Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2007

Revitalisasi Sastra Jawa Timur : Menolak Pemetaan Sastra Utan Kayu

Tanggal 20 Agustus 2007 Dewan Kesenian Jawa Timur mengadakan acara Temu Sanggar Sastra Se-Jawa Timur dengan tema Revitalisasi Sastra Jawa Timur: Menolak Pemetaan Sastra Utan Kayu dengan pembicara Dr. Putera Manuaba, Herry Lamongan, W Haryanto, Helmy Prasetya. Acara bedah buku Hujan Sebait Lipat Dalam Surat: Antologi Penyair Mutakhir Jawa Timur mengambil tempat di Bekas Gedung Museum Mpu Tantular Surabaya, Jl. Taman Mayangkara Surabaya, Jam 9 s/d selesai. Acara terbuka untuk umum. Informasi lebih lanjut hubungi W. Haryanto (085649729861)

Surat kecil

Setiap mimpi berujar kepedihan menghujam rindu padamu jiwa yang memenuhi sudut-sudut kepingan lara, tersayat luka bunda menerka itu hanya fragmen tak berkulit sepi namun kau pergi entah kemana hanya sepucuk daun pala yang kau letakkan diatas meja kamar bunda itu bukan pengobat rindu kau salah nak, jika pagi esok ada, usap matamu saat sinarnya merajam setiap helai bulu matamu seraya kau berucap “pagi lesuh, tak ada gambar bahagia Pada kehangatan malam, selain pelukku, bundamu” ku dengar itu, dan ku tunggu kau kembali Darussalam, 26 Februari 2007 # Puisi ini dimuat di Harian Aceh

Di Sela Waktu

di sela waktu. jarum jam henti berdetak. dimensi tuntun khayal pada titian gelombang pasang. aku terjerembab diatas pasir berdesir perlaha., dihantar angin sunyi pantai suram. nuansa senja menyepuh mega dipaksa temaram. walau hanya tergores sebait. serupa goresan kuas cat tembok basah. masih ada kepak burung layang di mega utara. kemana dia hendak pergi? arah tentukan pertanda. dan tandatanda akan bermain bersahutan. seperti berita dari penujum yang dibawakan gemuruh handai tolan. dan adanya ia seumpama garis yang mengikuti jalan patahpatah. selalu : cabangcabang membentang pilihan namun ini waktu terhenti. hanya desir ombak yang mengalun mesra. seperti ingin mengajakku bermain sementara. ada yang datang kembali. ada yang telanjangi hati. namun ini waktu terhenti. hanya gelombang pasang yang datang kemudian. memangku buihbuih rindu bergelombang. angin memainkan harpa sendu diikat bau anyir punggung pantai. serasa tiada kehendak mainkan lengkingan hingar karena yang ada hanyalah lirih m...

Memastikan Hati (yang tertunda)

tak ada pernah kabut ragu diantara telaga maya kita airnya tenang, sejuk nan damai selalu mampu melepaskan dahagaku dan dahagamu yang menghantui mimpi tidurmu, adalah kepastian didunia realitas walau sesungguhnya hanya dengan telaga maya itu saja aku telah yakin dan tak akan pernah kecewa namun dunia realitasmu penuh timbang rasa penuh himpitan kesepian yang kau sendiri tahu bahasanya dan kini ketika kepastianmu itu harus tertunda basah matamu membanjiri sampai sepiku disini menyeret membenamkan aku kedalam lautan ketakutan lorong panjangku yang semula terang oleh kilau genggaman permatamu semakin memanjang dan sesekali aku tergugah habis nafas terkesiap oleh hilangnya suaramu sayup sayup aku berlari mengejar tak hiraukan diriku yang tertinggal aku berlari terus hingga jangan mengecil terangmu hingga masih sanggup kudengar suaramu hingga tak lagi tahu kemana wujudku bersisa Hiroshima, Tuesday.2006.08.29.16:25

Dijalan Pulang Nanti

dijalan pulang nanti apalagi yang tersisa nanti ? andai ketika harus menyusuri jalan berlubang berdebu mahoni dengan daunnya menghitam sampai pada pagar hijau kusam berkarat depan rumah lalu menjumpai pintu masuk yang tak lagi tersenyum menyapa seperti biasa langit-langit menatap muram digelayuti jerat nestapa memar yang tergurat didinding masih mengumbar duka lama gema jerit riang anak-anak berlarian tak lagi terdengar ruang tengah tak lagi menggugah canda semua ditelan sepi, sepi dan pahit kenang didalam enggan tuk berpindah sepi ketika pergi dan masih sepi ketika kembali jika ada lalu lalang tatap tajam mata yang menghampiri sepi ini menjelma hanya jadi resah membayang semua itu dijalan pulang memberat langkah dengan beban bimbang tak ada lagi harapan disitu tak ada lagi yang tersisa sudah biarkan terkubur waktu dan musnah namun cercahMu diarah lain terbentang menanti dengan cinta memintaku pulang kepelukannya Hirokosaten Kure Hiroshima, Monday.2006.09.04.00:22

Menyelami Lubuk Sendiri

ketahuilah, aku sperti mencari dibalik dinding kaca ketika jumpa usai sebelumnya ada kau tersenyum manis menukar manja dengan kata-kata bertebangan disekitar bolamata sesekali kau terlihat selebihnya sirna dan aku, menunggu disudut malam terpaku dingin diam beku diam ini adalah diam menyelami menyelami lubuk sendiri yang lama kosong kutemukan disitu :senyummu rebah dengan tenang dipangkuan ditebari aroma melati kata dihujami rindu Hirokosaten Kure Hiroshima, dinsdag.2006.11.23.02:54

Malam Ke Sekian

malam ke sekian, aku lukis benci pada pertemuan ombak dan pasir, sisa risik hujan, juga wajah-wajah lengang nelayan sajak-sajak berpulang tanpa arti, para pecinta tak memiliki mimpi beratur-ratus   di sebalik sunyi, denyar hati pecah keterpurukan jadi mahir mengakrabi   081553979xxx      

Jiwa yang Diasah Jalan

jiwa yang yang diasah oleh jalan tegak dan melawan langkah yang dibimbing jalan tak pernah tinggalkan jalan ia tak asing dengan segala dusta mafhum pada setiap lagu pura pura orang yang dikalahkan dan menyadari ketakberdayaan adalah orang yang sedang mendadarkan hikmah kekalahannya menjadi tetes darah bagi jalan hidup ia singsing baju perjungan ia songsong matahari kemenangan orang yang terus melawan adalah ia yang maklum akan segala resiko perlawanannya orang yang terus melawan adalah ia yang waspada akan setiap resiko kesadarannya orang yang terus melawan adalah jiwa abadi bagi jalan anak kandung dari semangat semua zaman

Janji Kekelawar

nyanyianmu adalah janji kelelawar buat pagi ini bintang bintang menyaksikannya tadi malam maka demi apa pula musti percaya selain bahwa aku masih sedemikian bodoh dan rentan belum tiba matahari di halte ini aku terbungkus beludru pekat dengan syal angin mengejar suaramu yang gaib namun belum juga tertemukan dan siang mulai melucuti jubah tebalnya masih juga aku duduk dan berdiri pula di halte ini sementara nyanyianmu beranjak menjadi kabut dilalap derum jalan raya: neraka kota aku runduk dan melangkah matahari menggamit pundakku pandangannya hiba menyambuk dan angin mewakilinya bicara, berat - hampir desah: "kelelawar sudah lama sekali tertidur di sarangnya yang purba istana yang baru akan hidup kembali di penghujung senja"  

Sajak Pujangga Untuk Kekasihnya

kujejali ruang banyak dimensi yang kita cipta bulan selalu membingkai sketsa wajahmu kau telah membunuh semua ketakutan yang menghantui di malam-malam ini dan aku mengikuti arah angin yang tak pernah seok lagi berjalan pulang kulayangkan sebentuk bisik yang merdu membelah gelap jalan supaya engkau tidak dalam kesunyian yang berderai basah langkah sudah tak gontai meratapi setiap jengkal sisi jurang kita tentramkan kembali bintang-bintang yang enyah kemarin dan kita buat sebaris mimpi yang indah di lelap-lelap dunia kita

Masih Menenggak Manisnya Sepertiga Malam

Masih kumakna raut langit yang makin tua Yang meracik rindu yang berurai air mata Separuh jiwa terus mengkelanai waktu Yang menggores jejak di kulit muka Hari hari tetap sebutir kecil hidup yang pincang dan rapuh Yang gampang lerai menjadi abu Kutenggak manisnya rindu sepertiga malam Melukis makna di bingkai jiwa Aku kekasihMu

Seleksi Puisi Untuk Antologi Malam Sastra Surabaya 2007 dan Dewan Kesenian Jawa Timur 2007

Malam Sastra Surabaya 2007 akan menerbitkan Antologi Puisi "Surabaya 714" yang berisikan 40 penyair Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Lamongan dan Bangkalan. Dewan Kesenian Jawa Timur akan menerbitkan antologi penyair mutakhir Jawa Timur 2007 yang berjudul "Hujan Sebait Lipat Dalam Surat." Masih terbuka kesempatan untuk Anda yang berdomisili di Jawa Timur untuk mengirimkan puisi-puisi untuk dipertimbangkan dimuat dalam kedua antologi tersebut. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi W. Haryanto dengan nomor telepon 085649729861

Bapakku Menjual Matahari

bapakku menjual matahari yang kerap menjadi peluh melepuh kekasih kecilnya setia menulis peristiwa musim penghujan hingga siang terbuang entah berapa bilang bapakku menjual matahari dan hari menjadi mati di ujung matanya namun tak ada pembeli suara bapak mulai parau, tubuhnya serupa kemarau lalu kucoba hadirkan embun tapi beku serupa mataku ia menyuruhku pulang merapikan bajuku yang kusut menanam bibit matahari agar kelak aku bisa mengingat cakrawala yang sepi dan menakutkan September06

Puisi-puisi Ali Termizzi (Brunei Darussalam)

Sebanyak 10 buah sajak:   Hilang akal! himpit-himpit di otakku ikat-ikat pembuluh darahku lintas darah mengalir naik aku jadi hilang tumpuan nangis aku dibuatnya ganggu aku dibuatnya dengan drastik! Aku dah gila? kau diam semuanya diam arahku tak tertumpu laluku bawa berdiam dan lupakan secara tragis! Ali Termizzi HR. Brunei Darussalam. 31122004. Goyangan kaki. Goyangkan kaki itu orang tahu ia sangat indah yang mudahnya dia saja aku tak tahu yang goyang membawa senang nak kata senang nanti susah gelisahku dibuatnya aku pun tak laratkan ikut bergoyang nah pergilah kau sorang saja Kalau begitu sahaja kerjamu aku fikir tahun depan ku jadi begitu kaki bergoyang tanda berusaha inikan goyang tiada peluh setitik! Ali Termizzi H.R. Brunei Darussalam. 25022005. Gambar 42. Gambar kenangan 42 aku di sana tersenyum melupakan kisah lama masa itu banyak kenangan harus di tempuh bukan sekadar manis dan duka akan tetapi peristiwa yang sangat luar biasa rasa inginku telan tapi tak terdaya Empat pul...

Gerimis dan Dirimu

gerimis dan dirimu gerimis, kerap menjadi begitu tajam tergores dari langit dalam bayang cuaca angin, kadang tak bisa membawa butir debu yang melekat ke dirimu :keheningan yang terus-menerus bernyanyi seperti bahasa-bahasa laut dalam bisikan-bisikan pasir yang memanggil sukmaku dalam kegamangan “seharusnya engkau berdoa” katamu “menunggu musim rindu tiba?” tanyaku sambil menepis gerimis di pelipismu “kita harus luruh bersama angin dan seolah lenyap dalam angan cuaca biarkan debu-debu itu melarut bersama gerimis sebab tak ada yang tuntas dalam kelahiran ini" jejak-jejakmu kuinsyafi sebagai keheningan yang memanjang entah ke mana mei-juni 2007 perempuan hujan engkau demikian mencintai hujan sedang hujan terus-terusan membuatku di rampas dan kehilangan akan kuikhlaskan engkau pada pagi pergilah! tak usah permisi sebab ucapm hanylah nada lain dari kenangan aku akan telanjang tanpa tubuhmu biarkan kenangan tetap di tubuhku yang mengeras terlalu pagi mungkin kauminta aku memurnikan inga...

Aku Belum Mampu Menulis Sajak Cinta

1/ Aku belum mampu menulis sajak cinta Matahari musim semi menikam dada disambut tujuh kuncup luka yang mekar. Salju yang mencair serupa mata teteskan tangis pada kabar yang kudengar. Inikah luka musim sesungguhnya? Ibu yang berjalan tanpa sepatu dengan perih kaki yang tak dirasakannya, atau hanya sekuntum bunga yang layu? Lalu untuk apakah angin kautunggu jika dedaunan tak inginkan goyah, dan aku bagai anakkecil tak berbaju sendirian di musim yang salah. 2/ Tak ada sajak cinta untukmu kali ini Seperti burung tinggalkan sarang empat musim terpecah di udara, aku belajar bahasa gelombang agar paham ketika kaubicara. Langit musim semi memudar menyisakan bulan di cakrawala, Jika sajak ini kaubaca dengan gusar punahlah daku di puncak segala 2007

Ada Bibir Norah Jones di Cangkir Kopiku

Saat kulihat hari berganti, kuberharap dapat terbang tinggi¹ * Kepada yang remang-remang : sebuah bangku panjang Bangku bambu akrab berderit. Penyair kerap menjerit Seperti yang kudengar : desis air mendidih dari dalam teko Apakah kesepian telah menjadi kebanggaan, Tuan Penyair? Ada yang begitu menggelegak. Pindah dari teko ke dalam cangkir Mengalir. Mengalirlah begitu saja. Tapi karena tak ingin menulis sungai, kubiarkan tangis itu luruh. Apakah itu gerimis yang membuatmu singgah? * Biarkan aku bersimpuh di pasir, menangkup tangisan dengan tangan² * Ada yang berputar dengan pelan, pada kotaklagu : sebuah lagu kenangan Angin yang bertiup di pepohonan rindang sebelum langit mengirim hujan Aku siapkan gigil yang panjang, sedangkan kau melangkah pulang Apakah kenangan itu rahasia yang harus disembunyikan, Tuan Penyair? Lalu ada yang begitu tersentak. Tutup cangkir yang kubiarkan tergeletak Agar kudapatkan sebuah hangat dari secangkir kopi, kudekatkan kedua bibir Tapi inikah sebuah cium...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007

Biar Berkelok Harap

mungkin bagimu masih banyak debu yang kubawa dari masa lalu puing-puing gerimis memenuhi kepala dengan sisa dedaun runtuh sudah kubersihkan dengan tiap abjad yang kau ucap padaku dan kuanggap sebagai mantra mengiringi semua langkah masihkah tetap tak kau percaya? bila kata bisa berubah bukankah begitu juga bait yang kubawa padamu belenggu yang membuat gigil hingga berserak peluh dan luka bukanlah perih yang terus tertancap di tiap celah waktu kita pada retak malam yang lelap sambil memeluk harapan tataplah alur yang melaju di situ esok kita akan hinggap memang berkelok harap kita tapi tetaplah abjad dan kata tidaklah jadi sia-sia siang, 11Juli07

Penerbitan Antologi Bersama Milis Penulis Lepas, Komunitas Puisi FLP, dan Apresiasi Puisi

Mils Penulis Lepas (penulislepas@yahoogroups.com) bekerjasama dengan Mils Komunitas Puisi FLP (komunitaspuisi_flp@yahoogroups.com) dan situs www.apresiasipuisi.multiply.com akan menerbitkan buku Antologi Puisi. Proyek ini adalah kelanjutan dari rencana penerbitan buku antologi puisi dari mils penulis lepas terdahulu. Gagasan penerbitannya cukup unik, yakni dari kita untuk kita. Jadi nantinya setiap penulis yang puisinya terpilih masuk dalam Buku Antologi ini diwajibkan juga menyumbang sebesar minimal Rp 50.000,-(yang mau menyumbang lebih dari itu tidak dilarang sama sekali bahkan sangat dianjurkan) untuk biaya penerbitan buku itu sendiri. Setiap penulis nantinya akan mendapatkan sebuah buku dan diundang khusus pada saat launching perdana. Syarat-syarat pengiriman karya puisi : a. Anda para anggota komunitas sastra atau siapapun yang ingin berpartisipasi silahkan mengirimkan karya puisinya maksimal 2 buah ke alamat email : apresiasipuisi@yahoo.com b. Panitia hanya menerima puisi origina...

Friksi Jalan Pematang Ilalang

friksi jalan menghantar malam, pada tepinya yang dingin, angin mengirim aroma anyir pun tiada muara asing pun tiada asa bergeming terpaku beku berdiamlah mimbar doa-dosa-berkarat oh,pematang ilalang tercekat pekat oh,ilalang ungu tiada berkehendak apa yang ku tuai adalah tiada disini Menteng, 9 Juli 2007 -indah-

Buat Blue4gie

mungkin kau terdampar pada satu pulau di mana bangkai bangkai mesti kau bangkitkan dan kata kata yang terbang lebih fantastis dari mayat yang tumbuh di otakmu ketika malam kau akan tahu betapa pulau pulau mungkin tak pernah bernama dan sajak yang kau tangisi tak harus menjelma malaikat Surabaya Juli 2007

Pongah

sajakmu begitu pongah menunduk dan mendongak pada kata dan bait sendiri tak peduli ada kata lain yang juga mengenal sedih kata-kata tersiram marah terbungkus kecewanya merah sajakku seolah angin saja entah kau rasakan dingin atau gerah baitmu cuma satu tercipta dari gemertak angkuh 'siapa kamu?' tanyamu ketika matahari memberi sapa dengan mata menyimpan bulir luka sajakmu begitu pongah hingga kata tergeletak hampa meski tawamu meruang tetap saja malam tanpa bayang pagi, 02juli07