Langsung ke konten utama

Surat kecil

Setiap mimpi berujar kepedihan
menghujam rindu padamu jiwa
yang memenuhi sudut-sudut
kepingan lara, tersayat luka

bunda menerka itu
hanya fragmen tak berkulit sepi
namun kau pergi entah kemana
hanya sepucuk daun pala
yang kau letakkan
diatas meja kamar bunda itu
bukan pengobat rindu
kau salah

nak, jika pagi esok ada,
usap matamu saat sinarnya
merajam setiap helai bulu matamu
seraya kau berucap

“pagi lesuh, tak ada gambar bahagia
Pada kehangatan malam, selain pelukku, bundamu”

ku dengar itu,
dan
ku tunggu
kau kembali

Darussalam, 26 Februari 2007

# Puisi ini dimuat di Harian Aceh

Komentar

  1. langit gelap,mendung!!!jalanan mulai ramai...para pemilik rumah mengeluarkan vehicle2nya...menuju masjid, menuju gereja,menuju alun-alun kecil,pasar kembang,mall2 megah tempat para bos2 mengumbar jerih payahnya...aku rindu belaian lembut sutera mukenaku..Tapi kini ku hanya bs mengenakan jilbab dan sarung mamang becak...dingin menyeka tulang sendi yang dihajar abi kmrn siang...Lollytha hny diam,meratapi,menangis dan merindukan suasana rumah...

    BalasHapus
  2. ass.wr.wb...hanya ingin mengucapkan terimakasih utk Chokie,,,penyemangat hidupquwh...aq ada d warnet dekat rmhQuwh...setiap mlm aq ksini menumpahkan isi hati...by: Nuslimah UAD PBI.....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...