Langsung ke konten utama

Hidup Memang Kelewat Menuntut , Kawan!*

pada kehendak kelamin muram, ketika senja mulai
mengubah nyanyi jadi naluri kanak-kanak
kata tak lagi dapat dipercaya, lambang-lambang mengerang
bersitegang dengan pikiran
dan matamu membuka kembali ramalan musim
lembaran waktu, pergeseran payudara
perhitungan atas nasib di sebrang ingatan

kawan, dari keterpencilannya
bulan kirimkan ancam
di mimpiku; bau kecemasan paling pilu
dari keyakinan-keyakinan sumbang—adakah
kau tahu kerahasiaan malam, mata yang menebal
dalam wajah-wajah remang?
namun kemunafikanmu masih menulis sejarah
pada tubuh kian kaku; tentang rindu
dan metamorfosa perkawinan yang kelak gagal

kedukaan memang bermula dari pergantian musim:

ketika bunuh diri adalah satu-satunya pilihan—penantianku
di tanah-tanah gersang, dalam liat selubung siasat
membuatku semakin lugu
hingga mengabur beda dosa dan sorga; dentum dogma
memeram mataku jadi insomnia terakut—semestinya

kaupun pergi dari negri yang makin hilang diri
berlarian sepanjang kenangan
mengutuki zakar pengecut
dan oda yang kau kirim lewat matamu
aku maknai sebagai desir denotasi—semestinya

dalam kemunafikanmu, kawan
adakah bahasa yang lebih sederhana?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...