol pertemuan di kesunyian yang gaduh Gaduh yang seperti Afrizal dipenuhi potonganpotongan kota yang tersekat di barisbaris penyebrang jalan 081703634xxx

Januari

ada yang menepi di sini   ke labirin sunyi   sesaat setelah kau sematkan namamu   bersama irama yang kekal pada ruang waktu     ada yang mencari di sini   kekal kata-kata   menyibak inti rahasia   untung nalang kehidupan   hanya sebatas tirai waktu   yang kelak juga membaur   pada rasa   dan rahasia tak lagi   punya makna     ada yang menyepi di sini   bersama ruap miasma   mengkaji asal dan mula   lara dan cinta   tak mengenal siapa     2006

Malam 30

Suara anakanak itu penuh gelak di antara percik kembang api dan malam terakhir ramadhan. tapi perginya ramadhan menyurutkan cahya bulan 1000 Suara anakanak itu memetik bintangbintang dan bulan gapaian Ada pedih meratap dari belukar malam Belukar yang menyimpan 30 malam sarang nyawaku mengeram luka dan menetaskan doa laut yang gelora dalam musimmusimku yang bertolak dari rindu Rindu yang kembali ke masa bayi, ketika harihari terseret dengan selempang yang berlumpur hitam dan kelam berlayar membasuh alis bulan yang melengkung dari pucuk ramadhan ke batang syawal Anakanak itu berlarian menyusul percik kembang api yang kian ramaimemenuhi ruang kelam Kelam yang kembali hiruk dari balik kotak gambar yang bergerak mengintai lelap mata 081703634xxx

Rendezvous

Pada tatapan musim   Yang menyembelih waktu   Dalam ritus persembahan rahasia   Menit membisu   Ruang terpaku   Pada cahaya   Yang memanggil dari luar jendela   O, geguritan sukma   Saat detik tiba ke haribaannya   Di sana   Kata-kata menutup usia     2006

Aku Tak Ingin Sepi

  jika pada sebuah hari yang kita sangka sebagai akhir, adakah yang dapat membuatmu berdiri meninggalkanku dengan kata?disebuah pantai yang telah kuceritakan padamu dengan pasir2nya yang mengubur kita dengan karang dan air asin. (karena aku tak ingin sepi.) ketika hilang yang berteriak dan sebuah ilalang yang beterbangan pada senja, adakah dirimu yang mengajariku melompat tali dan berhitung tentang angka2 yang genap seraya merebah disangkar burung yang kita namakan ibu?dan telah tertera pada sebuah pohon renta tentang hidup yang enak yang enak dicerna, yaitu namamu. (karena aku tak ingin sepi.) aku tahu tentang surga. dimana engkau yang bersandar dipundakku. bercerita tentang rumput dan canda binatang malam. aku tahu tentang surga. yang menyimpan lama pada senyummu. sehingga kita ingat tentang aku yang menjemputmu dan sejauh mungkin mengajakmu berjalan pada hari yang selalu ingin kusebut "indah". hingga gusar yang berdiam pada sebuah akhir yang ingin kuberi titik dan bera...

..Akhir

dan akhirnya semuapun harus direlakan,  jalan penghabisan dari cinta yang tak bisa dipertahankan hanya lambaian tangan air mata menggenang dan kecup perpisahan, lalu semuanya hilang ditikungan jalan, hatinya kembali sepi. sepi sekali   -rid-jejakrasamdo29 0906