Langsung ke konten utama

Renungan Pagi Pagi

Suatu pagi di rembang senja
Kala hati mengaduh dengan setumpuk tanya
Sambil berharap berjuta asa
Ratusan purnama telah usai ditempuh
Tetapi perjalanan masih saja jauh

Kemarin aku sudah berlari
Hari ini masih terus berlari
Esok masih akan tetap berlari
Mengejar nasib yang tak kunjung pasti

Kehidupan memang demikian
Selalu tersedia ribuan alasan
Untuk kemunafikan, kesewenang wenangan
dan berjuta penindasan

Ramai berita di koran pagi
Kedatangan Bush menuai kontroversi
Petinggi negeri sibuk sendiri
Rakyat kecil mati berdiri
Demonstran hanya hirau kepentingan pribadi
Paling kepentingan secuil partai

Lautan lumpur masih panjang cerita
Hutan hijau kian meranggas
Semak belukar makin kerontang
Ibu kota gerah dan panas

Gedung yg dibangun tidak jadi anggun
Jembatan yg dibikin selesai juga tak ingin
Jalan yg dibuat cepat sekali berkarat
Moral yg tersisa tinggal ampas dosa

Hari ini aku bertanya lagi
Apakah kehidupan memang seperti ini
Berlari dan terus berlari tanpa kenal berhenti
Mengejar nasib yg entah kemana pergi ?
Sementara detik detik waktu tetap lalu tak perduli

Pada sebuah kitab lusuh di sudut kamar mungil itu
Yang hampir hampir tak pernah kusentuh kecuali di hari minggu
Pandanganku nanar menjelalah cakrawala
Mencari hadirat Nya
Menyusuri hadirku di alam fana
Menanti terang cahaya

Atasku
Entah kapan kan tiba....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007