ah
kalo memang takdirku
ketika kau datangpun aku merindu
ketika lonceng pun aku merayu
ah
aku bukan takdir mu
ketika kau sapa aku
ketika kau minta aku
ah
kau adalah
antara ketika dan
takdir
pangalengan, 2004
Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
gw udah tau ini puisi siapa dari judulnya aja, hahaha.. ger, just off road your life a head man.. don`t look behind
BalasHapus