Langsung ke konten utama

Sajak Derita Pahlawan Devisa

hari ini lagi lagi seorang tkw terbunuh dinegeri orang,ku tak mau catat namanya, kutak mau tahu kampung asalnya, kutak mau tahu warga negara pembunuhnya, karena aku mau semua ini tidak memambah panjang deretan fakta kehancuran derajat bangsa.Aku ingin munafik saja, karena ternyata itulah "agama" anutan bangsa kita.



Persetan dengan Devisa
Bila harus didatangkan dengan derita
Persetan dengan Devisa
Bila harus menjual derajat bangsa
 
Apakah bangsa ini tak punya malu?
Devisa didapat dari keringat babu
Lalu dirampok lagi oleh konglomerat bau
Berkongsi dengan Pejabat berhati Batu
 
Bangsa apa namanya kita.....?
Yang warganya tergusur tergusur
Tergusur dari sini, dari negeri sendiri
Tergusur lagi dari sana,negara pemberi kerja
 
Lalu dinina bobokan dengan julukan kemunafikan
Disebut sebagai Pahlawan ,meski pulang tak perawan
Pahlawan Devisa Negara
Kehormatan tak terpelihara
 
Pahlawan Devisa. Yang selalu  terperkosa
Diperkosa disini.Diperkosa disana
Berangkat dengan  upaya keras
Pulang disambut,untuk diperas
 
Bangsa Bau , Pengekspor babu
Didalamnya ada aku.....!
 
 
PutNus 21-08-2006

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...