Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2007

Tumbilotohe

Suara bunggo** seakan menambah semarak malam Diantara kepulan asap hitam dari lampu botol Nyanda parduli minya’ tanah so mahal Yang penting tradisi tetap ta piara Ini bukan soal pemborosan Ini soal kepercayaan Jangan ganti deng lampu listrik Nanti depe makna mo ta piaro Kita ulang lagi e… Ini bukan soal boros Karna bulum tantu lampu listrik mo ba ganti makna dari lampu botol Karna so disitu juga depe estetika So disitu tampa orang ba lia akang depe sejarah Kase biar bunggo tetap ba bunyi Janga ganti lampu botol deng lampu listrik Karna ini, malam Tumbilotohe Tumbilotohe : malam pasang lampu di Gorontalo biasanya dilaksanakan tiga hari sebelum hari raya Idul Fitri Bunggo : biasa juga dikenal dengan nama Lantaka atau lentaka, meriam bambu/bulu 24 – 09 - 2007

Kabar Duka Citaku

* kutulis apa yang tak ingin kusebut sebagai puisi ini, karena kutahu bahwa mungkin tak bisa denganmu kurasakan untuk bersama * menelusur langkah dalam kesendirian semuanya tiba-tiba seperti bicara mengajak hampa perlahan berbentuk tentang jejak-jejak tangis dan tawa sambil meraba nada-nada masa depan di tiap-tiap tepi jalan pada debu beterbangan, bunga yang menari, lagu bocah-bocah dan pulas para angsa hari ini cerita hamil oleh kenangan * kenangan bersijingkat di atas genangan air ataukah fatamorgana dibias silau ada wajah yang rinaikan tawa berceloteh tentang kepodang terbang sepasang memahat cakrawala jadi ukiran kasmaran wajah siapa di langit awan cemerlang pantulkan cahaya membuat bayang-ayang genit menari menggelitik dengan sisa hujan di sudut bibir aku berpaling ada kelopak mawar lagi tersipu hingga desau angin luruhkan daun mahoni antarkan kembali sadarku pada jalan tempat tengah melangkah menapaki sunyi yang satu-satu terawang * terawang menyata telah begitu jauh kugandeng ti...

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Padang Gerimis Burung-Burung

di padang gerimis pecahan kabut kian tipis di selak angkasa gumpalan gabak kian sempurna di mataku burung-burung berkawin dengan angin menuju semesta penuh tanda dengan paruh kuncup dan bianglala yang susup ditelannya sebuah pesan tentang hutan dan udara perawan tahun pun seiring bulan tua seperti lingkar buta yang terpanah cahaya ia pun berumah, di ujung tahun dalam mimpi yang terbangun memungut rumput di padang keriput menanam isyarat saat musim berangkat rumah itu, dalam wujud daun berajut tempat ia dan sepi berpaut menghadiahi sepasang kepak baru: sepasang rindu masa lalu hingga, pelan-pelan sebentang ingatan menggerus tubuhnya, sebentuk tanda di balik gebuk awan, tempat ia menajamkan mata mencurigai segala juga kerisauan yang terhampar serupa padang ketika ia dilepas dalam lengang tapi, tentang pulang ia hanya kenal setumpuk maksud yang jauh yang tanggal di tiap bulunya yang janggal mengenai sebuah kembara ke tahun yang samar, tempat hidup dituang lebih pijar membuatnya sadar se...

Tebaran Mega

Kumpulan sajak ini ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana dalam masa dua tahun : 1935-1936. Bisa dikatakan pada kurun itu, ia berada dalam suasana berkabung, karena wafatnya istri tercinta. Namun sikap optimisnya, nalarnya yang luas, mampu menghapus pilu, menghalau duka yang melandanya. Sutan Takdir Alisjahbana yang akrab dengan panggilan STA merupakan penyair angkatan pujangga baru. Beliau lahir di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908 dan tutup usia di Jakarta, 17 Juli 1994.

Sajak Arif Rizki

PELABUHAN hari ini matahari terlambat bangun tidur, katamu dan keabadian sajak telah kau pahat dalam ranjang-ranjang yang mengekang lenguh-lenguh perawan kalender-kalender telah botak. bila kau bosan mengangkat panggilan dari kesunyian, di hatiku ada cermin retak. masuklah. angin terlalu kencang untuk berjalan akan kita nyalakan tungku-tungku yang patahkan waktu setelah kau jemu pecahkan tampuk rindu dinding-dinding yang sabar. kertas-kertas yang lapar. adalah pelabuhan yang menampar tahun-tahun penantian para penggali sumur air mata yang jenuh berkeluh kesah. catatlah! catatlah! kegelisahanpun menahun lahirkan tinta-tinta yang racun padang, desember 2007 SAKIT RUMAH ternyata masih kudengar sedu mu ketika ku tertatih menjerang kantuk. hai. di suatu pagi, pernah pula ku dengar sedu yang sama diantara kardus yang bisu, dan diantara selimut berbulu menyerapahi gegedung yang menggunung negri ini terlanjur konyol, tempat disenandungkan sumpahsumpah yang klise jadi kita tak perlu lagi mema...

Ketika Sastra dan Budaya Luhur Terpinggirkan

Suatu saat, suatu saat, dan suatu saat lagi saya dihantui oleh kecemasan. Kecemasan saya itu bukan tanpa alasan.Hampir tiap hari saya menyaksikan kenyataan bahwa kehidupan semakin dikuasai oleh pertimbangan-pertimbangan yang mendudukkan uang di singgasana kekaisaran. Uang jadi raja segala-galanya. Pertimbangan-pertimbangan serba uang telah mempengaruhi pola pikir dan pola rasa manusia. Manusia yang pada mulanya berperikemanusiaan berubah menjadi berperikeuangan. Manusia yang semula bermata nurani berubah menjadi bermata uang. Pikir dan rasa yang ada dalam diri manusia yang semula merupakan satu sinergi harmonis, kini keduanya menjadi musuh bebuyutan dalam perang terbuka. Dulu ketika bapak saya sering nembang atau “ura-ura” yang tembangnya dicuplik dari pustaka luhur karya para pujangga, kangmas dan mbakyu saya pun sering menjelaskan ulang bahwa tembang-tembang itu berisi ajaran luhur untuk selalu menjalin rasa kemanusiaan yang selalu didasari oleh rasa keilahian. Tembang itu adalah jug...

Sajak-sajak Rio SY

DI TELAGA LABUHAN ;senasib puisi ketika telaga basah, kembang diundang untuk membelukar dalam muatan yang ia kenali sebagai sepi. juga lumut yang bertabir di sesisa kenangan mereka senasib puisi mereka senasib mimpi yang basah, meski tak bermuara menakar dermaga nafas mereka menumpuk dan beranak pada riak memanggil sepotong nama yang belum terjumpa terlalu dibukanya tahuntahun ngiang meraut kepulan yang mulai menyuruk serupa puisi yang tiada ditinta ;biduk hanyut ada yang menyerupai biduk bertolak dari seberang samar. tapi unggun. melingkari gugusan senja yang tak kunjung terbenam. maka benarlah arah arus membusuk dan terurai menjadi serat yang merawat ikanikan dan biduk masih mencari labuhan yang sempat hanyut oleh puisi. pun air menghanyutkannya seumpama layar membuka-menutup ;sebilah dayung telaga hampir reda, irama alir makin bening betapa pun beningnya, ikanikan terhantuk bebatuan sebab mereka buta arus surut yang mengerut ke dalam puisi, dan mereka lupa membuat perahu kertas guna...

Kebahagiaan Hermann Hesse (renungan akhir tahun 2007)

*Sebuah Catatan Akhir Tahun SUTRISNO BUDIHARTO Dunia memang makin hiruk pikuk. Itulah yang tercatat dalam memori saya menjelang tutup tahun 2007 dan menjelang datangnya tahun baru 2008 ini. Tengok saja lembaran berita surat kabar atau dokumen faktual lainnya: Indonesia memang makin hiruk pikuk semenjak reformasi digelindingkan 1998 lalu. Makna hiruk pikuk yang saya maksud tentu sangat beragam; ada yang postif, tapi ada juga yang negatif. Makna hiruk pikuk yang postif dapat dilihat dari keadaan masyarakat Indonesia yang sementara ini (sejak 1998-menjelang tutup tahun 2007) tidak terkurung dalam cengkeraman penguasa represif yang suka main tangkap dan menghilangkan orang. Makna hiruk pikuk yang negatif, masa transisi Indonesia pasca reformasi 1998 sampai kini masih belum memiliki arah yang jelas. Masyarakat memang memiliki kebebasan berorganisasi dan mengeluarkan pendapat, tapi proses reformasi dan demokratisasi yang sudah dilaksanakan belum benar-benar bisa menjamin pemenuhan hak-hak e...

Sepucuk Pesan Ungu

Sepucuk Pesan Ungu adalah rindu yang mendayu-dayu lelaki pada kekasihnya.Sedemikian rindu sehingga tidak menyisakan ruang lain selain cinta, kau, dan aku. Kisah kasih yang sendu, harapan-harapan yang tumbuh silih berganti meresap di setiap puisi yang tertulis.Kumpulan Puisi ini ditulis oleh Ready Susanto, penyair kelahiran 40 tahun silam di Palembang (yang tentunya tidak lagi muda), mungkin tidak menawarkan sesuatu yang baru tetapi tetap pantas jika anda ingin menikmati kembali puisi percintaan yang lembut dan bernuansa ungu.

Lomba Penulisan Puisi dan Cerita Pendek Berbasis Cerita Rakyat Jambi

Panduan Lomba Penulisan Puisi dan Cerita Pendek Berbasis Cerita Rakyat Jambi I. Ketentuan Umum 1. Acuan utama lomba ini adalah penulisan puisi dan cerita pendek dilaksanakan sebagai hasil proses interpretasi terhadap ceita rakyat Jambi. Sumber cerita rakyat dapat berasal dari manuskrip, buku cerita rakyat yang telah diterbitkan ataupun sumber-sumber lisan. Aspek kreatifitas sebagai hasil interpretasi merupakan acuan utama lomba ini. Oleh karena itu sangat terbuka adanya pemahaman yang beragam dari peserta lomba baik dari sisi tema, tokoh, latar maupun aspek-aspek lain. 2. Peserta terbuka untuk umum. 3. Tema puisi dan cerita pendek bersifat bebas/tidak mengikat, tidak bersifat SARA. 4. Peserta melampirkan bio data, fhoto diri ukuran post card, berwarna sebanyak 2 lembar. 5. Naskah puisi dan cerita pendek telah diterima panitia selambat-lambatnya pada 31 Maret 2008. II. Ketentuan Khusus A. Lomba Penulisan Puisi Berbasis Cerita Rakyat Jambi. 1. ...

Voting Sayembara Puisi Bulan Ini Edisi Januari 2008 Diperpanjang s/d 7 Januari 2008

Nominasi Puisi Bulan Ini Edisi Januari 2008 telah ditetapkan. Berikut adalah puisi-puisi yang masuk dalam nominasi sayembara yang mengambil tema "Rahasia Kesedihan" tersebut. Kami persilahkan Anda untuk memilih salah satu dari 10 nominasi untuk dicalonkan menjadi Puisi Bulan Ini Edisi Januari 2008 versi Puitika.Net. Voting akan kami tutup pada 7 Januari 2007 dan pengumuman hasil pemenangnya kami tampilkan 8 Januari 2008. (kami cuma memilih satu vote dari IP Address yang sama, jika terdapat dua vote atau lebih dari IP Address yang sama maka kami hanya mengambil satu vote, hal ini kami lakukan untuk menghindari kecurangan) Selamat memilih! Catatan : Anda juga sudah bisa mengirimkan karya anda untuk sayembara Puisi Bulan Ini Edisi Februari dengan tema "Kemenangan Cinta"

Gugur Embun

Gugur embun di kelopak anggrek : kemarilah, lelakiku dalam tetabuhan lagu angin yang bergetar membadaikan rindu dari fanah gairah.biarkan melipur musim cinta yang tak lagi punya wangi langit senja hari. di gigir harapan yang getas, barangkali sebilah hati akan datang pada lubuk puisi paling pencil 081553979xxx

Sajakku

Kutulis lagi sajak-sajak baru pada batu-batu. Karena sajakku hanyalah sajak para batu. Menulis impian serupa menulis lajunya semangat kepak sayap elang. Aku ingin membingkai hariku serupa deras alur sungai yang mengalir di tubuh pertiwiku. Telah kutulis juga tentang cerita bocah-bocah kembara yang mengasi hidupnya di atas sisa-sisa ludah yang lain. Tanah-tanahmu yang kadang lembab, kadang tandus, kini penuh Lumpur. Tak cukup rumah-rumah, padi-padi kami melambai-lambaikan tangannya meminta penghibaanmu. Tapi banyak diantara kami mungkin terlalu sombong lama tak menegurmu. Ingin kutulis juga tentang ikan-ikan yang menari dalam baharimu. Di tengah-tengah tariannya, ia mengadu pada bahari tentang buasnya makhluk bernama manusia di atas bumi. Tintaku tak cukup terang menggarisbawahi apakah tarian ikan hanya sebuah provokasi atau memang kesalahan dahsyat dalam aneka birokrasi hidup bumi. Bahari kadang diam bungkam. Tapi suatu kali emosinya membirahi menghanyutkan deru nafas keangkuhan, kenis...

Ruang Puisi Ruang Hati Ruang Sunyi

Puisi - Hati - Sunyi adalah benang merah blog Nanang Suryadi, seorang penyair yang berdomisili di Kota Malang. Nanang Suryadi sendiri sebenarnya bukan pemain baru di dunia maya selaku pemilik blog yang memiliki kekhususan pada puisi. Terhitung sejak tahun 2002 sampai dengan Desember 2007 sudah 229 posting puisi yang dihasilkan. Selain aktif menulis di blog pribadinya , Nanang Suryadi sudah menerbitkan antologi puisinya yang berjudul "Telah Dialamatkan Kepadamu" tahun 2001 . Puisi-puisinya juga tersebar di antologi bersama serta media cetak lokal maupun nasional

Untuk Budhe

Hari ini aku melihat - meski sebelumnya tidak merupakan kesengajaan – mata itu: mata yang letih akan hidup dan kehidupan dan semua beban didalamnya. Dan hanyalah beban: beban yang sungguh yang nampak disana. Memantul pada lensa mataku. Membekas menggoreskan bermacam tandatanya yang mencekik leherku. Hari ini aku melihat – dengan sengaja yang kusengaja. Mata itu: ketika dengan gemas dia remas pipiku. Aku telah merasainya, aku menikmatinya: mata itu. “Dan semua beban yang terendap di mata, dan membeku di mata telah menimpaku kini.” Salah satu tandatanya yang mencekik leherku bertanya: kenapa. Aku tahu telah lama dia mengetuk di depan pintu sorga – katanya. Sorga berada di dalam guagua gelap: beribu kalong yang tidak perlu cahaya bergantung di langitlangit. Juga, sorga berada di pucuk pohon pinus: aku melihat pohon itu dari pekarangan belakang rumah nenek. Salah satu tandatanya yang mencekik leherku bertanya: kenapa. Aku tahu telah lama dia bersahabat dengan para kalong pemandu. Dan juga ...

Sajak-sajak Andri Anda Saputra

Relief di Puncak Bukit di puncak bukit sekumpulan semak telah lupa jadi pohon bertahun hidup menggambar jejak yang lembab di bawah musim ketika tahun-tahun menjadi kering ia menjelma wajah bisu burung-burung, menatap kepergian awan dari utara Kandangpadati, 2007 Relief di Jalan Pulang patung-patung debu yang pecah dari batu yang lahir di ujung gagu tegak menunggu di balik udara padat berbagi tubuh menempuh ruh yang luruh Kandangpadati, 2007 Relief di Kota dini hari terasa lebih dingin. orang-orang kembali jadi batu di rumah-rumah tanpa lampu. di ujung gang, bulan pecah melolong panjang menyembur jalan-jalan. di mata pengembara, sebuah ladang perburuan. Kandangpadati, 2007 Relief dari Bukit Lampu dan kita berkejaran mencuri maksud di antara pintal ombak di bawah bayangan nujum badan kapal yang pernah karam sebuah kisah kita turunkan dari layar, kisah yang seusia bukit berpanah pendar, bukit yang dulu lerai dari ingatan, yang bermusim-musim menjadi isyarat atas angin dan hujan dan kita...

Jejak

aku tumbuh dari kaki derita, kaki rabun yang lara ketika penantian adalah adzan dan tapakku jadi debu di kerani rumahrumah, rumah yang kulewati saat tumbuhku takluk pada kekotoran dan ayunku ialah langkah Tuhan pada keliaran tanahtanah matang, aku tumbuh dari perayaan 2007

Hidup Memang Kelewat Menuntut , Kawan!*

pada kehendak kelamin muram, ketika senja mulai mengubah nyanyi jadi naluri kanak-kanak kata tak lagi dapat dipercaya, lambang-lambang mengerang bersitegang dengan pikiran dan matamu membuka kembali ramalan musim lembaran waktu, pergeseran payudara perhitungan atas nasib di sebrang ingatan kawan, dari keterpencilannya bulan kirimkan ancam di mimpiku; bau kecemasan paling pilu dari keyakinan-keyakinan sumbang—adakah kau tahu kerahasiaan malam, mata yang menebal dalam wajah-wajah remang? namun kemunafikanmu masih menulis sejarah pada tubuh kian kaku; tentang rindu dan metamorfosa perkawinan yang kelak gagal kedukaan memang bermula dari pergantian musim: ketika bunuh diri adalah satu-satunya pilihan—penantianku di tanah-tanah gersang, dalam liat selubung siasat membuatku semakin lugu hingga mengabur beda dosa dan sorga; dentum dogma memeram mataku jadi insomnia terakut—semestinya kaupun pergi dari negri yang makin hilang diri berlarian sepanjang kenangan mengutuki zakar pengecut dan oda y...

Hartati

- Tentang Dian pintu rumah duka di hatimu pernah kuketuk suatu kali, saat hujan menderas di halaman tapi, tak kudengar tanda jawaban dan, doa adalah penawar luka yang dulu pernah kujanjikan sudah kutaruh di celah jendela sebelum aku bergegas pergi saat gerimis perlahan mulai habis Kediri, Desember 2007

Puisi-puisi Ustadji Pantja Wibiarsa

REBANA PULANG usai bertahun sembab kamar pengap biadab kini birahi pun rindu wangi iktikaf kepak sayap memulai dengan menekuni relief retorik pucuk malam bahasa santun yang dipeluk cium ranum mafhum senyap bahwa hidup tak sekedar mengulur benang nasib tapi juga memintalnya di mursyid cuaca muhasabah jadi bentang muiz ziarah muhadarah Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007 REBANA PUNGKAS kasidah musim yang terpetakan di cakrawala lentera mencahayai tukmaninah cinta pada maaf samudra camar pulang ke sarang berkaca kedalaman rasa dari luka hati yang mendebat laknat khianat ikhlas menepis amuk gejolak amarah dendam mengakhiri amis linggis iblis perseteruan Sanggar Kalimasada Kutoarjo, 2007 EPISODE BAGIMU 1 engkau yang bersembunyi di balik puisi rembulan kenapa senantiasa menguncupkan mawar kerinduan oasismu pun menyimpan desir teka-teki dan degup kenangan pada pucuk kesunyian malam berkelebat tanya riuh apa yang kautanam di ladang-ladang kusam istirah pun membentur lorong panjang berdebu sem...

Di Pantai Paradoksal

di sepanjang pantai ini tahun-tahun mana, sayang, yang luput dari tangkapan tatap sembab mata kita perahu-perahu datang dan pergi, dilayarkan cuma membawa derita deraan berdarah karena ladang-ladang pun dibakar dendam dan hasilnya dijarah-rayah tak satu pun butir dapat diselamatkan bagi sebuah kebersamaan seperti kakek-nenek kita dulu telah memperjuangkan mili demi mili kibaran bendera menyibak angkasa bertuba dengan robek dada lepas nyawa siapa pula itu nakhoda yang merampas ganas dan terjal karangnya samudra melimburhancurkan rumah-rumah nelayan, apa yang masih tersisa siapa masih jumawa berkata: aku bahagia meski dengan segala kelaparan sayang, boleh kau nekad menggelitiki gendang telingaku meski aku tak tahu arti senyummu, kau terus merayu dengan bisikmu: “masih bisa kusematkan kembali di dada bumi yang rentan dan tua bahasa embun sebagai tanda bahwa aku masih ada aku akan terus berjuang membacanya dengan seksama dan setia seperti angin meniti arti kodrati dari benua ke benua kemud...

Kabar Terkubur

;rindu kemenakan jauh sebelum rumput liar ditimbuni tanah merah di kepalamu telah aku eja serumpun makna walau tak bersua kita pernah berdua mengekori apa maunya abad, pun jua tersesat saat mengejar kilat air yang coba beramah tamah di padang pasir jauh sebelum rumput liar ditimbuni tanah merah di kepalamu telah kau pahat sendiri rupa nisan sehabis mengkhatamkan sunyi ‘jadilah superman.” katamu ketika kumenangis pulang sekolah. dan kau menyanyi lagu lawas aku terlalu kepompong untuk meraba makna yang tak bersua kemenakan rindu kau jinjing, mak namun pangku pupus jinjingan retak tongkat tertanam dimakan rayap dan kau pulang tak bilang-bilang dalam igau rindu ku pajang jauh sebelum rumput liar ditimbuni tanah merah di kepalamu kusimpul saja makna baku: sebuah bantal selimut tebal susu kental lebih ku kenal ketimbang menghafal sesal tentang matahari yang padam di tungku api—lagi kau tangisi kubilang aku terlalu kepompong untuk meramu madu dan mengasah pilu setajam paku kaulah yang urung b...

Kelahiran

Kelahiran ;20 tahun, ibu seperti musim terus menguning. tiap petang burung-burung menyusun sayap pada langit yang sama, laut yang sama. dan pada hari yang sama kita pun selalu menakar tubuh dengan saling menjenguk. tapi, kiloan jarak mesti kutempuh sebab aku seumpama biduk larung dari jauh. barangkali di tahun-tahun lain kita bisa bersua. sejak sebait perih kau lesapkan. aku tak pernah lupa membingkainya. suara siapakah yang menggema di ujung sana? kau atau aku, mendengar kidung seperti mengingat tangis dan tawa. kita masih sama. tapi ada yang hilang saat kau datang padaku: sebaris usia yang terlempar dari langit, sebatang tubuh yang gaduh dari tanah. aku tahu. kaulah yang turun bukit dengan mata penuh kabut. di lereng-lereng gigil kulitmu tercium bau lumut yang disabit getah embun. adakah saat itu kita telah saling mengenal? mengeja langkah serupa takut takkan bersua. kau atau aku, tak kutemu jalan tempat kita datang dan bakal berpulang. di ingatan lain, di tahun-tahun yang berubah ...

Pada Diammu

pada diammu kotakota berlabuh serua rumah haus pukul, kukenali geram yang menikam angin liar, penawar dalam mimpiku yang tawar geliat musim menguburku, melepas bajuku dalam segenap perjalanan gelap tapi kuimani sisa teriakan pesonamu tak lembap pudar kau tumbuh aku keluh dalam darahmu November 2007

Siluet Senja

pelayaran ini Citra, bukanlah pelayaran membelah langit juga bukit teriris rasa sakit pelayaran ini ialah pelayaran purba camarcamar menerka bunga dan segala masa silam ialah wabah wajahmu lalu tergelar di sela camar, koral sakalsakal selatan yang terdedah antara senja dan horison tengadah lantas di gigir dermaga kutandai sepenuh raga gerimis juga amis terjaga pinggir pantai melambai mesra serupa kujelajah anakanak sendiri tempat sajakmu pernah berumah dari hujan, peta pulau terjarah mengutuk kepalan musim dan genting masa lalu yang jadi tertuduh, pada liar ombak dan terak kapak kapak yang abadi dalam perjamuan para perompak dan penadah yang membaca angin gelombang melalui warna bungabunga, bunyang urung mekar di lurus rambutmu Citra pelayaran ini Citra, ialah pelayaran menggumuli selat, bertudung bianglala dan sepasang pembisik mengayun ombak di kelam mata sekelam ingatan wajahmu pada jatuh kapal kelabu 2007

Pengumpulan Makalah dan Puisi Pribadi Melayu

Penulisan Makalah Urusetia Seminar mengalu-alukan penyerahan makalah mengenai pantun yang belum diterbitkan lagi untuk tujuan penerbitan buku sempena seminar ini. Makalah untuk buku akan diwasit. Makalah hendaklah berasaskan kepada tema dengan berfokus kepada subtema seminar. Panjang makalah ialah antara 10-12 halaman, menggunakan fon Times Roman, Saiz 11 dan ruang selang sebaris. Makalah juga hendaklah ditulis dalam format penerbitan ilmiah yang lazim. Sumber rujukan hendaklah lengkap dan jelas. Objektif Mengumpul ahli pemikir serta pengamal pantun Melayu untuk menilai kedudukan pantun Melayu semalam, hari ini, dan esok Mendokumentasi maklumat mengenai sejarah dan budaya pantun dalam Alam Melayu Membina jaringan ilmu dan maklumat mengenai pantun Melayu Mengkhazanah pantun Melayu dalam bentuk digital untuk dirakyatkan Sub-Tema Pantun dan sejarahnya Pantun dalam pemikiran serta jatidiri Melayu Pantun dalam adat resam rasmi Alam Melayu Pantun dalam lingusitik Melayu Pantun dalam perayaa...

Revitalisasi Sastra Jawa Timur dan Tafsir Jawa Timur

Tanggal 28 - 29 Desember 2007 Revitalisasi Sastra Jawa Timur Jilid digelar di Universitas Airlangga dengan tema : "Tafsir Jawa Timur : Interpretasi dan Resiko Kontemporer". Acara ini mengundang semua sanggar sastra Jawa Timur. Pembicara : Yusri Fajar (Unibraw), Gunawan (Sanggar Nasi Putih Jember), Haris El-Hakim (Sastranesia Lamongan), Kadarisman (Sanggar Lentera STKIP Sumenep), Puput Amiranti (LabSastra Unair), Eva Dwi Kurniawan (Unesa). Selain itu juga akan diterbitkan buku kumpulan esai, puisi dan cerpen dari sanggar-sanggar sastra di Jawa Timur berjudul "Tafsir Jawa Timur" . Kegiatan ini merupakan kerjasama Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Airlangga dengan Penerbit Lanskap Indonesia dan Komunitas Labsastra Universitas Airlangga

Selepas Gerimis, Benih-Benih Pelangi Tumbuh Di Jemari Ibu

1 dan sepanjang gerimis patah-patah membekas peluh dengan tangis ibu kau tak menanak mimpi mula pagi itu embun telah pecah di kelopak kembang sepatu gerimis terus memasung jejak kering kita di ayunan kemarin tubuh kita bau daun-daun gugur kuyup ingatan dari kepasrahan yang akut seperti dongeng terakhir, gerimis ini mengujar kenangan- kenangan berkalang kesiur waktu menampung harapan kemarau dan keberserahan terlalu menyakitkan serupa kopi basi yang kau seduh malam-malam tapi selalu saja kepahitan baru membangkitkan penawar bagi rasa getir kehidupan silammu ah! tapi selalu juga gerimis menyeretku pada gigil musim yang meminang keruh airmata 2 sementara sepotong kuning rebah di bayang langit saga aku gemetar diamuk kehampaan aroma liat tanah menyematkan sisa rindu kanak pada keriuhan berkubang lumpur (kugali-gali cahaya yang sayup di pelupuk mata ibu belepotan janji dan ratapan merentang pengabdian) “sungguh, gerimis memang teramat indah,” senandungmu. engkau tersenyum. basah tubuhmu me...