Buat Aming Aminoedhin
/1/
merentang sejarah ke kuntum isakmu,
ku cari nyanyi burung, mengingat semua suara
tak lagi duri yang menusuk
isakmu
seperti retakan dunia, tempat pasir
tak lagi terlindung dari tiup angin
cahayamu diam
matahari ke sela alis, menempuh
isyarat kerlip mata, tempatmu terbius
kota-kota parasit
langit jadikan jawab; desahmu kureguk
saat aku dijebak selat ceritamu
saat batu karang tumpah
ke mukaku: sungsang,
aku terkenang luncuran lembing
lembing. Januari ke 16. kawanan
hilir dan teriak;
keberanian itu
minta sebab,
Kau menyimakku
yang lompat lintasi waktu,
menerka-nerka kemana
aku mengikut hiruk, berpikir
dalam gelombang yang sibuk;
tuntutan dan pilihan: "aku berhak,
aku berhak,
aku berhak-
memiliki ibu, peta, amanat
yang tajam yang menekan
ke ulu hati sampai festival kembang api
kya-kya, sampai bocah-bocah meluncur
dari jalan kata-kata. Bercericit
menagih rasa dari air
mancur yang dulu,
yang dulu-kuwarnai letak, bergulung-gulung
dan kembali pada sesuatu yang pernah
"mencapai yang terberi....
ke gigir daun"
/2/
bersama burung:
lebih utuh warna tak luput dilecut cemburu
kawan tuk bertukar tatapan gaib rumput, bau hijau
dalam sementara jendelaku terbuka
menanti yang diharap gerimis kusut, luka yang masih
pilihanku mengapung cerdik dan hati-hati-
seperti remaja di pesta kembang api aku lesat jadi tema, lalu gaung
kusadari warna
cinta yang uzur, maka kutahu
kemana pilihanku melaju
kurasa unggas-unggas mengucap lemah
mainkan peran yang tak sama
kadang muram
kadang penuh nyanyian
sejak itu: pagi kuyu, rasa sakit menyatu dengan kesetiaan
lebih utuh aku menantimu, tak lelah aku membacamu
yang berpeluk ke pepohon, takhayul yang mencari
mata gerimis, tak segera lepas dari kenangan
kau mengganti kulit tahun, dan rasa peduli
hilang kendali, ke batas kehendak, aku
diam-diam bergeser, acuh atas masa
lalu, bukan akal menjamah hutan
ke awal syair, hening bertukar
rupa, hari remajaku seperti
bualan yang hikmat
ke bawah payung
........................
/3/
lebih cemas nada serangga
seperti mata yang tak memilih, diam yang kedap,
diri jauh, nyanyikan minat mencari arah,
tak lagi, ke laut lepas, hatimu
tak mau jadi kupu mati, tak mengucap ke sunyi gurun
kau menyerah kepada rayap
tanpa tema, seperti mata penyair
keyakinanmu seperti sajak-sajak protes
kau baca sumur tua, setengah
tangis mengubur
matahari, ingatanmu tumbuh
tanpa berkata: " inikah pada akhirnya?"
(Surabaya 2004-2006)
Komentar
Posting Komentar