Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2006

Plural

dunia meraksa selaksa jiwa terus beropini tentang perubahan berkesinambungan antara jeda-jeda tercipta biru, tercipta ragu, berfusi jenis-jenis berseliweran atas tempat, idealisme, ikat-mengikat mempertahankan yang menguntungkan mengecam yang merugikan kemudian kita meniru, serupa tabu namun mencari baik disela buruk dan benda-benda diciptakan untuk peperangan itu, mereka benda antara besar, kuat, kaya, raja dan kecil, lemah, miskin, rakyat jelata mencari tertinggi menenggelamkan terendah dan perjalanan terus seperti itu karena ini dunia selalu mengenal perbedaan diantara kesamaan disela-sela rasa yang meronta pembunuhan-pembunuhan terorganisir sejarah terulang-ulang kumpulan preman menarik pungutan kesatuan polisi mengumpulkan pajak sama-sama dengan dalih keamanan memberikan tanpa meminta bisakah? defisit lagu-lagu cinta kasih dendang menolong sesama menggema setiap detik tempat-tempat ibadat terpadati penyesalan atas segala kesalahan namun dilakukan lagi sejarah terulang-ulang beda d...

Kosong

mencari tak bercacat dalam sekat kerancuan siapa yang terkatung pesan singkat gombal didik kita menjadi penakut bahagia sedih lamur berubah menjadi tanya kapan bergetar setelah kosong meracuni kemanusiaan wajar hati tanpa dendam dan ketika akut tak merasai ingin hadirkan intonasi ritma bergejolak, masih akut tak dendam belum tertemui yang meluruhkan hanya singgah saja kemudian bias pahatkan arakan bait namun kembali bermeditasi, kosong Apil '06

Dua Antologi Puisi Elektronik baru!

Dua antologi puisi elektronik baru untuk pembaca puitika.net. Antologi pertama berasal dari Sukasah Syahdan dengan judul "The Tjipoetat Quill" . Antologi ini rencananya akan diterbitkan di tahun ini namun karena kebaikan hati sang penyair , beliau rela untuk memberikannya secara gratis kepada kita semua. Kemudian yang kedua datang dari anggota situs, Sulaiman Djaya dengan judul " Book of Verses". Nikmati kedua antologi ini di bagian download. Kami juga menerima antologi puisi elektronik dari anda , prosedurnya lihat saja di bagian FAQ . Terimakasih untuk Sukasah Syahdan dan Sulaiman Djaya.

Sayembara Puisi Bulan Ini Edisi April 2006 versi Puitika.net!

Setelah mendapatkan pemenang untuk edisi Maret 2006 maka Puitika.net kembali membuka sayembara di musim kedua untuk edisi April 2006. Untuk sayembara kali ini Puitika.net mengambil tema "Anak-Anak Kita, Anak Indonesia" . Sayembara ini diharapkan dapat memunculkan berbagai bentuk eksplorasi dan gagasan baru pada penulisan puisi. Panjang naskah maksimal 500 kata. Naskah dikirim ke panitia lewat email. Pengiriman naskah paling lambat tanggal 15 Mei 2006,disertai tulisan Sayembara Penulisan Puisi di headline e-mail. Puisi yang dikirim harus disertai biodata lengkap. Editor akan memilih 10 puisi untuk di votingkan secara langsung untuk pembaca puitika.net.Puisi dengan suara terbanyak secara aklamasi akan menjadi Puisi Bulan Ini Puitika.net menyediakan hadiah menarik bagi pemenang pertama puisi berupa buku puisi A Jar of Pickles dan Infeksi plus tanda tangan asli penyair, kaos puitika.net dan piagam dari puitika.net. Tersedia juga hadiah menarik buat pengirim dukungan yang akan d...

Catatan Hujan (1)

ketika langit menyanyikan hujan. terlukis matahari tersenyum kemudian juga kidung burung mencandai mega-mega. tertinggal jejakjajak tapak menilas di genangnya. meluap rekah tanah beraroma mekar bunga. kupu-kupu menerawang esoknya. ARS Ilalang , Malang, September 12, 2005 01:36:00

Gadis Hujan

                    :Pit Kaulah gadis hujan, hadir dengan senyum bumi. Merekah di setiap tetes-tetes air yang terkibas dari atap langit. Mengguyur menerjang gemuruh halilintar. Kaulah gadis hujan dan hujan itu sendiri. Menggelontor pekat angkasa. Menyirami kerontang kemarau bumi.Membasuh dedaunan dari debu-debu menanda noda. Membilas udara dari logam berat berkarat di lapis-lapis atmosfir. Kaulah gadis hujan dan hujan itu sendiri. Aku ingin menjadi air yang kau tabur hingga membasahi telapak tangan dan jari-jari lentikmu. Juga membasuh rambutmu mengelus dengus nafasmu. Meraba setiap lekuk indah meranum tubuhmu. Hingga kau bersetubuh dengan bumi kembali dan bumi tak berlinang air mata lagi. Kau gadis hujan di bawah guyur hujan. Hadir dengan senyum bumi. ARS Ilalang, Kavling 10 Malang, 05-02-2006 22:22:00

Launching dan Bedah Buku "Dialog-Dialog Sumbang" Ars Ilalang

Launching dan Bedah Buku "DIALOG-DIALOG SUMBANG" Karya: A. Rego S. Ilalang, Tanggal 20 Mei 2006 di Resto Gama Watugong Malang. Undangan ini terbuka untuk semua pihak. Selain itu dalam acara ini akan dibacakan pula pengumuman pemenang Lomba penulisan Cerpen se-Malang Raya. Berikut lebih lanjut mengenai Lomba penulisan cerpen tersebut. LOMBA PENULISAN CERPEN (PELAJAR(SMP/SMA)-MAHASISWA/UMUM) SE MALANG RAYA DALAM RANGKA DIES NATALIES UAPKM UB XXIII MENGADAKAN LOMBA PENULISAN CERPEN SEMALANG RAYA. Tema: Bebas Kategori Pelajar (SMP-SMA) Kategori Umum (Mahasiswa/Umum) Syarat-syarat: Tinggal di wilayah Malang Raya (Kodya Malang, Kab. Malang, Kodya Batu) dengan bukti Kartu Pelajar, KTM atau KTP. Membayar uang pendaftaran Rp. 5.000,-/judul Dapat mengirimkam lebih dari satu judul Diketik: spasi 1,5 Time new roman 12, Marjin TLBR (4433) Diserahkan dalam bentuk Printout dan Disket/CD Batas akhir penyerahan 13 Mei 2006 TOTAL HADIAH Rp. 900.000,- Tempat kesekret...

Kupu-kupu

Aku   Adalah kupu-kupu   indah   Bersayap patah   Tiada lelah menanti   Hadirmu    di  malam-malam sunyi   Cepatlah datang!   bawakan aku segenggam   tulus    Agar aku dapat kembali terbang   tinggi   menggapai mimpi-mimpi   Bersamamu   Selamanya  

senja

kau kecewa karena senja selalu menyisakan ungu dibiru lautmu kau marah karena senja pernah membuatmu jatuh dan terluka ah, sungguh tak perlu bukankah ungu kan lebih mewarnai biru lautmu dan jatuh kan melengkapi perjalanan hidupmu..

Senja

kau kecewa karena senja selalu menyisakan ungu dibiru lautmu kau marah karena senja pernah membuatmu jatuh dan terluka ah, sungguh tak perlu bukankah ungu kan lebih mewarnai biru lautmu dan jatuh kan melengkapi perjalanan hidupmu..

Antologi Maharaja Disastra Terbit 2 Mei 2006

Antologi Puisi Maharaja Disastra Petinggi dan Penyair Bengkulu akan diterbitkan tanggal 2 Mei 2006. Peluncuran Antologi akan dilakukan oleh Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamuddin. karya petinggi dan penyair Bengkulu ini akan dicetak 1000 lembar dan akan dibagikan kepada penyair , petinggi, instansi, selain untuk dijual kepada khalayak umum. Acara akan bertempat di Taman Budaya Bengkulu. Beberapa nama yang terlibat adalah Gubernur Bengkulu, Bupati Kepahiang, dan petinggi Instansi di Bengkulu. Selain itu beberapa penyair yang ikut adalah Oktarano Sazano, Usman Maine, Sahidi Sojata, Lela Fauziah dan lain-lain. Datang dan nikmati pembacaan puisi dari kota bengkulu.

Puisi Bulan Ini Edisi Maret 2006 versi Puitika.net!

Setelah kurang lebih dua minggu masa voting puisi, tibalah bagi Puitika.net untuk mengumumkan pemenang sayembara Puisi Bulan Ini edisi Maret 2006 versi Puitika.net! Seperti yang telah kami tetapkan bahwa pemenang Puisi Bulan Ini dipilih atas dasar jumlah dukungan yang masuk ke e-mail votingpuisi@puitika.net. Untuk sayembara kali ini kami menerima 25 e-mail berisi dukungan atas masing-masing puisi yang difavoritkan. Kami menyayangkan jumlah email dukungan yang masuk. Hal ini berbeda sekali dengan jumlah puisi yang masuk kepada kami untuk diseleksi menjadi nominasi. Akan tetapi untuk menjaga aturan main dan transparansi kami tetap melanjutkan gagasan ini dan tidak melakukan kecurangan terhadap hasil voting. Berikut distribusi dukungan terhadap masing-masing nominasi: Kami Menyebut Itu Perubahan - 5 dukungan Negeri Wajah-Wajah Matahari - 0 dukungan Pledoi Latah; Jual Beli Demokrasi - 2 dukungan Katanya Reformasi Damai - 3 dukungan Aku senang Tapi Kecewa - 0 dukungan Reformasi, Sekedar Str...

Puisi Nominasi edisi Maret 2006

Berikut Puisi-puisi nominasi edisi Maret 2006 yang telah melewati penjaringan oleh Editor dan telah didukung oleh pembaca melalui mekanisme voting. Selamat bagi pemenang dan tetaplah bersama puitika.net! Kami Menyebut Itu Perubahan - 5 dukungan Negeri Wajah-Wajah Matahari - 0 dukungan Pledoi Latah; Jual Beli Demokrasi - 2 dukungan Katanya Reformasi Damai - 3 dukungan Aku senang Tapi Kecewa - 0 dukungan Reformasi, Sekedar Striping Baru - 5 dukungan Perjuangan Ini Belum Selesai - 0 dukungan Subversif - 2 dukungan Kejutan - 2 dukungan Hanya Sebuah refleksi Sejarah - 6 dukungan    

Engkaukah Sepi

     Berarti pepohon yang dahanya belukar?      Ia rentas menggamit rindu yang menjajah      Pada kepingan-kepingan malam  terbuang      Mengharap cecahya rembulan merah yang melayah      Dari lubuk-lubuk tak bertuan      Engkaukah sepi?  Dalam kembara yang tak bergugus      Dan lamun nada terbiar aus      Seperti dahaga di penghujung masa yang renta      Dan angin menghamburkan debu-debu berterbangan      Engkaukah sepi?  Dalam belantara tetunas nurani      yang mendamba kuncup      Karena nafsir jiwa dalam genggaman senyap cakrawala      hk, 26 april 2006       

Lecutan Angin

dan malampun terpaut sejengkal dengan pagi aku masih sepikan hati menapis kata mengurai bait sebagai sayatan doa nistaku belum luruh aku mandi lecutan angin mendera sadarku tuk tetap mengurai makna saat mudaku sebelum tuaku 23.4.06

Aku Suka Pria Itu

Aku suka pria itu... aku suka kecerdasannya... aku suka ketololannya... aku suka pria itu... yang sama skali tidak ku kenal... yang hingga saat ini telah kuimpikan empat kali... dan yang tak pernah kusertakan dalam setiap fantasiku...

Di Bawah Kibaran Sarung

Salah satu penyair di Indonesia yang memberi perhatian khusus pada tubuh manusia, dan alat kelamin adalah Joko Pinurbo. Antologi puisi yang diterbitkan tahun 2001 ini bermaterikan puisi yang ditulis oleh penyair sejak berumur 26 tahun. Konsistensinya pada tema ini memberikan sumbangsih di puisi Indonesia. Ignas Kleden yang memberikan pengantar dalam buku ini juga menyebutkan bahwa kumpulan sajak Joko Pinurbo dapat dipandang sebagai suatu seismograf kebudayan, karena ia menyingkapkan dan mengingatkan kembali pentingnya badan dalam hidup, dalam kebudayaan.

Manusia

  manusia .... serigala berbulu domba manusia ... bertopeng menutup jiwa beribu janji menghias bibir berjuta dusta tersimpan di hati ... berjanji di atas jelata ingkar di tumpukan harta engkaulah manusia tak bisa di tebak tak bisa di duga

Jejak Jejak Purba

  lihatlah, ketika perempuan itu memijakkan kakinya yang telanjang di atas kerikil jalanan dalam gigil musim dingin yang masih tersisa, matanya sayu menatapku, serta merta bibirnya terkatup terbuka hendak bertanya namun tertahan, angin. sedang apa engkau? mencari apa engkau? bukan tanyamu melainkan tanyaku yang justru lebih dulu keluar. memberondong. perempuan itu masih terus berjalan, dengan kakinya yang telanjang di atas kerikil jalanan dalam gigil musim dingin yang masih tersisa. lihatlah, perempuan itu hanya membutuhkan satu senyuman saja untuk menjawab pertanyaanku. kemudian hilang tanyaku perlahan dalam kabut bersama angin, dingin. aku mendadak gagap, ketika menyadari betapa senyum itu masih menyisakan manis. gerangan siapakah yang membawa ingatanku kembali? lihatlah, perempuan itu berhenti di bawah teduh pohon relung nasibnya, dan sejenak ia melambaikan tangan padaku sembari berbisik. lirih. menjawab pertanyaanku. aku tidak sedang apa, aku hanya sedang menyusuri jal...

Sapardi Djoko Damono

Prof Dr Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai salah seorang sastrawan yang memberi sumbangan besar kepada kebudayaan masyarakat modern di Indonesia. Salah satu sumbangan terbesar Guru Besar Fakultas Sastra UI ini adalah melanjutkan tradisi puisi lirik dan berupaya menghidupkan kembali sajak empat seuntai atau kwatrin yang sudah muncul di jaman para pujangga baru seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar. Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah pada 20 Maret 1940 ini, mengaku tak pernah berencana menjadi penyair, karena dia berkenalan dengan puisi secara tidak disengaja. Sejak masih belia putra Sadyoko dan apariyah itu, sering membenamkan diri dalam tulisan-tulisannya. Bahkan, ia pernah menulis sebanyak delapan belas sajak hanya dalam satu malam. Kegemarannya pada sastra, sudah mulai tampak sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kemudian, ketika duduk di SMA, ia memilih jurusan sastra dan kemudian melanjutkan pendidikan di UGM, fakultas sastra. Anak sulung dari dua bersaudara abdi...

Hujan (Sapardi)

Hurufhuruf yang tumpah jatuh dari langit diguyurkan mendung tambun yang menghimpit dan gemetar dalam  gelap pekat yang menyandera waktu, satu persatu limpah membasuh muka-muka menyihirkan basah kata-kata   Hujan (sapardi) turun sepanjang tahun, tak pernah lagi di bulan Juni luap dan banjir melampau selokan ke sungaisungai---rubuhkan pepohonan dibunuhkan badai   Kini kata-kata menjadi janji sederas bah tak sempat lagi membuat kita teraduh damba hanya luap, megap, diare dan demam berdarah rakyat pinggir yang mengungsi berpayah-payah   Tetapi, masih kucari-cari kemana hilangnya komposisi hujan yang dulu jatuh yang bawakan rindu ritmis dari talang atap lalu menjejak ke akar bunga-bunga sajak damai seusai hujan tiba   Jakarta, 12 April 2006

Kepada Robert Hutchings Goddard

---penemu roket Adakah makna atas hidup kita ini, kawanku, agar bukan sebatas replika: dan lahir lalu tua dan mati? Hari-hari telah kita cari dan kecewa tak bertemu hingga desah nafas denyutan nadi terasa sia-sia Tapi itu dulu. Sebelum kau memanjat pohon yang tertinggi di desa, mencari Mars. Seperti dongeng. Kali ini, bukan karena lagi-lagi kau gagal sampai ke langit, melainkan justru ketika turun dan tersentak, maka tersingkaplah rahasia penciptaan atasmu: Bahwa untuk capai ke atas sanalah perjanjian hidupmu Kukira, seperti kau, telah kutemukan juga kini yang kucari rahasia yang ternyata terbungkus dalam senyum kecil anakku pada genggaman erat yang mungil, derai celoteh lucu yang sejuk mengalir nyusupi nadiku (Dan pada jutaan tatap yang luka; hati-hati yang lasak dilantak nasib. Pada tubuh-tubuh terpinggirkan, yang terenggut dari kepatutannya tersebab dicacah burung-burung nasar kehidupan) Apakah betul rahasia atasku, kawan, juga agar ke atas sana, yang enta...

Sajak Milenium Ketiga

---milenium tiga puluh tiga Dalam lekuk abad yang berganti Pohon hidupku masih teguh mengurai waktu: sesak nafas simbah air mata, kemerut pelepah muka daun-daun usia yang berguguran jatuh Telah setengah pohonku berteguh akar-akar diri yang merecap pada gersang bumi melacak jejak tetes air nasib yang setetes saja pun berpayah-payah, dilunta-lunta Tapi aku memang selamanya tak akan takluk walau digulung badai pasir puyuh, diracun polusi kota yang penuh luka Jangan kira pohonku akan berubah plastik Sebab dalam peralihan waktu ini pun tatkala sejarah semakin panjang toh telah kulewat setengah perjanjian atasku yang kini tinggal setengahnya lagi sampai akhirnya waktu berhenti Jakarta, 1999-2000

Pledoi Anak Desa

        ---Kepada Sumaryo, katanya ia seorang intelektual Benar, tuan, aku dilahirkan di desa. Desa tanah leluhurku yang agung Meskipun katamu itu sekedar pelosok, padanya kebanggaanku menugu sosok Aku pun besar di tanah yang jauh---tak perduli aku kau bilang apa tapi aku dididik alam sekeras batu, kepribadianku dan aku beruntung sempat mengenal ilalang, tak hanya tulip yang di kala berbunga, seputih kapas terbang melayang saat terik dan angin berlenggang pulang Di desalah aku mengaji, menyemai pekerti, belajar sembahyang menikmati nyanyian cengkerik menyecap manis batang tebu di halaman belakang Sementara kau mungkin bahkan tak pernah menjamah tanah padahal aku beruntung sempat menimangnya dalam kepalan dan menciumnya dengan kebahagiaan memiliki dan menghirup harum alam saat padi-padi tumbuh hijau menjadi saksi petani-petani yang senyum saat panen menghimbau Benar, tuan, aku mengenal desa, tak cuma kehidupan plastik Di saat kanak aku bermain bebas m...

Kesaksian Generasi

        ---kepada Aldian Aripin     Betapa rabun aku, lengah   meraba gemuruh darah arus nadimu   Padahal galibnya hidup, degup gairah   harus disimpan sedalam jantung     : Aku memang lahir dari rahim zaman   di saat muak mencapai ubun     di mana lelaki melulu banci   kemunafikan diberi penghargaan   lalu iman pun, perjanjian dalam buku suci,   disisakan sekadarnya buat politik   dan basa basi     : Aku memang tumbuh di kerak generasi   di mana rasa kasih, ketulusan dan keadilan   sebegitu janggal di mata kalbu     hingga rindu membuat terpaksa   menyurai hilangnya seperti gila   dari suruk rimba kepalsuan yang rimbun   rumpun demi rumpun     : Aku memang remuk di lasak zaman ini---luluh lantak   tapi hidup bagiku berpantng kalah   sebab aku bukan...

Dewi Emansipasi

Pisau di tangan kanan Timbangan di tangan kiri udara subuh menerpa pipi   Tapi yang kau rasakan, sentuhan tangan kecil lembut memeluk kakimu.   "Emak mau kemana?" Kau tanggalkan, kain penutup mata sobekan selimut kumal anakmu. Kenyataan menanti kasihmu...   "Adik di rumah saja bersama kakak Emak mau pergi ke pasar. Nggak boleh nakal, nggak boleh rewel. Nanti ibu pulang beli oleh-oleh kacang dan roti adik pasti dikasih..." *   --------------------------------- Night Tower, 13 April 2003 --------------------------------- :Untuk ibu-ibu yang gigih berdagang menyambut subuh dengan langkah gegas... *Bait terakhir saya ambil dari salah satu lagu anak-anak dari daerah Jawa yang tentu saja sudah di-Indonesia-kan.

My Sin

is it a sin to love him? everybody say that he is not a good guy is it a sin to adore him? everybody say that he hurts me all the time is it a sin if i want to keep my pain? everybody say law rules my day is it a sin if i decide to shut my mouth? no body say a thing

E Y E S

Eyes I used to believe that comprehension began with eyes; that what they failed to understand, was insensibility. Every time a picture renders a thousand words, they claim the first to know; and if it were not through them, how would we fall for the beauty of a look? But then I learned that deception was easiest to cloud them; that the pair I’ve had might lie, at times like when they suggest the bigness of near and smallness of far. When a picture offers a thousand words, they may be the first to be deceived; and if it were not through them, why have many hearts ached at the tyranny of the skin deep?

Maaf

Kau terlahir untuk hidup dan menjadi puja bagi orang - orang yang tlah dulu jauh darimu. Aku menyayangimu namun dengan luka ku. Begitu juga dengan senyum ku yang membencimu. Aku tak harap lakukan ini padamu. Namun apa pula yang akan kau nafas di alam ini? Yang tak bisa aku bagi denganmu. Maaf yang kau terima mungkin tak pantas untuk kau tau. Sebab dan arti kau kembali dan tak terlahir, karena kau tak layak mendapat cerca mereka..

Senyum Kemiringan

Hari ini aku begitu yakin Wangimu telah tertinggal Seraut senyum itu Kurasa tulus Menyelip dari balik pintu Lalu aku pun mematuhi gerakmu Menyelam bersama Menggapai-gapai Kita pun memulai kembali perkenalan Mungkin waktu telah melupakan Ingatan kita Mungkin kita tak pernah membekas Dalam waktu dan ingatan Larut dalam keasingan

Kamu Tau..

kamu tau.. aku tak ingin cinta yang bisa sering kamu ucap untukku, aku tak butuh kata yang bisa senantiasa kamu buai ketelingaku, aku tak haruskan kamu menyumpah kata bermakna janji yang hanya akan buat kita terkunci tak berdaya. aku hanya mau pelukan hangat raga dan hatimu yang akan selalu bisa merengkuhku disaat mauku tiba.pelukan yang mampu nyamankanku..buaikanku..lemahkanku..buatku lupa semua skenario yang mengharuskanku berlaku. kamu tau.. asaku tak seindah dulu, cara pikirku tak sewajar lalu.karena kembali skenarioku membuatku saat ini..esok..dan nanti seperti telah kamu pahami.mungkin bila ku sanggup kuteriakkan kepada seluruh nafas dimuka bumi bahwa "inilah sekarang aku!" yang kembali bila harus jujur aku tak inginkannya! kamu tau.. aku lelah laluinya.aku terbuai bebaninya.selalu harus aku terlihat indah disemua tatap mata tanpa mereka tau ketika sendiri hampiriku aku rapuh mendekat mati! entah kapan berhentinya waktu yang bisa membuat akhiri semua.aku.. hanya menanti...

Mimpi

Aku punya mimpi dalam hidup dimana aku harus pergi. maaf jika mimpi itu harus buatmu menangis. Aku punya luka mungkin karena kecemburuanku. aku butuh hatimu bukanlah ragamu. dan aku berpikir hanya separuh yang kubutuh hatimu. lihatlah... aku kecewa dengan mimpi. maaf.. jika membuatmu menangis. dalam hati aku harus selalu luka, karena aku bisa rasakan lagi mimpi itu. aku tidak banyak membutuhkan cinta. tapi aku hanya membutuhkan sepasang mata untuk melihat dan melihat... dimana ada sebuah jawab saat ku pergi dengan mimpi.      

Dorothea Rosa Herliany

Dorothea Rosa Herliany (lahir 20 Oktober 1963 di Magelang) ialah seorang penulis dan penyair Indonesia. Setamat SMA Stella Duce di Yogyakarta, ia melanjutkan pendidikan ke Jurusan Sastra Indonesia, FPBS IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta (kini Universitas Sanata Dharma) dan tamat dari sana tahun 1987. Ia mendirikan Forum Ritus Kata dan menerbitkan berkala budaya Kolong Budaya. Pernah pula membantu harian Sinar Harapan dan majalah Prospek di Jakarta. Kini ia mengelola penerbit Tera di Magelang. Ia menulis sajak dan cerpen. Kumpulan sajaknya: Nyanyian Gaduh (1987), Matahari yang Mengalir (1990), Kepompong Sunyi (1993), Nikah Ilalang (1995), Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999), dan Kill the Radio (Sebuah Radio, Kumatikan; edisi dwibahasa, 2001). Kumpulan cerpennya: Blencong (1995), Karikatur dan Sepotong Cinta (1996).

Goenawan Mohamad

Goenawan Soesatyo Mohamad (Karangasem Batang, Jawa Tengah, 29 Juli 1941) adalah seorang pujangga Indonesia yang terkemuka. Ia juga salah seorang pendiri Majalah Tempo. Goenawan Mohamad adalah seorang intelektual yang punya wawasan yang begitu luas, mulai dari pemain sepakbola, politik, ekonomi, seni dan budaya, dunia perfilman dan musik, dan lain-lain. Pandangannya sangat liberal dan terbuka. Seperti kata Romo Magniz-Suseno, salah seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad adalah pemikiran monodimensional. Tulisan-tulisan awalnya meliputi: Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980). Sementara tulisannya yang lebih aktual mencakup Parikesit dan Interlude (2001), Kata, Waktu (2001). Tetapi lebih dari itu, tulisannya yang paling terkenal dan populer adalah Catatan Pinggir, sebuah artikel pendek yang dimuat secara mingguan di halaman paling belakang dari Majalah Tempo. Konsep dari Catatan Pinggir adalah sekedar sebagai sebuah komentar ...

Abdul Hadi Widji Muthari.

Nama lengkap sastrawan Madura ini adalah Abdul Hadi Widji Muthari. Ia dilahirkan di Sumenep, 24 Juni 1948. Sejak kecil ia telah mencintai puisi. Penulisannya dimatangkan terutama oleh karya-karya Amir Hamzah dan Chairil Anwar, ditambah dengan dorongan orangtua, kawan dan gurunya. Di masa kecilnya pula ia sudah berkenalan dengan bacaan-bacaan yang berat, dengan pemikir-pemikir kelas dunia seperti Plato, Sokrates, Imam Ghazali, Rabindranath Tagore, dan Muhammad Iqbal. Ia pernah menempuh pendidikan di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada hingga tingkat sarjana muda, lalu pindah ke studi Filsafat Barat di universitas yang sama hingga tingkat doktoral, namun tidak diselesaikannya. Ia beralih ke Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran dan dalam program studi antropologi, juga tidak tamat. Akhirnya ia justru mendapatkan kesempatan studi dan mengambil gelar doktor dari Universiti Sains Malaysia di P. Penang. Hadi juga pernah menjabat sebagai redaktur kebudayaan Harian Berita Buana dan ...

Sitor Situmorang

Sitor Situmorang (lahir 2 Oktober 1924 di Harianboho, Samosir, Sumatera Utara) adalah wartawan, sastrawan, dan penyair Indonesia. Ayahnya adalah Ompu Babiat Situmorang yang pernah berjuang melawan tentara kolonial Belanda bersama Sisingamangaraja XII. Sitor menempuh pendidikan di HIS di Balige dan Sibolga serta MULO di Tarutung kemudian AMS di Jakarta. Ia sempat berkelana ke Amsterdam dan Paris (1950-1952). Tahun 1956-57 ia memperdalam ilmu sinematografi di Universitas California. Setelah keluar dari tahanan politik, ia tinggal di Leiden (1982-1990) lalu Islamabad (1991). Karirnya dimulai sebagai wartawan harian Suara Nasional (Tarutung, 1945), Waspada (Medan,1947), Berita Indonesia, dan Warta Dunia (Jakarta, 1957). Ia pernah menjadi dosen Akademi Teater Nasional Indonesia (Jakarta), anggota MPRS dari kalangan seniman, Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional (1959-65), lalu ditahan pemerintahan Orde Baru. Karyanya antara lain kumpulan cerpen Pertempuran dan Salju di Paris (1956) mendapat had...

Daun Daun Berguguran

Ini senja yang indah bukan?    tapi bisu mulut mu mengunci ketidakberdayaan saat tangkaimu    jatuh satu satu berdentum di bumi yang dahaga.    Oh seandainya ini cuma mimpi berkalang sepi yang menjadi igauanmu      Daun daun berguguran di sunyi katulistiwa    membuka rahasia dirimu    berjejer kota kota ranum yang memabukan    di singgahi para peziarah malam      Daun daun berguguran di pelukan mimpi    gemeretas dalam bayangan samar    mematri selaksa peristiwa, di senja ini daun daun berguguran    di ambang dini pasti tunas mu kan berputik lagi        

Usai

         Jejak jejak ku membekas di luka mu yang membiru      dan kau sibuk menguntai airmata kepalsuan, melesakan      kata katamu ke dalam gua di saksikan binatang binatang      malam memekik girang, meluburi jiwaku dengan igauan      memenuhi dadaku dengan dendangan malam yang rawan        Oh ini tak bisa jadi      sedikit musim semi tiba lagi      angkat tinggi tinggi cawan ini, mari kita reguk      ini tetes darah binatang jalang! katamu        tapi: batu, diriku!

Melawan

   jika bisa   batu itupun akan menangis   mendengar bayi kehilangan ibunya   saat kelaparan merengut nyawa   rakyat meratap rumahnya digilas   atas nama pembangunan   berselimutkan peraturan     perihnya hati   apakah penguasa peduli?   mereka asyik menaikkan gaji   juga wakil rakyat negeri ini   kemana lagi harus mengadu?     jika bisa   anginpun berhenti berhembus   melihat lelaki menahan pedih   mendengar rengekan anak isteri   beras tak ada untuk hari ini     nasib bukan batu atau angin   nasib harus diubah dengan tindakan   bukan digadaikan dalam tangisan   karena itulah makna perlawanan     nasib rakyat tertawan   nasib kita juga,kawan     blue   homemidnight_16/0406

Sajadah

ini bukan hadiah, katamu tapi untuk ibadah sebuah sajadah merah tua terbungkus tas warna jingga lama sajadah merana tak kusentuh tak kusapa kesibukan lagilagi kesibukan alasan lagilagi alasan sajadah hanya pasrah saat luka menganga sajadah jadi teman bicara shalat subuh aku gelar doa aku sebar kuharap Dia mau menakar semua dosa, semua lara, semua luka maafkan aku kuabaikan sajadahmu   jkt 23 mrt 06

Kekasihku 17: Kekasihku yang lain

Kekasihku, maaf, malam ini ku tak dapat mendongeng untukmu. berarti tak juga dapat menyisir rambut ikalmu. sebab aku sedang tergoda, periksa segala sudut dunia: gudang- gudang, dapur, kamar tidur, ruang tamu, beserta kamar mandinya, lengkap juga dengan kolam ikan dan air mancurnya. setelah itu ku ubah jadi sajak, juga lagu.   mmm, jangan salah sangka. bukan ku tak sayang lagi.   tetapi kekasiku bukan hanya kamu, ia sedang menunggu, ia bernama: nona imaji.   April 2006

Kekasihku 15: Kisah om No, aku, dan keraguanmu

                            1 Kekasihku, siapa tuan dalam tubuhmu, yang buatmu jadi api. mungkinkah kau terbuat dari api? sperma ovarium api.   padahal telah kau kunyah kepala dan kisah om No, yang dihidangkan gratis untukmu. ku lihat kau begitu menikmati, serat-seratnya tak tersisa. belum kenyangkah? tidak, tidak, jangan kau berkata, “kata-kata itu sudah ku simpan dalam lemari, ku tutup rapat-rapat biar ia tidak pergi, tapi saat ku butuh, ia sudah menjadi abu”   pantaskah aku berkata, “aku adalah lelaki, rumah dan kamar tidurku adalah perempuan”. seperti pesan bunda untukmu, “saat pulang, antarkan lelakimu sampai jalan, pandang ia, sampai habis dalam tikungan”                          ...

Kekasihku 14: Api

Kekasihku, aku telah datang ke rumahmu. sudah lama aku tak berkunjung. terakhir seabad yang lalu.   “duduk dulu”, itu katamu. seperti biasa aku memilih sofa panjang, biar aku dapat merebahkan badan. membuang lelah yang bersarang seharian, sambil menunggu secangkir teh dan wajah oval serupa keramik.   kemudian, tiga puluh menit lewat tiga detik. ada asap, aku berteriak, “kasih, tolong…, sofamu jadi api, mejamu jadi api, rumahmu jadi api.” setelah itu kau datang. “wajahmu api, matamu api, apakah perasaan dan pikirmu juga api?”, gumamku. katamu, “tak usah takut, tak usah cemas, nanti kau juga terbiasa.”   maret-april 2006

Musik Puisi

Semakin kukuhnya tradisi musikalisasi puisi sebagai genre musik alternatif (atau sebaliknya sebagai cara lain bagi puisi untuk menyapa publiknya) telah menumbuhkan berbagai ide dan wacana. Ide-ide terus berkembang baik lewat tulisan-tulisan di surat kabar, majalah, atau berupa makalah dan diskusi-idkusi. Baru buku ini yang mencoba menghimpunnya secara utuh dari mulai pembantahan soal istilah, sejarah, hingga proses kreatif dan aksi para pelakunya. Buku ini memuat tulisan-tulisan antara lain Suminto A. Sayuti, Angger Jati Wijaya, Hoesnizar Hood, Edi Haryono, latief Noor , dan lain-lain. Buku ini bisa menjadi referensi yang baik bagi anda yang ingin membahas topik musik puisi, musikalisasi puisi lebih intens. Musik Puisi Dari Istilah ke Aksi Kumpulan Esai Penerbit LKiS Cetakan I, Juli 2005 299 halaman

Menuju Titik Nol

Menuju Titik Nol adalah puisi Oktarano Sazano dari kumpulan sajak Tristesse (2004). Pembacaan dilakukan oleh Nur Lodzi Hady, seorang penggiat sastra dari kota Malang. Musik latar diambil dari album The Great Paraguayan - 15 - Preludio en sol menor.mp3.

Tuan Putri

Tuan Putri adalah puisi Oktarano Sazano dari kumpulan sajak Tristesse (2004). Pembacaan dilakukan oleh Zamiel El Muttaqien, seorang penggiat sastra lulusan Fakultas Sastra Jurusan sastra Arab Universitas Negeri Malang. Musik latar diambil dari album The Guitar Is The Song - 07 - Scarborough Fair.mp3.

Ghulam

Ghulam adalah puisi Oktarano Sazano dari kumpulan sajak Tristesse (2004). Pembacaan dilakukan oleh Nur Lodzi Hady, seorang penggiat sastra dari kota Malang. Musik latar ditulis dan diaransemen oleh Takdir Sugianto (Cak Ugik), pemusik dari kota Malang.

La Syadid

La Syadid adalah puisi puisi Oktarano Sazano dari kumpulan sajak Tristesse (2004). Pembacaan dilakukan oleh Nanang Suryadi, seorang penggiat sastra dari kota Malang. Musik latar ditulis dan diaransemen oleh Takdir Sugianto (Cak Ugik), pemusik dari kota Malang.

A Jar of Pickles

Tidak banyak antologi puisi penyair Indonesia yang sengaja dituliskan dalam bahasa asing (Inggris) sehingga antologi puisi dari trio penyair baru ini cukup menarik untuk dibaca dan pantas untuk dimiliki. Latar belakang ketiga penyair baru ini juga patut untuk diperhitungkan. Mereka adalah lulusan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya – Sastra Inggris UI dan bahkan dua diantaranya menjadi tenaga pengajar di almamaternya. Buku yang bermaterikan 76 puisi dengan pengantar dari Melani Budianta bisa menjadi pelengkap koleksi anda untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan puisi yang ditulis dalam bahasa asing (Inggris) khususnya mereka yang lekat dengan dunia pendidikan di Indonesia.

Permohonan Hijau

Antologi yang melibatkan 18 orang penyair dari berbagai daerah di Jawa Timur ini memberikan harapan yang cukup besar pada berjalannya proses regenerasi kepenyairan di provinsi ini. Enam diantaranya bahkan masih berumur di bawah 30 tahun, sebut saja Deny Tri Aryanti, Dheny Jatmiko, Puput Amiranti N, R. Timur Budi Raja, Widi Asyari, dan Mashuri . Dengan pengantar yang diberikan oleh W. Haryanto cukup jelas bahwa penerbitan antologi ini merupakan satu cara untuk memberi ruang terbuka pada perjalanan sastra Jawa Timur, dimana generasi sastra terkini ditempatkan sekaligus menempatkan dirinya.

Lembah Kekal

Antologi yang cukup tebal ini merupakan penerbitan khusus dalam dwi bahasa dalam rangka ulang tahun sang penyair yang ke-80. Salah satu penyair utama di Indonesia ini memang patut untuk dikenal lebih jauh mengingat rentang masa kepenyairan yang luar biasa panjang sehingga banyak hal yang bisa digali dari puisi-puisi yang telah dituliskan. Pengantar dari Kees Snoek sekaligus menterjemahkan karya ini ke dalam bahasa Belanda memberikan acuan berharga bagi pembaca pemula yang baru mengenal Sitor Situmorang atau bahkan bagi mereka yang sejak lama menyukai puisi sang pujangga.

Di Bawah Pohon Cemara

   Di bawah pohon cemara aku menunggumu    di temani sepi dan gusar kata membakari sukma    menyusuri garis garis rindu dendam yang datang dari sisi ngarai    Di bawah pohon cemara aku menunggumu    dan kau datang lewat sepotong senja yang patah    ketika ku gambar wajahmu yang kian bias dalam temaram  

Danau Maninjau

( catatan bahagia bersama Slamet Sukirnanto, Sutardji Calzoum Bachri, Danarto, Abuhasan Asyari, F. Rahardi, Agus Sarjono, dan Ali ) di biru danau Maninjau          tangan Tuhan menabur bintang yang memijar di mata ikan-ikan ( Maninjau, 9 des. 97 )

Jakarta (V)

setiap malam kubaringkan gedung-gedung batu berhimpitan lelah menjadi lahan berpetak-petak seperti sawah lalu kutebar benih-benih penuh kasih yang tumbuh menjadi serigala-serigala setiap pagi setiap pagi kubangunkan gedung-gedung batu berhimpitan kantuk menjadi pusara-pusara makam maha luas lalu kuukir nama-nama penuh cinta yang tumbuh menjadi iblis-iblis setiap malam ( Nov. 1996 )

Seekor Capung dan Seekor Ikan

seekor capung terbang atas kolam memetik buih menerkam gelombang memandang ikan bermandi ombak “alangkah bahagia hidup di kolam” seekor ikan menatap langit ditangkapnya sinar mentari direguknya angin memandang capung berkilau cahaya “alangkah bahagia hidup di langit” ( des. 96 )

Ahmadun Yosi Herfanda

Ahmadun Yosi Herfanda lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958. Alumnus FPBS IKIP Yogyakarta ini menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas Paramadina Mulia, Jakarta, 2005. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia (HISKI, 1993-1995), dan ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia (KSI, 1999-2002). Tahun 2003, bersama cerpenis Hudan Hidayat dan Maman S Mahayana, ia mendirikan Creative Writing Institute (CWI). Selain itu, sempat menjadi anggota Dewan Penasihat dan (kini) anggota Mejelis Penulis Forum Lingkar Pena (FLP). Sehari-hari kini ia redaktur sastra Harian Umum Republika. Selain puisi, ia juga menulis cerpen dan esei. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri. Antara lain, Horison, Ulumul Qur'an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antaologi puisi Secreets Need Words (Harry Aveling, ed, Ohio University, USA, 2001), Waves of Wonder (Heat...

Remy Sylado

Remy Sylado (Makassar, 12 Juli 1945) ialah salah satu sastrawan Indonesia. Nama sebenarnya adalah Yapi Panda Abdiel Tambayong (ER: Japi Tambajong). Ia menghabiskan masa kecil dan remaja di Semarang dan Solo. Ia memiliki sejumlah nama samaran seperti Dova Zila, Alif Danya Munsyi, Juliana C. Panda, Jubal Anak Perang Imanuel, dsb di balik kegiatannya di bidang musik, seni rupa, teater, film, dsb dan menguasai sejumlah bahasa. Ia memulai karier sebagai wartawan majalah Tempo (Semarang, 1965), redaktur majalah Aktuil Bandung (sejak 1970), dosen Akademi Sinematografi Bandung (sejak 1971), ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung. Dia menulis kritik, puisi, cerpen, novel (sejak usia 18), drama, kolom, esai, sajak, roman populer, juga buku-buku musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Remy terkenal karena sikap beraninya menghadapi pandangan umum melalui pertunjukan-pertunjukan drama yang dipimpinnya. Ia juga salah satu pelopor penulisan puisi mbeling. Selain menulis banyak novel, i...

Sutardji Calzoum Bachri

Sutardji Calzoum Bachri (lahir 1941 di Riau) adalah pujangga Indonesia terkemuka. Setelah lulus SMA Sutardji Calzoum Bachri melanjutkan studinya ke Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung. Pada mulanya Sutardji Calzoum Bachri mulai menulis dalam surat kabar dan mingguan di Bandung, kemudian sajak-sajaknyai dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana. Dari sajak-sajaknya itu Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu perpuisian Indonesia. Terutama karena konsepsinya tentang kata yang hendak dibebaskan dari kungkungan pengertian dan dikembalikannya pada fungsi kata seperti dalam mantra. Pada musim panas 1974, Sutardji Calzoum Bachri mengikuti Poetry Reading International di Rotterdam. Kemudian ia mengikuti seminar International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat dari Oktober 1974 sampai April 1975. Sutardji juga memperkenalkan cara baru yang unik dan memikat dalam pemb...

N. H. Dini

Nama Nh. Dini merupakan singkatan dari Nurhayati Srihardini. Nh. Dini dilahirkan pada tanggal 29 Februari 1936 di Semarang, Jawa Tengah. Ia adalah anak kelima (bungsu) dari empat bersaudara. Ayahnya, Salyowijoyo, seorang pegawai perusahaan kereta api. Ibunya bernama Kusaminah. Bakat menulisnya tampak sejak berusia sembilan tahun. Pada usia itu ia telah menulis karangan yang berjudul “Merdeka dan Merah Putih”. Tulisan itu dianggap membahayakan Belanda sehingga ayahnya harus berurusan dengan Belanda. Namun, setelah mengetahui penulisnya anak-anak, Belanda mengalah. Dini bercita-cita menjadi dokter hewan. Namun, ia tidak dapat mewujudkan cita-cita itu karena orang tuanya tidak mampu membiayainya. Ia hanya dapat mencapai pendidikannya sampai sekolah menengah atas jurusan sastra. Ia mengikuti kursus B1 jurusan sejarah (1957). Di samping itu, ia menambah pengetahuan bidang lain, yaitu menari Jawa dan memainkan gamelan. Meskipun demikian, ia lebih berkonsentrasi pada kegiatan menulis. Hasil ...

Ayip Rosidi

Pengarang, editor, Ketua Dewan Pendiri Yayasan Kebudayaan Rancagé, Ketua Pendiri Yayasan Pusat Studi Sunda. Pernah bekerja sebagai pengajar bahasa dan kebudayaan Indonesia di Osaka Gaikokugo Daigaku (1981-2003), di samping mengajar juga di Kyoto Sangyo Daigaku (1982-1996) dan Tenri Daigaku (1982-1995), Jepang. Memprakarsai pelembagaan Hadiah Sastra Rancagé sejak 1989, dan memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Internasional Budaya Sunda (KIBS) 2001 di Bandung. Menulis sejak remaja, baik dalam bahasa Indonesia maupun Sunda. Buku-buku karyanya, lebih dari seratus judul, antara lain berupa roman, koleksi puisi, koleksi cerita pendek, memoar, dan biografi.

Penyair Dalam Kenangan : Mochtar Lubis

Mochtar Lubis (dilahirkan tanggal 7 Maret 1922 di Padang) adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980). Pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom, dan anggota Federation Mondial pour le Etudes sur le Futur. Novelnya, Jalan Tak Ada Ujung (1952 diingriskan A.H. John menjadi A road with no end, London, 1968), mendapat Hadiah Sastra BMKN 1952; cerpennya Musim Gugur menggondol hadiah majalah Kisah tahun 1953; kumpulan cerpennya ...

Idrus

Idrus lahir pada tanggal 21 September 1921, di Padang, Sumatera Barat. Ia menikah dengan Ratna Suri, pada tahun 1946. Mereka dikaruniai enam orang anak, empat putra dan dua putri, Prof. Dr. Ir. Nirwan Idrus, Slamet Riadi Idrus, Rizal Idrus, Damayati Idrus, Lenita Idrus, dan Taufik Idrus. Perkenalan Idrus dengan dunia sastra sudah dimulainya sejak duduk di bangku sekolah, terutama ketika di bangku sekolah menengah. Ia sangat rajin membaca karya-karya roman dan novel Eropa yang dijumpainya di perpustakaan sekolah. Ia pun sudah menghasilkan cerpen pada masa itu. Minatnya pada dunia sastra mendorongnya untuk memilih Balai Pustaka sebagai tempatnya bekerja. Ia berharap dapat menyalurkan minat sastranya di tempat tersebut, membaca dan mendalami karya-karya sastra yang tersedia di sana dan berkenalan dengan para sastrawan terkenal. Dan, keinginannya itu pun terwujud, ia berkenalan dengan H.B. Jassin, Sutan Takdir Alisyahbana, Noer Sutan Iskandar, Anas Makruf, dan lain-lain. Meskipun menola...

Asrul Sani

Asrul Sani (lahir di Rao, Sumatra Barat, 10 Juni 1926, meninggal di Jakarta, 11 Januari 2004) adalah seorang sastrawan dan sutradara film asal Indonesia. Menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia (1955). Pernah mengikuti seminar internasional mengenai kebudayaan di Universitas Harvard (1954), memperdalam pengetahuan tentang dramaturgi dan sinematografi di Universitas California Selatan, Los Angeles, Amerika Serikat (1956), kemudian membantu Sticusa di Amsterdam (1957-1958). Bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, ia mendirikan "Gelanggang Seniman" (1946) dan secara bersama-sama pula menjadi redaktur "Gelanggang" dalam warta sepekan Siasat. Selain itu, Asrul pun pernah menjadi redaktur majalah Pujangga Baru, Gema Suasana (kemudian Gema), Gelanggang (1966-1967), dan terakhir sebagai pemimpin umum Citra Film (1981-1982). Asrul pernah menjadi Direktur Akademi Teater Nasional Indonesia, Ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbum...

Chairil Anwar

Chairil Anwar (Medan, 26 Juli 1922 — Jakarta, 28 April 1949) atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang" (dalam karyanya berjudul Aku) adalah penyair terkemuka Indonesia. Ia dianggap sebagai pelopor angkatan '45 dan puisi moderen Indonesia. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena sakit. Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. Buku-buku : Deru Campur Debu (1949) Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949) Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin) "Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", disunting oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986) Derai-derai Cemara (1998) Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck Bacaan Lanjutan : ID.WikiPedia.Org kumpulan-puisi.com was-was.co...

J. E. Tatengkeng

J.E. Tatengkeng atau lengkapnya Jan Engelbert Tatengkeng adalah penyair Pujangga Baru. Ia biasa dipanggil Oom Jan oleh orang-orang dekatnya, panggilan yang lazim di kalangan masyarakat Sulawesi Utara. Tatengkeng memang merupakan salah satu fam dari propinsi itu. Oom Jan ini dilahirkan di Kolongan, Sangihe, Sulawesi Utara, pada tanggal 19 Oktober 1907. J.E. Tatengkeng adalah satu-satunya penyair zaman Pujangga Baru yang membawa warna kekristenan dalam karya-karyanya. Hal ini tidaklah ganjil jika ditelusuri latar belakang kehidupannya. Ia adalah putra dari seorang guru Injil yang juga merupakan kepala sekolah zending. Di samping itu, tanah kelahirannya, tempat ia dibesarkan oleh orang tuanya, adalah sebuah pulau kecil di timur laut Sulawesi yang konon masyarakatnya hampir seluruhnya beragama Kristen. J.E. Tatengkeng memulai pendidikannya di sebuah sekolah Belanda, HIS, di Manganitu. Ia kemudian meneruskannya ke Christelijk Middagkweekscool atau Sekolah Pendidikan Guru Kristen di Ban...

Armijn Pane

Menurut J.S Badudu dkk. (1984:30). Armijn Pane juga bernama Ammak, Ananta, Anom Lengghana, Antar Iras, AR., A.R., Ara bin Ari, dan Aria Indra. Dengan nama-nama itu ia menulis puisi dalam majalah Pedoman Masyarakat, Poedjangga Baroe, dan Pandji Islam. Armijn Pane, anak ketiga dari 8 bersaudara, mempunyai nama samaran banyak, yaitu Adinata, A. Jiwa, Empe, A. Mada, A. Panji, dan Kartono. Ia dilahirkan tanggal 18 Agustus 1908 di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Ayahnya Sutan Pangurabaan Pane adalah seorang seniman daerah yang telah berhasil membukukan sebuah cerita daerah berjudul Tolbok Haleoan. Selain sebagai seniman sastrawan, ayah Armijn Pane juga menjadi guru. Bahkan Armijn Pane dan adik bungsunya, Prof. Dr. Lafran Pane yang menjadi sarjana ilmu politik yang pertama, juga mewarisi bakat ayahnya sebagai pendidik. Armijn Pane menjadi guru Taman Siswa dan Lafran Pane adalah Guru Besar IKIP Negeri Yogya dan Universitas Islam Indonesia Yogya. Ia meninggal tanggal 24 Januari ...