Langsung ke konten utama

Permohonan Hijau

Antologi yang melibatkan 18 orang penyair dari berbagai daerah di Jawa Timur ini memberikan harapan yang cukup besar pada berjalannya proses regenerasi kepenyairan di provinsi ini. Enam diantaranya bahkan masih berumur di bawah 30 tahun, sebut saja Deny Tri Aryanti, Dheny Jatmiko, Puput Amiranti N, R. Timur Budi Raja, Widi Asyari, dan Mashuri . Dengan pengantar yang diberikan oleh W. Haryanto cukup jelas bahwa penerbitan antologi ini merupakan satu cara untuk memberi ruang terbuka pada perjalanan sastra Jawa Timur, dimana generasi sastra terkini ditempatkan sekaligus menempatkan dirinya.

Hal yang patut disayangkan dari penerbitan ini adalah minimnya penyair yang diikutkan. Semisal, tidak ada seorang pun penyair dari kota Malang yang dilibatkan. Hendaknya antologi sejenis yang menambahkan embel-embel nama Jawa Timur di masa datang cukup arif untuk memperhatikan proses penseleksian.

Permohonan Hijau


Antologi Penyair Jawa Timur
Penerbit Festival Seni Surabaya 2003
Cetakan pertama tahun 2003
84 halaman

salah satu puisi dari antologi:

ALAMAT


oleh Tjahjono Widijanto

jejak siapa ditanam di taman ini
setelah berabad melingkari musim
menghitung dedaun lelah tertelungkup
pusar kali menghanyutinya entah ke mana

"rumahku, aku ingin rumahku!"

entah siapa yang kelak datang
bersama klenteng lonceng bergantian ditabuh
dentangnya bertanya-tanya
saat malam menghabisi bulan
rumput-rumput liar bertumbuhan dibesarkan embun
menggerogoti batu-batu di tepian

"tuan, buka pintu tuan. ini musafir kelelahan!"

datanglah, datang dengan nyanyian pelaut
nahkoda yang mengangkat sauh
selepas azan meninggalkan belawan
mencari-cari pusar bumi

datanglah, datang dengan tinta-kertas-jarum kompas
juga setangkai mawar dan sangkur senapan

sepasang anjing laut setia bercintaan
menunggui debur laut menciumi langit
menulis sejarahnya sendiri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007