SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...
oiiiii................... seperti air di mataku. meleleh. tapi tak pasti kemana akan tumpah
BalasHapuspenuh rasa
BalasHapusaih, tak ada yang dengar luka ini, puisi, lelah sudah membacamu...kau seperti batu, hanya digemari ribuan debu....
BalasHapusPANITIA CINTA TIADA LELAH KAU TUK CANDA
BalasHapusSEHABIS PETANG UCAPKANLAH KATA
''AKU KAN SELALU MENUNGGUMU...''
...................................................sekali kutulis, setelah itu habis...wkwkw...good....
BalasHapusTak ada akhir untuk kata, tak ada tikam antar mawar dan.....tak ada ampun untuk luka. Hanya keikhlasan yang sanggup menggugatnya.
BalasHapusluka, mawar, kata.. adalah bongkahan jiwa dan rasa,
BalasHapusmembacamu;
puisi..