Kembang pahit. Pigura patah. Gadis pakansi
menukar langkah, sedikit hati-hati
bayangannya terputus-putus, memanggil
manggil raga, "Hati ini ringkas
lempar angan ke udara lekas,
bibir tak bergincu. Ia berdosa, lencir ungu
menyentuh kaki meja, "Syairku bisu
terpekur-tertampang ruang yang
lapang. Tanpa air mancur
tanpa patung seorang Hakim."
O Gadis pakansi, sebabmu terbungkuk
memungut recahan, tak tertahan
tak terkenang-
seekor angsa geliat dari kawanan
ia bentuk bulan pucat. Berdalih dan
menangkap hiruk, riuh-rendah, teriak
melantang
hilang lupa. Gairah! Gigih
tangannya menjangkau kerjap, letih mata
semalaman-Ia memecah es
berduyun turun dari bukit; "Nadaku puas
kata-kataku terlepas. Rontok
dari pigura, dan esoknya lumut"
(Ngagel, 1 April 2006)
Komentar
Posting Komentar