Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2006

Jenggala Berbisik

 Kawan pernahkan kau mengerti isi hatiku pernahkan kau tahu keinginanku yang harus kau tahu tak banyak keinginan karena aku memang ditakdirkan seperti ini     pernah kubisikan hasrat hatiku ini pada sahabat yang bisa mengerti aku pada kawan yang selalu ingin belajar padanya kuceritakan pintaku     boleh aku meminta kalian tak membawa bencana padaku bisakah kalian tak membawa barang-barang yang meracuniku maukah sebentar saja untuk hidup secara alami berkenankah sejenak untuk hidup menyatu denganku     aku berharap kalian tak akan tersiksa aku yakin tak akan menyakitimu aku percaya karena kalian mahluk yang paling sempurna aku tahu karena itu sudah menjadi takdirku     pernahkah aku berbuat jahat padamu hingga kau balas dengan menyakitiku padahal aku tak diciptakan seperti itu atau karena aku tercipta untuk memenuhi kebutuhan kalian     jangan salahkan aku bila terjadi bencana jangan maki aku saat badai menerjang janganlah vonis aku ...

Ray

How are you doing sunshine? Still I admire you up to now Loyalty, truth and trust Don’t you know what is going on there? Lord the almighty Could you please always keep them? Even raining or dray, give them your blessing Although my feeling is hurt They smiled at me with their deepest heart Please let them to cheer Here I am, without any abilities, except praying Someday when the ray shiny I’ll come back to them for a while How do you do sunshine? Peace be upon to you My best for them   Victoria, August 31, 2006

S Yoga

S Yoga lahir di Purworejo, Jawa Tengah. Karya-karya S Yoga di antaranya dimuat di J urnal Cerpen, Jurnal Puisi, Nubuat Labirin Luka-Antologi Puisi untuk Munir-Aceh Working Group-Sayap Baru 2005, Maha Duka Aceh; Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin 2005, Antologi dari Zefir sampai Puncak Fujiyama-Lomba Cerpen Kreativitas Pemuda Diknas & ICW 2004, Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2004, Antologi Penyair Jawa Timur-FSS-2004, Permohonan Hijau-Antologi Penyair Jawa Timur 2003 , Graffiti Imaji- Antologi Cerpen Pendek YMS 2002, Para Penari- Lomba Cipta Cerpen Nasional Kota Batu 2002, Sepuluh besar Lomba Cipta Cerpen Nasional Bali Post 2002, Dari Negeri Asing-Lomba Cipta Cerpen Forum Lingkar Pena 2002, Lampung Kenangan : Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2002, Semifinalis Poetry.com bulan Agustus 2002, Gelak Esai & Ombak Sajak Anno- Kompas 2002, Lomba Cipta Cerpen dan Puisi KOPISISA Purworejo 1998, Antologi Puisi Indonesia 1997-KSI, Amsal Sebuah Patung Borobudur Award 1997, Dewan Bahasa ...

Trilogi

  Suatu sore ia bertanya: "kemanakah Kristus?" Ia telah pergi ke bukit, mencari daunan; menemuisenja; menjumpai dosamu; mentari menjelma menjadi cawan; kuteguk bersama roti yang tersimpan di rusukmu; ada yang mengintip lewat hutan nadimu; medera bersama kawanan burung hantu; dingin.. dingin..; mentari menjelma menjadi daunan:' yang membisikkan caci dan igauan duka; ah.. semua penziarah itu mengukir panah air di kesunyianrerumpun:; dosa telah mengental di cangkir kopimu; lalu pada malam berseru; "dimanakah Kristus?" Ia telah meninggalkan bukit; jauh ke pusat utara; mencari daunan; menyeka ranting jiwamu; menatanya di tengah lelapnya lautan   081317428xxx     

Di Pagar Tembok Itu

Kini tinggal kenangan bayang-bayangmu yang tak kunjung padam, minggu lalu saat kulihat dirimu di pagar tembok itu tak terlintas dibenakku untuk merasa rindu. Ada nyeri,  ada kepedihan yang sulit kumengerti tentang rasa di hatiku kini. Biarlah rasa ini menemaniku, biarkan pesona keindahannya membangkitkan energiku hingga suatu saat saat rindu kita bertemu, walau tak lagi di pagar tembok itu   081322532xxx   

Semestinya

aku terjebak hiruk pikuk semestinya aku malu dengan tanganku yang berwudhu dan tubuhku yang bersuci lima kali.   aku ingin menepis namun terperangkap dalam cinta dan noda menjadi jelaga   semestinya aku apa?

Mimpi Riak

Sunyi : yang ada hanya desahan bumi "Siapa di sana?" Tanganku menggapai usia yang retak bilamana tarikan napasmu menyeringai menyembunyikan tawa yang menyala di tengkukku aku ebrseru di tengah ruang tidurku memaksa kenangan bangkit di sudut ruang waktuku "dan kemudian ia mulai berlari" bertanya sepanjang lorong kebencian menggemakan bait-bait rendah kengerian membunuh bibir yang pecah sunyi : yang ada hanya hembusan tanah mengering mengering dan terkulai hingga terbujur lenyap "Akhirnya ia berhenti" mentap seringai debu yang berbisik di halaman denyutku "siapa di sana?yang ada hanyalah engahan debu" menangis bersama gemuruh waktu 081317428XXX

Sebuah Rahasia Tidak Terbagi

: Mengenang Harry Wibowo     Takutmu akan hidup Membuat gemetar seluruh ragaku Karena apa yang kita cari, selain keniscayaan atas maut?                                                                                                     Sebuah rahasia Tidak landai Sama seperti sakit yang kita rasakan sepanjang umur Datang, berulang, dan terkadang tidak bisa dibedakan Antara yang sekedar jumpa atau mengenali sejak lama Dan terkadang lupa Seperti permainan Berapa lama waktu yang akan dihabiskan? Kau yang tak tersenyum Selalu memandang luar Enggan menyapa Dan rahasia itu selalu aman bersamamu     ...

Narasi 14/02

: menjelang sunset di pantai   kulepaskan cium beku dibibirmu kujelajahi tubuhmu sepanjang fajar kunikmati setiap sentuh hangat dari jari-jarimu terluka pada wajahmu yang basah poriku menganga mengisap asin darahmu aku muak dengan wangi yang kau tebar aku ingin menjadi manusia bukan camar ataupun karang

Burgundia ( III )

Oh, Burgundia yang berduka… di batas antara hasrat dan pedang Burgundia, keindahan wajahmu seindah senyuman di hari akhir Stein Ya, Stein Georg yang miskin dan pemberani setelah Karel Sang Pemberani berakhir kisahnya Keagunganmu telah terbagi, Burgundia! tiada pilihan… tiada sentuhan… tiada keabadian… Burgundia kini telah ditentukan kepastianmu adalah terbaginya tubuhmu! Para serdadu dan ksatria berjubah besi demikianlah dengan hati besi sang kaisar telah mengoyak paksa keindahan tubuhmu juga Stein Georg yang telah dikoyak kisahnya pada malam di batas penentuan tentang keabadian Oh, Burgundia yang terbagi… oh, Stein Georg yang terhempas… di malam yang bergelora di sisi-sisi sebuah penentuan! Agustus 2006, Leonowens SP

Burgundia ( II )

Malam yang bergelora di sisi-sisi sebuah penentuan Stein tercemar oleh kesetiaannya Burgundia kini diambang kepiluan Oh, Burgundia yang merana… di hamparan ambisi sang kaisar! Tiada pilihan… tiada sentuhan… “Malam yang terlalu panjang dilalui indah seorang penerima ajal, untuk sebuah kesetiaannya pada derita!” seorang ksatria bergumam lembut kini nuraninya kuasa meronta namun tak kuasa bergerak Oh, Burgundia yang takluk… di ujung kisah kedaulatannya Stein, tiada pilihan… hatinya tiada sentuhan tiada bujuk ketakutannya Stein kini telah ditentukan! Agustus 2006, Leonowens SP

Burgundia

Stein membara, bergelegak riuh amarahnya di penghujung hari menjelang malam Gelimang darah serdadu membasahi bumi di atas tanah ia memulai kisahnya tatapan matanya dingin meradang alunan nafasnya seakan berapi jeritnya menggeletar malam dikelilingi para ksatria berkuda milik sang kaisar, Louis XI Para ksatria telah mengepungnya seorang diri ia mempertahankan kisahnya kini hanya pedang terhunus, setia mendampinginya di balut darah, mengalir di mata sang pedang Stein tak beranjak dari takdirnya, ketika pesona kematian menggodanya tiada ketakutan paling menakutkan selain kesetiaannya pada derita “akan ku akhiri pertempuran ini dengan kekokohan jiwaku, akan ku mulai kemenangan ini dengan penghakiman di tubuhku, aku akan terbebas setelah alunan malam!” tiada gentar Stein mengulum kisahnya   Agustus 2006, Leonowens SP

Dosa Kita

kepada Saut Situmorang   dosa kita adalah mulut yang menganga tanpa kepala dosa kita adalah kata kata yang terhimpun dalam juta riakbusa dahak airliur yang menyembur dari mimbar khotbah hingga pulang mereka ke rumah rumah membawa dendam amarah mengasah parang pedang lalu turun ke jalan jalan membakar harapan menghanguskan mimpi mimpi sambil berteriak nyaring seakan Tuhan tuli dan berkata seakan Tuhan kecil hingga perlu diseru 'TUHAN MAHA BESAR' dosa kita adalah mulut dari hati yang busuk, menjadikan ayat ayat suci sebatas mantra penghalau jin pengusir setan demit dan gendoruwo atau penarik simpati hingga ayah ibu lugu rela memberikan anak gadis mereka karena yakin masuk sorga meski dijadikan bini ketiga keempat kelima dan seterusnya dosa kita bukan hanya pikiran yang busuk tapi hati yang menyarang ular dengan sekian juta racun bisa yang siap membunuh siapa saja, tak peduli ayah tak peduli anak tak peduli ibu tak peduli saudara tak peduli teman apalagi hanya temannya teman ayah...

Empat Nama

Kusapa retakan namamu kaupun mengerang; 'Siapa kita?' kau bertanya Mereka menjamah jubah dan napasku  mencoba menemukan sekeping tanda apakah kita berjalan? Apakah kita tertawa? Apakah kita berarti? Dalam perjalanan bisu kami  salah satu berseru "Kita tidak pernah Kesini!" tiba-tiba ia meraihku mencengkram lengan dan napasku mencoba menemukan selembar tanda dan akupun menjerit hingga debu berjengit 'siapa kita? ' kau mengerang kita masih tetap mati 081585165xxx

Di Gerbang Kya-Kya

            buat Puput Amiranti N embun terputus ke pinggir gapura: kupu-kupu berbagi peran dengan bayangan, semu, lama menghibur diri, betapa lekat ia dengan perpindahan kekasih lama, warna agustus yang ragu, almari dengan gelisah yang bertumpuk, angin telanjang pada jambangan bunga .....kita pura-pura tak mengikut melecut hampa, lampion, kulit pohon yang mengering, rembang, sebelum janji dingin larut, prenjak tak mau meraba kelak, cuma bisa menduga-duga bahwa peran cuma perpindahan warna, bunyi, kesal yang terlanjur, di seberang: usai jam 1 dini hari, menyisih langit pucat, lapar memeluk sia-sia berkenalan dengan dunia kini jauh aku dari daratan sejenak rindu, sejenak curiga kepada gelap " ranti, tak cukup bibir menahan ujar, lampu habis di meja, kumbang-kumbang puntung rokok, kematian siul suara kusut, bulan dalam gambar badut peran kita susul menyusul ke gelap yang kesal, pada kanal- selalu kau menjebakku, tentu karna ceritamu lebih...

Galih Arum Prabangkara*

  Rumah lama, berlumut dan mengikat magrib lekat ke kulit mencapai isi sebuah langgam: azimat menjadi pasti mata yang menangkap ikan dari ruang yang ditinggalkan-isi yang sembunyi dan berpura-pura ke balik warna kusta, Kita membangkang, letak yang diraih kupu-kupu yang terburu, bubar dari gelanggang jeda dari bunga-bunga gunung Kita sementara, putus dari gelombang warna dan akal-mengingat letak yang berbintik bintik, suara ibu nun jauh, tampak biru, Semeru tetangga dengan pecahan kecambah di ujung bibir. Malam habis. Kita menetap pada gelombang waktu, tak mengingat firman lama, tak menyentuh alir air cuma tingkah kesal yang merogoh saku mencari-cari uang recehan. Kita senantiasa di luar ingatan: diam-diam menggiring ternak dari kanal, menyisih dan tak padam. Dalam dingin yang ingkar (Sidoarjo, 6 April 2006) *) dari babad Joko Tingkir

Di Tengah Kemacetan, Jl. Ahmad Yani, Surabaya

langit melintas lenggang tak cemburu; warna yang lebih burung-burung mei sibuk         seperti tari yang tak mesti getir, tak ganjil, sekejap lebih hidup dari syahwat, baju biru, lalu dalam lenggang, patahan gerbang dicambuk angin-Kehadiran yang diam-diam Janji tuk berkawan, bukan sebuah peran membasuh embun dalam dini hari: pada pakis sumur, aku tertegun, jiwa yang rabun cuma menulis bunga-bunga liar- riuh saling bersahut ke batu bukan mayat          siang dalam shalat- sampar yang tak hikmat     yang berebut keramat- ada yang lintas                          seperti bualan : di sini kau berkerudung sekedar menduga-duga sebuah tema      magrib raung birahi: jalan itu sibuk                   ...

Kramat Gantung, Kita Bicara

                Buat Aming Aminoedhin /1/ merentang sejarah  ke kuntum isakmu, ku cari nyanyi burung, mengingat semua suara         tak lagi duri yang menusuk isakmu     seperti retakan dunia, tempat pasir         tak lagi terlindung dari tiup angin cahayamu diam     matahari ke sela alis, menempuh isyarat kerlip mata, tempatmu terbius kota-kota parasit     langit jadikan jawab; desahmu kureguk         saat aku dijebak selat ceritamu             saat batu karang tumpah ke mukaku: sungsang, aku terkenang luncuran lembing lembing. Januari ke 16. kawanan hilir dan teriak; keberanian itu minta sebab, Kau menyimakku yang lompat lintasi waktu, menerka-nerka kemana aku mengikut hiruk, berpikir dalam gelombang yang sibuk; tuntutan dan pilihan: "aku ...

Ringin Sepuh, 1966-2006

RINGIN SEPUH, 1966-2006 /1/ malam marah,     susut terselimut luka erang seperti zakar            randu runduk         adalah keparat aku mengapung                           lagu yang bodoh kesombongan     yang tak diingat           kupu: dalam sunyi kupisahkan diri dari masa lalu    tumbuhlah lentik api       dongeng cinta yang bodoh     jadi mimpi dalam bayangan seperti erang pada jahitan bajuku- apiku menebas kutu, bau busuk                 denging lapar yang hina tatapanku runtuh            malam tuli arah pengetahuan       ...

Raih

        : Uerico Guitterez Kemudi yang ingkar. Mei dengan gerbang bergambar seekor harimau seperti rezim sebutir batu. Dan sayap-sayap manusia setengah dewa itu-Kita tak pernah sama dalam hampa  malam ke-7, kita diciptakan dalam rengkuhan saudagar-saudagar memilih tempat kekasih. Seekor angsa dengan buluh-buluh menyala, berteriak: "Kami punya hak bersemak atau tidur dalam rumpun," mereka teriak demonstran itu menabrak cahaya bekas unggun masih hangat, "Kita terpisah pasar dan pusat, Kita tampak sesaat Lalu abu," katamu dalam barisan yang terkenang: arah yang kecut melenggang kikuk. Mengumbar cakap tinggalkan Los Palos dan merdeka unggun yang berbeda cakap (Surabaya, 30 April 2006)

Kinanti

Kembang pahit. Pigura patah. Gadis pakansi menukar langkah, sedikit hati-hati bayangannya terputus-putus, memanggil manggil raga, "Hati ini ringkas lempar angan ke udara lekas, bibir tak bergincu. Ia berdosa, lencir ungu menyentuh kaki meja, "Syairku bisu terpekur-tertampang ruang yang lapang. Tanpa air mancur tanpa patung seorang Hakim." O Gadis pakansi, sebabmu terbungkuk memungut recahan, tak tertahan tak terkenang- seekor angsa geliat dari kawanan ia bentuk bulan pucat. Berdalih dan menangkap hiruk, riuh-rendah, teriak melantang hilang lupa. Gairah! Gigih tangannya menjangkau kerjap, letih mata semalaman-Ia memecah es berduyun turun dari bukit; "Nadaku puas kata-kataku terlepas. Rontok dari pigura, dan esoknya lumut" (Ngagel, 1 April 2006)

Buduran, 52

Terbang dalam senggang; kita tak perlu sembunyi dengan meniadakan dengan membiarkan hiruk burung, usil dan bergolak. Kita punya dua tangan dua ruang selagi tirai menutup dari terang, "tidak. Tidak dengan menutup kalimat dan bebunyian dengan tanda koma, jeda, atau regangan pada ketukan larik…" kita lebih cepat selangkah, satu langkah di depan blibis-blibis Januari, seperti meletakkan sebuah peniti ke bawah bantal-kita butakan kemauan selingkuh ke hari basah. Januari yang cermat dan lebih cerdik dengan mencintai sesuatu, menyadari tenaga gigitan kita. Stasiun ini terukur: 3 meter dalam 3 tahun, kita memilah pandangan merasakan sentakan. Hujan dan pukulan kaki yang teratur ke lantai shelter, bergegas bersama himpunan penduduk menyisih dari gerah (Sidoarjo, 2 Januari 2006)

Personalitas dan Impersonalitas Puisi-Puisi S. Yoga*

Laboratorium Sastra yang digagas oleh Dewan Kesenian Jawa Timur pada kali ketiga mengulas puisi-puisi karya S Yoga dalam kumpulan Patung Matahari. Bertempat di gedung DKJT tanggal 26 Agustus 2006 pukul dua siang sang penyair S Yoga menyempatkan diri untuk berdiskusi langsung perihal antologi puisinya tersebut. Sebagai pembedah kali ini didaulat Lina Puryanti (Dosen Sastra Unair). Acara yang berlangsung santai tapi penuh keseriusan ini dihadiri oleh sejumlah teman dekat sang penyair yang juga diantaranya merupakan pengurus dari DKJT. Sebut saja nama-nama seperti W Haryanto, Sony Karsono, Didik, Akhudiat, Ribut Wijoto dan penulis Soya Herawati, penyair muda perempuan Puput Amiranti serta sejumlah siswa SMU di Surabaya. Sekedar untuk diketahui S Yoga adalah penyair yang lahir di Purworejo Jawa Tengah. Alumnus Sosiologi FISIP UNAIR Surabaya. Sajak-sajaknya tersiar di sejumlah terbitan, baik local maupun nasional. Juga menulis cerpen, naskah drama, geguritan, essay, novel dan masalah sos...

Lelaki Tidak Menangis

 Boys Don't Cry     Diantara jalanan yang sesak berdebu.   Kupacu terus agar nadiku bergerak.   Dan jantungku berdetak.   Diantara semua yang di cetak hitam.   Tak ingin kuterus lanjutkan.   Tak ada yang tahu diremang-remang ruang.   Kalbuku coba menyentuhmu dengan terisak.   Nama namamu terlempar begitu saja.   Cuma mulutku tak hendak berucap.   Cuman hatiku yang terngiang namamu.   Lalu kupasrah dalam telinga tertutup.   Kemudian tersungkur.   Seandainya semang tak kunjung pergi.   Tak mauku malu, melihat mataku.   Semalam tak henti hangat.   Kini tinggal sembab.   Aku masih dijalan yang penuh asap.   Hai penjaga hati.

W Haryanto

W Haryanto lahir di Surabaya, 14 Oktober 1972. Penyair, eseis, Komite Sastra DKJT, pimred Majalah Kidung , juga penggiat kelompok diskusi TaS, selain kesehariannya sebagai staff TU Balai Bahasa Surabaya. Karya-karyanya banyak dipublikasikan di sejumlah media massa, termasuk Kompas, Jurnal Kalam, Jurnal Filsafat Mitra Budaya, Koran Tempo, Media Indonesia, Jawa Pos, Bali Post, Surabaya Post , dll. Saat ini sedang menyiapkan buku kritik sastra, " Penyair Tak Perlu Negara: menyingkap teks 10 penyair Jawa Timur ". Kru Puitika.Net berkesempatan mewawancarai penyair ini di kantor DKJT Surabaya. Berikut percakapannya. Setiap orang memiliki cerita yang berbeda tentang pengalaman mereka menulis puisi. Anda mungkin bisa menceritakan sejak kapan menulis puisi? Saya menulis pertama kali tahun 1994 akhir itu karena saya berinteraksi dengan beberapa kawan di kampus. Beberapa kawan saat ini masih aktif seperti Soni Karsono kemudian S. Yoga kemudian Panji K. Hadi kemudian ada lagi yang menj...

Musim ke Lima! Sayembara Puisi Bulan Ini Edisi Juli 2006 Puitika.net!

Setelah mendapatkan pemenang untuk edisi Juni 2006 maka Puitika.net kembali membuka sayembara di musim keempat untuk edisi Juli 2006. Untuk sayembara kali ini Puitika.net mengambil tema "Maafkan dan Lupakan". Sayembara ini diharapkan dapat memunculkan berbagai bentuk eksplorasi dan gagasan baru pada penulisan puisi. Panjang naskah maksimal 500 kata. Naskah dikirim ke panitia lewat email. Pengiriman naskah paling lambat tanggal 02 September 2006,disertai tulisan Sayembara Penulisan Puisi di headline e-mail. Puisi yang dikirim harus disertai biodata lengkap. Editor akan memilih 10 puisi untuk di votingkan secara langsung untuk pembaca puitika.net. Puisi dengan suara terbanyak secara aklamasi akan menjadi Puisi Bulan Ini. Puitika.net menyediakan hadiah menarik bagi pemenang pertama, kaos dari sponsor puitika.net dan piagam dari puitika.net. tersedia juga hadiah menarik buat pengirim dukungan yang akan di undi oleh pihak panitia. Dukungan yang diberikan selain mencantumkan judul ...

Sajak Derita Pahlawan Devisa

hari ini lagi lagi seorang tkw terbunuh dinegeri orang,ku tak mau catat namanya, kutak mau tahu kampung asalnya, kutak mau tahu warga negara pembunuhnya, karena aku mau semua ini tidak memambah panjang deretan fakta kehancuran derajat bangsa.Aku ingin munafik saja, karena ternyata itulah "agama" anutan bangsa kita. Persetan dengan Devisa Bila harus didatangkan dengan derita Persetan dengan Devisa Bila harus menjual derajat bangsa   Apakah bangsa ini tak punya malu? Devisa didapat dari keringat babu Lalu dirampok lagi oleh konglomerat bau Berkongsi dengan Pejabat berhati Batu   Bangsa apa namanya kita.....? Yang warganya tergusur tergusur Tergusur dari sini, dari negeri sendiri Tergusur lagi dari sana,negara pemberi kerja   Lalu dinina bobokan dengan julukan kemunafikan Disebut sebagai Pahlawan ,meski pulang tak perawan Pahlawan Devisa Negara Kehormatan tak terpelihara   Pahlawan Devisa. Yang selalu  terperkosa Diperkosa disini.Diperkosa ...

Pengumuman Pemenang Krakatau Award 2006

Sajak "Tamsil Damar Batu" karya Jimmy Maruli Alfian (Lampung) memenangkan Krakatau Award 2006 yang diselenggarakan Dewan Kesenian Lampung (DKL). Puisi ini terpilih dari 347 judul puisi yang dikirim 142 penyair dari berbagai daerah di tanah air. Dewan juri yang terdiri dari Acep Zamzam Noor, Budi P. Hatees, dan Isbedy Stiawan ZS juga menetapkan sajak "Nyanyian tentang Tujuh Anak Tangga Rumah Panggung" karya Anton Kurniawan (Lampung) sebagai pemenang kedua. Lalu, pemenang ketiga diraih "Dongeng Poyang Sepanjang Sungai" karya Fina Sato (Bandung), dan keempat "Pulau Kampung Pukau Kampung" karya Hasan Aspahani (Batam). Para pemenang, menurut Ketua Komite Sasta DKL Budi P. Hatees, berhak atas hadiah piagam dan uang. "Masing-masing penerima mendapatkan hadiah piagam dan uang Rp1 juta untuk juara satu, juara ke dua (Rp700 ribu), ke-3 (Rp500 ribu) dan juara ke-4 mendapatkan hadiah uang snilai Rp300 ribu," katanya. Ketua Dewan Juri Lomba ...

Agenda Museum Seni Mpu Tantular Surabaya:Agustus 2006

AGENDA: 12 AGUSTUS 2006: BEDAH BUKU "AKSARA YANG MENETASKAN API" karya TIMUR BUDI RAJA Pembicara: KY KARNANTA MUSEUM SENI MPU TANTULAR RUANG ETALASE, AKTIFITAS DAN KREATIFITAS JL.MAYANGKARA 6 SURABAYA TELP 031- 5610432 19 AGUSTUS 2006: DISKUSI MUSIK "MUSIK DAN NASINALISME" Pembicara:MUSAFIR ISFANHARI,NASAR BATHATI 25 AGUSTUS 2006: DISKUSI TEATER "MEMBACA TEATER JATIM:KEMARIN, KINI DAN ESOK" PEMBICARA: R.GIRYADI,KARSONO 26 AGUSTUS 2006: BEDAH BUKU "PATUNG MATAHARI" karya S.YOGA Pembicara: ADI SERIJOWATI 15-22 AGUSTUS 2006: PAMERAN SENI RUPA KAMPUS STKW,UK PETRA,UNIVERSITAS NEGERI MALANG, NIVERSITAS NEGERI SURABAYA, UNIV.PGRI ADI BUANA SURABAYA, ITS,UNIV.MUHAMMADIYAH MALANG. Pembukaan: Selasa, 15 agustus 2006 Pukul 16.00 wib-selesai 26-29 AGUSTUS 2006: PAMERAN FOTO KESEJARAHAN DAN PERMUSEUMAN PAMERAN BERSDAMA MUSEUM DAERAH DI JAWA TIMUR Pembukaan: Sabtu, 26 agustus 2006 pukul 09.00-selesai. Untuk bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jaw...

Kupu-Kupu Kayu (K3)

Waktuku beberapa tahun lalu Pernah ku dengar namamu sekelebatan Banyak yang menyanjungmu Kata mereka kamu bukan wanita biasa Kudengar pula, banyak yang ingin mengenalmu Namun, sombongku datang tuk tak mengerti kamu Terpisah kita untuk sekian lama…………………………. Dipanasnya kota kecil pas di pertigaan Ada suara asing namun akrab menyapa aku yang kesal ! Kutatap gadis berkerudung putih dengan dua kayu ditangan ( Entah ? ) Aku tahu kamu………….. ( Heran dia sebut namaku ? ) Lalu, anggunnya dia, menutupi heran dan ibaku padanya Berjalan kearahku yang terdiam, dengan kayu ditangan. Bicara padaku tentang dia, mengapa lupa~~~?! Senyumnya penuh hati, lalu diam menunggu aku bicara Dia berdiri dengan baik, namun masih dengan kayu ditangan Sombongku hilang, egoku lenyap, kakiku gemetar, mataku nanar Dia tetap ada Dia wanita yang dulu banyak diceritakan Kini didepanku, tanpa alas kaki ! Yaa  memang dia ta...

Waktu Yang Tak Biasa

Ini adalah pekat yang manis Bisikan tadi menuntunkku membuka lagi memori Semua kubuat dengan hati Jujur meski terbata-bata aku kembali lewati bait-bait dulu Tahukah aku kadang tak kuasa? Sebab seluruhnya adalah catatan waktu Tak bisa kembali namun pasti terjadi Ini adalah deru yang biru Ingatlah deretan gerbong tua itu Ketika berlari menerobos gelap meski sebentar Sering kini kusuka sendiri Walau kutaksuka sendiri Sering sudah kuingkari Meski kusudah berjanji Ini adalah waktu yang tak biasa Tersenyumlah, masih ada waktu untuk syair-syair suka Yakinlah, ada taman indah yang cuma kau miliki sendiri Tempatmu untuk berani tak ragu…..

Tuju-an

Bumi ini makin renta dimakan usia Sementara penghuninya semakin penuh sesak Kadang bumi ini ingin mengajak kita merenungi namun tanpa kata-kata Aku sendiri akan kembali mencoba menggapai mimpi Mimpi yang dulu sering datang dalam tidurku Aku memang belum bisa berbuat banyak untuk bumi Ada yang memang beruntung ada yang tidak Ada yang bisa menerimanya ada juga yang berontak Orang-orang terdekatku juga Ingin rasanya aku datangi mereka satu-persatu Meski hanya dengan sedikit buah ditangan, berbagi sebuah asa Tahukah kalian kalau kutak henti berdo’a Namun biar sajalah kalian tidak tahu Sebab biar hanya yakinku Ada asaku dalam dada Ada do’aku untukkmu Semoga masih ku diberi waktu dan kesempatan Kuingin kalian semua tersenyum biar getir dan manis Biar do’a menjadi rahasiaku denganNya Aku yakin akan datang suatu masa Biarlah terus jadi rahasia Asalkan kalian bahagia seutuhnya Kukan terus simpan rahasia Selamanya, sebab hanya itu kubisa saat ini……..

Semua Orang Punya Rahasia

Sssst jangan bilang siapa-siapa ya Aku punya satu cerita yang belum pernah aku ceritakan sebelumnya Bukan pada malam atau siang aku berbagi Tak juga pada matahari sahabatku Aku malu nanti rahasiaku ada yang tahu Nanti mereka paham siapa aku sebenarnya Suatu hari temanku bertutur begitu Seperti ragu dia hendak utarakan maksudnya Tapi benar kamu ngak akan bercerita pada orang lain to??? Ini tentang………………….. Wajahnya berubah merah namun tersipu Tangannya diremas-remasnya sendiri Kadang dia gigit kuku-kuku tumpulnya Aku punya rahasia Tapi kamu nggak boleh tertawa kalau mendengarnya Suer kamu janji ya, kamu temanku yang paling kupercaya Sebenarnya aku………..ehh aku… Kamu mau bilang apa, aku nggak paham Seketika wajahnya tampak ragu dan melihat mataku dalam-dalam Aku cuma bisa bilang Setiap orang seharusnya punya walau hanya satu rahasia Tak mungkin kau harus ceritakan semua Seorang pesulap pun tak akan bercerita semua...

Akuiku

Jujur entah pada siapa lagi kupercaya Lama sekali kutunggu hati yang gundah ini reda Sebentar saja luangkan waktumu untukku Adakah? Sekejab beban menggunung ini terbelah Aku salah menjadi orang baik untuknya Menurutinya, menemaninya menangis, menjadi segalanya Walau untuk itu aku harus terbuang menjauh dari arusku Tahukah kau yang tersisa darinya kini Cuma benci dan sanksi Aku rapuh,,,tak punya lagi aura yang dulu kubangga. Bukan itu saja dia juga sudah menuduhku menjadi sepertinya Tidak……….aku bukan dirinya, aku begini hanya untuk menolongmu Sudah………aku ingin beberapa waktu saja untuk jujur akuiku salah “Semua kita pernah jatuh  bahkan ketempat yang mungkin tak pernah terjamah” “Sudahlah masih ada hari dimana kau bisa tatap langit cerah” “Waktuku tak banyak, tapi kuharap kau tahan tangismu, sebab aku yakin kau mampu” “Citamu indah dan mulia, suatu saat kita bertemu lagi, jadilah dirimu apa adanya...

Sorak

menyerang bagai boomerang halayak ramai ujarnya riang sorakan makna kemerdekaan dalam hati tak mengerti mengerang membungkam   terpercik air muka sendiri teriakan polos meringik merdeka indonesia ku namun rakyat mu masih terpaku   merdeka kah rakyat mu??

Gelap Dan Terang

  Kenalilah  cahaya sinar yang terang Mudah menebarluaskan pandang   Bandingkan dengan gelap  Yang menghasilkan pengap Sesak yang selalu mendesak, Nurani jadi terdesak   Ambil pilihan yang jelas, Cahaya yang memperjelas Jangan coba menggabungkan Antara gelap dan terang Kau dapatkan remang remang Disitu...... Kau akan salah memandang   PutNus 20-08-2006

Biarkan Pagi Cerah Baginya

BUAT PARA EKS TAHANAN POLITIK   Wahai Saudara yang merasa hidupnya teraniaya…. Terpinggirkan tersisihkan oleh setumpuk fitnahan   Kini Senja sudah tiba diujung jalan hidupmu. Pagi dan Siang bukanlah milikmu lagi Karena esokmu bukan berada disini Tapi disana dibentang jalan abadi   Biarkan mereka yang masih dibuai pagi Menapaki jalan, yang tidak berduri lagi Biarkan tangan  tangan mungil mereka Berjabat mesra,sesama penerus bangsa Karena mereka, bukanlah engkau Karena mereka bukan pula dia Dia yang menebarkan duri ditapak jalan hidupmu   Mereka penerus kita Anak anak turunan kita Anak aku,anakmu juga anak anak dia Dia yang menebarkan duri ditapak jalan hidupmu   Berikan peluang riang ...... Pada mereka yang sedang memeluk hangatnya siang Disenjamu, walau kau Jemu , Tak bijak membuat mereka saling ber adu   Hidupmu ....bukan milikmu Hidupku .... bukan milikku Hidupnya....bukan miliknya juga   Bila adil tak kunjung engkau terima Jangan kau san...