Langsung ke konten utama

Selamat Jalan

Ketika itu remaja
saat yang lain terpesona
warna-warni kilau dunia
Ia renungi hidup di dunia
Hidup yang sementara,
Dan ia pun temukan
Cahaya terangi kegelapan
Dan adalah suratan
Jika kini ia harus berhenti berjalan,
Sekarang kau temukan jawaban,
Selamat jalan, hanya doa iringi kepergianmu
mata ini kering, bibir ini bisu
dan kaupun terbaring
tinggalkan hening
dalam tidur panjangmu kau bermimpi,
malaikat-malaikat menjemputmu seorang diri,
membawamu ke tanah asing
tempat segala mimpi terbaring
kaupun tersenyum, senyum yang sakral
ragamu dingin, tapi jiwamu kekal.
Masih tentang mimpi
kaupun bercerita
Mimpi-mimpimu di pagi hari
Masih lekat semuanya
Indah dalam khayalan
Hingga saat kau harus berhenti berjalan
Napasmu tercekat di udara
Dan apalagi yang kita punya
Saat jiwa sudah saatnya pergi
Daya apa yang kita miliki
Saat semua harus terambil
Saat kita harus dipanggil
Kita pun berdiri
Dengan segala dosa,
Apalagi yang kita miliki,
Kita hanya setetes air yang hina.
Wahai, ini adalah senja
tempat segala yang bermula akan tiada
dan sungguh yang berarti adalah kesudahannya,
dan aku hanya sanggup mengatakan,
Selamat jalan !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007