Kugurat wajah engkau di cerah langit jiwa dimana anginnya selalu meniupkan namamu Kuukirkan teduh matamu di hamparan teras hatiku dimana engkau bermain di taman itu menemui jantungku Kugenggam namamu selalu dan kugayutkan jauh di atas langit dimana kupanjatkan harapan di tahta Nya 28 Desember 2005 Dua Belas Tepat Tengah HariDua Belas Tepat Tengah Hari Kugurat wajah engkau di cerah langit jiwa dimana anginnya selalu meniupkan namamu Kuukirkan teduh matamu di hamparan teras hatiku dimana engkau bermain di taman itu menemui jantungku Kugenggam namamu selalu dan kugayutkan jauh di atas langit dimana kupanjatkan harapan di tahta Nya 28 Desember Dua Belas Tepat Tengah Hari
Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
Komentar
Posting Komentar