Langsung ke konten utama

Renungan Ambang Petang

Sepulang dari tempat berburu nasib, lelah fisik, capek hati, penat jiwa...lantas terciptalah puisi ini



Malam ini hatiku beku sendiri
Lalu ke toko buku aku pergi
Membeli buku buku puisi
Kiranya jadi obat tawar hati
Ada Sapardi,Pinurbo, Hasyim Wahid serta Calzoum Bachri
Sayangnya Rendra tak kujumpai

Walau sudah habis seluruh rak diselidiki
Separuh pramuniaga ditanyai
Tentu saja bukan yg laki laki

Ya sudah, aku lelah, ingin pulang
Tak lupa buku dibayar kontan
Agar jangan sampai dikira penjahat perang
Penjahat perang tidak bayar buku dengan uang
Tapi dengan senjata dan nyawa orang

Kata banyak cowok berjanggut dan bercelana komprang
Bush itu penjahatnya penjahat perang

Aku sudah pulang diantar mobil hitam
Masuk kamar nyalakan laptop aku terdiam
Bukankah hidup ini adalah perjalanan ?
Lintasi waktu juga ruang ?
Lalu apakah artinya kehidupan
Jika semua ingin diseragamkan

Untukku kehidupan adalah perenungan
agar kita mampu mengambil keputusan keputusan
yg berujung pd kesejahteraan sebanyak banyak insan
demikian kita menyembah Tuhan

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...