Langsung ke konten utama

Risalah Cinta Sang Penyair

Kadangkala sang penyair, adalah gelandangan. Karakter-karakter berterbangan. Namun ketika tertata dan membentuk simbol, kini makna bisa menasihati kita

Kadangkala sang penyair, adalah pendusta. Bangun kesiangan adalah kepahlawanannya. Namun apa mau dikata, jika tak ada yang bersedia menjadi pahlawan.

Kadangkala sang penyair, adalah tukang keruh. Dari ketenangan yang menisbikan kejernihan. Lantas lebih baik dunia bergelora dari pada stagnasi memihak kenisbian jernih, lebih baik aku keruhkan dengan kejernihan.

Kadangkala sang penyair, adalah tukang resah. Dari gelisah-gelisah yang tersembunyikan. Dari masyarakat yang hidup dalam kesemuan yang damai. Lebih baik resah-resah menjadi pondasi kedamaian yang hakiki

Kadangkala sang penyair, adalah kalian semua. Sampai aku bertanya siapa diriku, aku tak pernah menemukanya, kecuali cinta yang membelaiku mesra.



Pekalongan, 17 November 2007

Komentar

  1. Dan anda, saya kira, sangat tidak cocok menjadi penyair.

    BalasHapus
  2. Jika cinta tak lagi membelaimu
    Jika cinta tak lagi menutupi nalar dan hatimu
    tanyalah pada syairmu, mungkin disana akan kamu temukan dirimu


    SiLenT

    BalasHapus
  3. Apa itu cinta?
    Kata apa itu?
    Apakah cinta itu?
    yang selau ditebarkan setiap 14 Februari?
    Apa cinta itu?
    yang membuatmu terombang-ambing?
    Apa jenis cintamu penyair?
    Ajarilah aku tentang cinta.

    BalasHapus
  4. Dia yang ku ingin
    tapi dia begitu dingin

    Dia yang ku nanti
    tapi dia begitu memati

    Dia yang ku cari
    tapi dia begitu pergi

    Indahnya dia
    ingin saja ku bersamanya

    'Lerry'

    BalasHapus
  5. keren bos puisinya

    aku kasih bintang 4 untuk puisi ini

    tapi jelek nya terlalu bertele soal yang namanya penyair
    penyair adalah penyair
    mereka tak akan menyebut namanya penyiar tak ingin memberika definisi bagi mereka

    BalasHapus
  6. Lumayan juga puisinya...... Tapi menurut q sang penyair itu ada karena penyair itu mempunyai jiwa yang tulus dalam menuangkan karya2nya. sang penyair ada karena suasananya juga ada tanpa suasana yang mendukung menurutku sang penyair bukanlah penyair karena semua itu diperlukan jiwa yang tukus dan suasana yang mendukung......

    BalasHapus
  7. sastrawan itu pembohong. lalu siapa yang bangun kesiangan dan mengatakan itu semua adalah kebohongan? sedangkan engkau sendiri seorang pembohong. kamu pembohong. kalian pembohong. lihat cermin retak dan cicak yang terbahak. bahkan kambing tetaplah kambing sekalipun punya sayap dan bisa terbang. apa stasiun gambir hendak kau jadikan pula teater cinta dan dengan bangga kau teriak 'maukah kau menghapus bekas bibirnya di bibirku dengan bibirmu?' atau engkau lupa, bahwa tak pernah ada tiga anak kecil berjalan malu-malu di salemba. kecuali berandalan sok pintar yang membakar sampah dan emosi di pinggir jalan. dan mereka yang senantiasa membuang rasa malu ke selokan. maka yang ku lihat; betapa anehnya. betapa berbedanya jalan yang ingin samasama kita tempuh. bahkan tangisku meluruh sepenuh peluh. namun engkau tetap kukuh. terlalu kukuh hingga aku mencap-mu : angkuh.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...