Langsung ke konten utama

Di Gerbang Kya-Kya


            buat Puput Amiranti N

embun terputus
ke pinggir gapura: kupu-kupu berbagi
peran dengan bayangan, semu, lama
menghibur diri, betapa lekat
ia dengan perpindahan
kekasih lama, warna agustus
yang ragu, almari dengan gelisah
yang bertumpuk, angin telanjang
pada jambangan bunga

.....kita pura-pura tak mengikut
melecut hampa, lampion, kulit pohon
yang mengering, rembang, sebelum janji dingin
larut, prenjak tak mau meraba
kelak, cuma bisa menduga-duga
bahwa peran cuma perpindahan
warna, bunyi, kesal yang terlanjur,
di seberang: usai jam 1 dini hari, menyisih
langit pucat, lapar memeluk
sia-sia berkenalan dengan dunia
kini jauh aku dari daratan
sejenak rindu, sejenak curiga
kepada gelap

"ranti, tak cukup bibir menahan ujar,
lampu habis di meja, kumbang-kumbang
puntung rokok, kematian siul
suara kusut, bulan dalam gambar badut
peran kita susul menyusul
ke gelap yang kesal, pada kanal-
selalu kau menjebakku, tentu
karna ceritamu lebih pintar
seperti zikir: terkadang dekat kedai
simpang jalan jam 7 malam
pundakmu kusentuh,
kita bersabar pada tanggal, dan esok

bila ada terbaca
dalam syair:
itu adalah kesan terdalam,
sebelum kuberkemas
lalu kuterburu ke pelabuhan.....
mencintaimu"

 
(Surabaya, 2006)

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007