Langsung ke konten utama

Gerimis dan Dirimu

gerimis dan dirimu
gerimis,
kerap menjadi begitu tajam
tergores dari langit
dalam bayang cuaca
angin,
kadang tak bisa membawa butir debu
yang melekat ke dirimu
:keheningan yang terus-menerus bernyanyi
seperti bahasa-bahasa laut dalam bisikan-bisikan
pasir yang memanggil sukmaku
dalam kegamangan
“seharusnya engkau berdoa”
katamu
“menunggu musim rindu tiba?”
tanyaku
sambil menepis gerimis di pelipismu
“kita harus luruh bersama angin
dan seolah lenyap dalam angan cuaca
biarkan debu-debu itu melarut bersama gerimis
sebab tak ada yang tuntas
dalam kelahiran ini"
jejak-jejakmu
kuinsyafi sebagai keheningan
yang memanjang entah ke mana
mei-juni 2007

perempuan hujan

engkau demikian mencintai hujan
sedang hujan terus-terusan
membuatku di rampas dan kehilangan
akan kuikhlaskan engkau
pada pagi
pergilah!
tak usah permisi
sebab ucapm
hanylah nada lain dari kenangan
aku akan telanjang
tanpa tubuhmu
biarkan kenangan
tetap di tubuhku yang mengeras
terlalu pagi mungkin
kauminta aku memurnikan ingatan
pada pekarangan
:yang diam-diam membuat kita terus berjarak
di kaca jendela
embun menguap
seperti hatiku
yang kautinggalkan
juni 2007

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...