friksi jalan menghantar malam,
pada tepinya yang dingin,
angin mengirim aroma anyir
pun tiada muara asing
pun tiada asa bergeming
terpaku beku
berdiamlah
mimbar doa-dosa-berkarat
oh,pematang ilalang
tercekat pekat
oh,ilalang ungu
tiada berkehendak
apa yang ku tuai
adalah
tiada disini
Menteng, 9 Juli 2007
-indah-
Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
Komentar
Posting Komentar