Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2008

Selamat Jalan

Ketika itu remaja saat yang lain terpesona warna-warni kilau dunia Ia renungi hidup di dunia Hidup yang sementara, Dan ia pun temukan Cahaya terangi kegelapan Dan adalah suratan Jika kini ia harus berhenti berjalan, Sekarang kau temukan jawaban, Selamat jalan, hanya doa iringi kepergianmu mata ini kering, bibir ini bisu dan kaupun terbaring tinggalkan hening dalam tidur panjangmu kau bermimpi, malaikat-malaikat menjemputmu seorang diri, membawamu ke tanah asing tempat segala mimpi terbaring kaupun tersenyum, senyum yang sakral ragamu dingin, tapi jiwamu kekal. Masih tentang mimpi kaupun bercerita Mimpi-mimpimu di pagi hari Masih lekat semuanya Indah dalam khayalan Hingga saat kau harus berhenti berjalan Napasmu tercekat di udara Dan apalagi yang kita punya Saat jiwa sudah saatnya pergi Daya apa yang kita miliki Saat semua harus terambil Saat kita harus dipanggil Kita pun berdiri Dengan segala dosa, Apalagi yang kita miliki, Kita hanya setetes air yang hina. Wahai, ini adalah senja te...

Tuan Hujan

Tuan Hujan mengetuk pintu dalam magrib, "Ada yang Bisa Saya Bantu Nona?" Aku menjawab dengan senyum "Mari Duduk, Dan Membunuh Waktu Bersamaku. Sudah Kusediakan Sejumput Chamomile Untuk Kau Seduh. Biar Harum Uapnya Menebar di Makam Waktu yang Tewas Kita Bunuh...... ( Parkiran BNI 46 )

Blument Water

Ricik ricik air menyergap permukaan yang dibuatnya membulat rindu Satu satu mengecup tepian dan pasrah cemburu... Magnolia yag jatuh dingin dibatu, melayangkan harumnya padaku yang tak kunjung lekat, lalu layu dalam sendu.. rooftop wijaya XVI selatan jakarta

Di Malam Turun Hujan

malam ini hujan.... menebar seribu malaikat turun ke bumi yang besok menjelma embun di pucuk-pucuk daun dipagi hari, dan menyempil di kelopak-kelopak bunga penuh rona. melati, kenikir, ataupun kenanga hijau muda. pagi masih lama. baru jam sebelas lewat lima. disetiap ruang, tiba-tiba ada rupamu yang tak bernama. dalam setiap raut, tersenyum ataupun manyun. mencibirku di koridor-koridor menuju pintu, ataupun dibalik-balik baju perawar-perawat itu. membenamkanku ke laut yang membuat darahku berdesir menafsir dalamnya, menyergapku ke langit abu yang ku bergetar karena luasnya. aku lunglai dan lelah... mengenangmu tanpa batas... dan gapai yang tiada guna fiuuhh..... akankah aku jeda dan jera? di bulan-bulan berikutnya di musim bunga menebar aroma dan aku segar menghirup harumnya..... sentul selatan, nov 05 2007 (Ketika seorang teman patah hati...)

Setetes Sajak; hujan untuk Raina

Raina… Seperti hujan kau di negeriku Mencipta kemarau rindu jika lama tak datang Dan banjir membawa air mata jika kau datang :sedang aku takut pada hujan. Kini kau sering datang, Raina Menyapaku yang sendiri di ujung sunyi negeri sepiku Kau selalu turun menemuiku Menanyakan tentang aku, yang masih tak bisa tidur ketika malam menjelma pelaminan yang masih sering menulis puisi kepada hujan yang tak pernah lupa menyapa mentari dengan nyanyian sunyi dihalaman pagi. kau selalu datang, Raina. kau pun selalu bertanya, Raina. Tapi kau tak pernah bertanya tentang setetes sajak yang menetes dipelupuk mata cintaku Saat kau selalu datang seperti hujan. “sajak itu hanya untukmu, Raina.” Jogja, feb 08

Puisi-Puisi Teguh Trianton

Sajak – Sajak Teguh Trianton Wasyamsy demi matahari yang terbit dari larut gundah di batin jika malam ini kau asah pisau dan gali kubur untukku esok pagi, untailah fatehah tebar syahadat pada nisan di jantungku Purbalingga, April 2007 Walqomari demi temaram bulan di langit batin segala magma membuncah menyaksikan ritual terindah masokis hati di malam nelata Purbalingga, April 2007 Kepada I malam ini, akan kubentangkan kanvas dari batas magrib hingga ujung negeri subuh akan kulukis hujan dan namamu sehingga tiap orang tahu sehelai sungai bening yang mengalir di bantinku adalah kau Purbalingga, April 2007 Sajak – Sajak Teguh Trianton Walaieli demi malam yang rapuh sesungguhnya tiap airmata yang gugur dari ranting tahajud menjadi sungai pelirih pinta yang maha kekasih atas ridlho-mu, kupinang matahari bersanding nafasku Purbalingga, April 2007 Wadhuha demi matahari sepenggalah batin sujud dan rinduku tak sebanding embun yang merayap, memanjat, menggapai cahaya di antara celah-celah daun d...

Arwah Merah

1/ segala waktu memerah atas jasadku. ledakan yang membiru. jalanan cemburu menyekap jejakku segenap api kota meniadakan angin, tiupan pohon sesat membuat sebuah lingkaran bagi kemenawanan tahun lantas doadoa melesat, menuju keraguraguan yang nyata sepanjang retakan bulan. maka arwah akan berjalan menengadahkan kabut kepasrahan. sebuah penjara, bagi kegemingan malam tertawan. lalu segala bagai jiwa berliukan, menghantui pelabuhan maupun teriakan terpendam dalam kepedihan 2/ melalui namanama mengambang, aku berdiam sepanjang jalan rambutmu yang muram serta ratusan kabut gagal menghitam pisau kekeringan berlalu menangkap keliaran burung yang mengayun, menjala segenap resah atas tanah maka bungabunga beralih rekah. melalui namanama mengambang, pelayaran begitu jauh seperti penembakan kanak yang rabun menanggung derita lalu cahaya beranjak asing, begitu teduh meletakkan ratusan kepala tertanam di sekujur dinding gantungan serupa mimpi telanjang tentang kematian 2008

Risalah Cinta Sang Penyair

Kadangkala sang penyair, adalah gelandangan. Karakter-karakter berterbangan. Namun ketika tertata dan membentuk simbol, kini makna bisa menasihati kita Kadangkala sang penyair, adalah pendusta. Bangun kesiangan adalah kepahlawanannya. Namun apa mau dikata, jika tak ada yang bersedia menjadi pahlawan. Kadangkala sang penyair, adalah tukang keruh. Dari ketenangan yang menisbikan kejernihan. Lantas lebih baik dunia bergelora dari pada stagnasi memihak kenisbian jernih, lebih baik aku keruhkan dengan kejernihan. Kadangkala sang penyair, adalah tukang resah. Dari gelisah-gelisah yang tersembunyikan. Dari masyarakat yang hidup dalam kesemuan yang damai. Lebih baik resah-resah menjadi pondasi kedamaian yang hakiki Kadangkala sang penyair, adalah kalian semua. Sampai aku bertanya siapa diriku, aku tak pernah menemukanya, kecuali cinta yang membelaiku mesra. Pekalongan, 17 November 2007

Sajak-sajak F. Moses "Puisi Tragis Dari Hati yang Termanis"

1. Pertemuan Lusa lalu kita janjian Bertemu di pemberhentian bus kota Asal kau tahu Isi kepala sudah berjejalan Mau banyak cerita untukmu Akhirnya pun kau tahu Kemudian kita makan soto sambil minum es tawar Sambil ku ratap keringat di lehermu Selebihnya kita bermalam di bawah rembulan Asal kau tahu Jika esok kita kembali berpisah Ceritakan pada Tuhan lewat doa ketika kau beranjak tidur Tentang kapan rencana Tuhan mulai ciptakan malam penuh rembulan untuk selamanya! Jakarta, Febuari 2007 2. Cerita penganggur Akulah penganggur Yang setia nongkrong di lorong-lorong gang Jika kau berangkat kerja :aku melihatmu Jika kau pulang kerja :aku menatapmu Jika kau larut malam karena lembur :aku meratapmu Terlebih jika kau pulang pagi Aku setia melihatmu kembali :matamu merah, juga nafasmu menyisakan anyir alkohol Dengan bangga kau teriak melebihi kokok ayam itu pagi “puasku lumat habis kupu-kupu malam” Lampung, Febuari 2007 3. Cinta Ketika seluruh perasaan Ketika seluruh janj...

Mainan Bocah

siap…grak! maju…jalan! berhenti…grak! bocah ingusan berdiri dari kejauhan menatap tajam latihan pasukan berbaris sembari hisap jempol tangan lalu perhatikan langkah para tentara berteriak :siap, maju dan jalan! lalu ia pulang sambil berlari berteriak keras pada si Mbok Mbok… Mbok… di mana mainan pistol-pistolanku yang baru beli kemarin? Itu…,di balik lemari bajumu. Tapi jangan tembakin teman-temanmu ya Tole! Yogyakarta, Maret 2001

prosesi hari ini

prosesi hati hari ini: tak ada yang menitipkan rindu pada embun atau pada rintik akhir hujan Februari menyeka kelopak-kelopak anyelir yang lungkrah. bila hari jadi gelap, sulutlah denyar ini dengan sepercik ingatan tentang pungguk yang meminang kucil rembulan ; rindu alangkah tak utuh sungguh kedukaan mesti dilapangkan surabaya, 2008

Pemenang Sayembara Bulan Februari 2008

Sebenarnya ada 15 voting yang masuk ke basis data kami. Namun dengan terpaksa kami menghapus 2 pemilih karena alamat surat-e yang dituliskan dalam formulir voting tidak dapat kami hubungi, yang mengartikan bahwa pemilih tersebut tidak mencantumkan info yang benar mengenai dirinya. Dari 33 naskah puisi yang diajukan sebagai peserta sayembara Puisi Bulan Februari 2008 Versi Puitika.Net, muncul 4 puisi yang menjadi nominasi. Dan akhirnya, setelah diadakan voting oleh anggota serta pembaca Puitika.Net, pemenangnya adalah .... JIKA LELAH karya Siti Mashunah Jumlah pemilih puisi ini adalah 5 pemilih. Puisi " Kabar Duka Citaku " dipilih oleh 0 pemilih, " Inilah Mau Geranganku " dipilih oleh 4 pemilih, dan " Surat Cinta Rudy Ramdani " dipilih oleh 4 pemilih. Keberuntungan untuk pemilih jatuh pada anggota dengan ID: funny_vio. Selamat untuk pemenang sayembara serta pemilih yang beruntung. Sementara itu, untuk sayembara bulan Maret 2008, tema yang diambil adalah ...

Pentas Teater Sunan Pangung

Pentas Teater: Sunan Panggung Taklukan Bara Dengan Cahaya "Lihat! Sunan tidak terbakar. Ia bisa mati di dalam hidup dan hidup dalam mati. Memancar cahaya kemilau dan bau harum semerbak." Pekik salah seorang santri Sunan Panggung alias Syeh Malang Sumirang dalam pertunjukan teater RSPD dalam menyambut hari jadinya ke 30, Sabtu (9/2) di Gedung Kesenian Tegal, Jawa Tengah. Produksi ke-65 ini didukung puluhan pemain teater RSPD Tegal, peñata musik Ki Enthuse Susmono, Artistik Wowok Legowo, Produser HM Iqbal SE, MM dan Co Produser Haryo Guritno. Dikisahkan Sunan Panggung (Yono Daryono) salah seorang sunan yang tidak masuk dalam himpunan wali yang sembilan (Wali Songo), Ia hidup pada jaman kesultanan Demak. Sosok kontroversi yang konon masih keponakan Sunan Kudus ini dihukum bakar hidup-hidup (pati obong) akibat ajarannya berupa ‘jalan kegilaan’ (Tarikat Majnun Rabbani) kepada para santrinya. Ajarannya berupa keasyik-mansyukan menapaki jejak-Nya, melalui cara-cara di luar tatanan...

hujan, dalam puisi naratif

"..hujan mengenakan topeng. Jubah hitamnya yang tinggi dan lembut sekali lagi berarak dengan megah. Penampilannya menyejukkan setiap kaki dan sepatu, yang sesekali langkah-langkahnya harus bersinggungan dengan aspal hitam yang becek, atau bercengkrama dengan tanah basah yang berlumpur. Setengah berlari, nafas hujan yang terengah berdentum-dentum gagah. Segagah petir-petir yang biasa turun. Auranya seterang kilat yang menyambar, senyumannya seindah pelangi. Hujan terasa sangat indah, banyak orang mensyukurinya dalam decakan rasa kagum, atau sekedar dalam helaan nafas. Banyak orang kemudian merasa lega karena sekali lagi hujan turun, turun menghadirkan udara lembap yang ramah, atau nyanyian tenang yang menyejuk. Alam terdengar bertasbih ketika hujan tersenyum. Walaupun tinggi dihatinya, hanya sedikit orang yang tersadar, mengerti dan kemudian tahu; hujan menyimpan duka yang mendalam.. kerinduan hujan pada matahari.." - Hujan Hari Ini, 2008 -

Parampuang deng Bulan Pake Payung

so malam mar tu awan lebe itang sadiki le mo seciri ujang rindu parampuang yang ta haga-haga baharap bulan batunjung kong bawa tu payung rupa dilagu-lagu so banya tu ombong rindu malakat di ubun-ubun setiap malam kong skarang badai rindu mo bekeng hati lebe kelam "biar jo, pake bulan pake payung," tu parampuang bacirita waktu dia lupa bawa payung Imran Laha

Bantal Sedap Malam

sebab terlalu malam, parasmu merah tak kunjung padam. sehabis siang, kau muai di tunai senja. sembari membeber tubuhmu dari rahasia. barulah kutahu segala, bahwa diriku terlampau sederhana. dari tenun emasmu juga ikat payung yang kau unduh. sebelum hujan menghunjam di rentas ragu. dengan musim belagu, gentarlah kularung kau ke Laut Aru. melepas kepingan tubuhmu di silang penjuru. sampai pupuslah duka dalam mantramku, dalam doa riuh rendahku, dari gerimis lumpuh yang lalai di panjang tidurku 2008

Jika nanti kau atau aku berpulang

pernah kita sama-sama belajar dari rasa sakit dan desah nafas sebuah negeri yang mendera berabad lamanya jika kelak kau berpulang biarkan aku duduk tekun di bawah pohon itu menghitung tiap inci tinggi dan lebar tubuhmu dari benih hujan yang tak henti menyentuh musim: pupuk pohon yang kita sebut harapan sementara ini biarkan saja kuzikirkan dulu namamu kaulah lelaki yang menang saat menemukan jalan pulang ke negeri yang penuh belukar semak tempat pertama kali sebutir mempi ingin tumbuh tanpa mengeluh di pohon itu sebenarnya tak hanya melekat bekas sentuhan kita tapi juga dapat kau lihat daun yang tak hendak jatuh dari tangkainya saat angin mengajaknya menari buah yang bahagia menjadi remaja saat embun begitu santun menyentuhnya akar yang menjadi lebih kuat saat tanah merasa betah menerima benih dari segala yang lepas dari nafas jika kelak kau atau aku yang berpulang terjemahkanlah tiap desah nafas di negeri ini! Januari 2008

Patron Yang Berpendar

Setelah membaca majalah Horison pada edisi ulang tahunya yang ke 40, secara umum dapat dilihat peta sastrawan, pengaruh sastrawan, konflik sastrawan dan jaringan sastrawan mulai tahun 1966 (semenjak kelahiran Horison). Sebuah perebutan Patronase sastra dengan sebuah ikon majalah Horison memperlihatkan dinamika sastrawan dan kelahiran karya-karya sastra. Sebuah perjalanan majalah Horison yang melibatkan banyak sekali Kampiun Sastra negeri ini diceritakan secara jujur dan terbuka. Horison terlihat sebagai sebuah piala bergilir yang selalu diperebutkan oleh sastrawan-sastrawan yang memiliki tujuannya masing-masing. Generasi-generasi sastrawan diera sekarang ini, yang tidak terikat secara emosional didalam perebutan piala bergilir majalah Horison dapat melihat dan mengerti peta sastrawan pada zaman dulu. Sehingga para sastrawan di era sekarang ini dapat melihat bahwa ada suatu Faktor “X” yang harus menjadi sebuah pertimbangan dalam melihat sebuah kulitas karya sastra. Bahkan faktor “X” ini...

Sastra Daerah: Udo Z. Karzi Raih Hadiah Rancage 2008

BANDUNG (Lampost): Buku antologi sajak Mak Dawah Mak Dibingi (Tak Siang Tak Malam) karya Udo Z. Karzi, nama pena wartawan Lampung Post Zulkarnain Zubairi, mendapat Hadiah Sastera Rancage 2008 dalam pengumuman yang disampaikan Sekretaris Yayasan Kebudayaan Rancage di Aula Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Kamis (31-1). "Hadiah ini dapat menjadi momentum mengembangkan dan melestarikan bahasa Lampung. Kami berharap penerbitan buku berbahasa Lampung bisa menjadi tradisi baru intelektual di Lampung," kata Hawe Setiawan, Sekretaris Yayasan Kebudayaan Rancage, seusai membacakan pengumuman Hadiah Sastra Rancage 2008. Pengumuman digelar bersamaan dengan perayaan 70 tahun Ajip Rosidi, sastrawan yang juga pendiri Yayasan Kebudayaan Rancage. Acara dimeriahkan pembacaan puisi oleh penyair Rendra, Taufiq Ismail, Godi Suwarna, dan Ganjar Kurnia, serta diisi dengan diskusi buku autobiografi Ajip Rosidi, Hidup Tanpa Ijazah: Yang Terekam Dalam Kenangan, yang menampilkan pembicara Rosih...

Sajak Dody Kristianto

KRUPUK bisikmu menggema, ketika aku menolak jadi pelengkap gagap pada santap nan lezat, ramai kenduri di beranda aku sudah dewasa, dalam pertapan maha tak ada, kau ijabkan aku dengan nasi jantan, nasi yang membuat romamu abu dan keringku jatuh, sejatuh lekuk samsara sanggupkah aku berlindung dari liuk pepasir sebab lahirku dari debu sebutir, halus kanji terigu dan tangan tak henti menimang tembang : membentuk lamat kusam sampai aku dijeram di siang matang menunggu tubuh kurus kerontang untuk dibudak dalam kelam sekelam ingatan masyuk dalam pendiang akhirnya, minyak jahanam merendam tubuh hingga tumbuh wujud gemaruk, melambai mata padahal rasaku tiada 2007

Lomba Puisi PERKOSAKATA 2008

Lomba cerpen 100 kata dan puisi PERKOSAKATA 2008 mengambil tema “Yang Pertama”. Persyaratan: - Tercatat sebagai member Kemudian.com - Telah memiliki minimal 5 postingan cerpen/ puisi - Cerpen/ Puisi diposting di Kemudian.com dan dikirimkan melalui email dalam bentuk body mail (bukan attachment) ke kopdar2@kemudian.com dengan subjek ‘LOMBA CERPEN’ atau ‘LOMBA PUISI’, paling lambat tanggal 10 Februari 2008, dengan format sebagai berikut: [Nickname di Kemudian.com] [Nama asli] [Alamat lengkap, khususnya bagi domisili luar Jakarta] [No. telp] [Isi cerpen/ puisi] - Pengumuman pemenang akan diumumkan di forum Kemudian.com dan blog Perkosakata serta ANONIM pada tanggal 20 Februari 2008 - Bagi pemenang yang berdomisili di Jakarta, hadiah dapat diambil pada acara Bincang Kemudianers Perkosakata 2008, tanggal 24 Februari 2008 - Peserta dapat mengirimkan maksimal 2 karya cerpen/ puisi Kriteria Penilaian: - Karya yang disertakan tidak sedang diikutsertakan dalam lomba lain. - Karya berupa karya as...

Kata

Apa yang anda harapkan ketika membeli antologi puisi penyair Bakdi Soemanto yang sekaligus Profesor di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada? Tentunya sebuah keniscayaan, keniscayaan akan kata -kata yang menggeliat bebas di ruang-ruang kontemplatif yang akan mengajak anda berfikir jauh dibaliknya. Kumpulan puisi yang ditulis periode 1976-2006 sebanyak 101 puisi mengajak anda mengenal sosok penyair lewat kompleksitas dirinya sebagai seorang budayawan, penyair, sekaligus akademisi. Nikmati "KATA"!

Nyanyi Sunyi

Nyanyi Sunyi dituliskan oleh Tengku Amir Hamzah tahun 1937 di Jakarta pada saat Beliau berumur 26 tahun. Dalam antologi ini terdapat 24 puisi termasuk diantaranya pula puisi "Padamu Jua" yang populer bacakan pada peringatan keagamaan (Maulid Nabi, Isra' Mi'raj) di sekolah dasar. Generasi kelahiran tahun 50 hingga 60 -an mungkin masih hapal sajak-sajaknya dari antologi ini. Amir Hamzah yang dijuluki oleh HB. Jassin sebagai Raja penyair Pujangga Baru meninggal di Kuala Begumit , 20 Maret 1946 sebagai korban Revolusi Sosial di Sumatera Timur. Beliau dimakamkan di pemakaman mesjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat.