1
dan sepanjang gerimis patah-patah membekas peluh dengan tangis ibu
kau tak menanak mimpi mula pagi itu
embun telah pecah di kelopak kembang sepatu
gerimis terus memasung jejak kering kita
di ayunan kemarin
tubuh kita bau daun-daun gugur
kuyup ingatan dari kepasrahan yang akut
seperti dongeng terakhir, gerimis ini mengujar kenangan-
kenangan berkalang
kesiur waktu menampung harapan kemarau
dan keberserahan terlalu menyakitkan
serupa kopi basi yang kau seduh malam-malam
tapi selalu saja kepahitan baru
membangkitkan penawar bagi rasa getir kehidupan silammu
ah! tapi selalu juga gerimis menyeretku
pada gigil musim yang meminang keruh airmata
2
sementara sepotong kuning rebah di bayang langit saga
aku gemetar diamuk kehampaan
aroma liat tanah menyematkan sisa rindu kanak
pada keriuhan berkubang lumpur
(kugali-gali cahaya yang sayup di pelupuk mata ibu
belepotan janji dan ratapan merentang pengabdian)
“sungguh, gerimis memang teramat indah,”
senandungmu. engkau tersenyum.
basah tubuhmu
melukis keelokkan di kedalaman batinku
yang mengubur kebencian dan kecewa,
menjinakkan amarah yang terlepas liar
dan menyatukan kegairahan mimpi-mimpi
yang terberai dari hembusan nafasku sendiri
selepas gerimis, benih-benih pelangi tumbuh
di jemari ibu
giris lagu hujan mencatat nikmat kesedihan
sejak kini; kosong jiwa menjelma jagat ruhani
bagi ketakberdayaan dan dukacita
Surabaya 2007
dan sepanjang gerimis patah-patah membekas peluh dengan tangis ibu
kau tak menanak mimpi mula pagi itu
embun telah pecah di kelopak kembang sepatu
gerimis terus memasung jejak kering kita
di ayunan kemarin
tubuh kita bau daun-daun gugur
kuyup ingatan dari kepasrahan yang akut
seperti dongeng terakhir, gerimis ini mengujar kenangan-
kenangan berkalang
kesiur waktu menampung harapan kemarau
dan keberserahan terlalu menyakitkan
serupa kopi basi yang kau seduh malam-malam
tapi selalu saja kepahitan baru
membangkitkan penawar bagi rasa getir kehidupan silammu
ah! tapi selalu juga gerimis menyeretku
pada gigil musim yang meminang keruh airmata
2
sementara sepotong kuning rebah di bayang langit saga
aku gemetar diamuk kehampaan
aroma liat tanah menyematkan sisa rindu kanak
pada keriuhan berkubang lumpur
(kugali-gali cahaya yang sayup di pelupuk mata ibu
belepotan janji dan ratapan merentang pengabdian)
“sungguh, gerimis memang teramat indah,”
senandungmu. engkau tersenyum.
basah tubuhmu
melukis keelokkan di kedalaman batinku
yang mengubur kebencian dan kecewa,
menjinakkan amarah yang terlepas liar
dan menyatukan kegairahan mimpi-mimpi
yang terberai dari hembusan nafasku sendiri
selepas gerimis, benih-benih pelangi tumbuh
di jemari ibu
giris lagu hujan mencatat nikmat kesedihan
sejak kini; kosong jiwa menjelma jagat ruhani
bagi ketakberdayaan dan dukacita
Surabaya 2007
Komentar
Posting Komentar