Langsung ke konten utama

Sajak-sajak F. Moses "Puisi Tragis Dari Hati yang Termanis"

1. Pertemuan

Lusa lalu kita janjian
Bertemu di pemberhentian bus kota
Asal kau tahu
Isi kepala sudah berjejalan
Mau banyak cerita untukmu
Akhirnya pun kau tahu
Kemudian kita makan soto sambil minum es tawar
Sambil ku ratap keringat di lehermu
Selebihnya kita bermalam di bawah rembulan
Asal kau tahu
Jika esok kita kembali berpisah
Ceritakan pada Tuhan lewat doa
ketika kau beranjak tidur

Tentang kapan rencana Tuhan mulai ciptakan malam penuh rembulan untuk selamanya!


Jakarta, Febuari 2007


2. Cerita penganggur

Akulah penganggur
Yang setia nongkrong di lorong-lorong gang

Jika kau berangkat kerja
:aku melihatmu
Jika kau pulang kerja
:aku menatapmu
Jika kau larut malam karena lembur
:aku meratapmu

Terlebih jika kau pulang pagi
Aku setia melihatmu kembali
:matamu merah, juga nafasmu menyisakan anyir alkohol

Dengan bangga kau teriak melebihi kokok ayam itu pagi
“puasku lumat habis kupu-kupu malam”

Lampung, Febuari 2007


3. Cinta

Ketika seluruh perasaan
Ketika seluruh janji
Ketika seluruh dan seluruhnya

Bahkan ketika seluruh pakaian dalam ditanggalkan balik pintu
Adalah cinta
Adalah cinta
Yang jauh hari t’lah tercebur selokan comberan

4. Mengenalmu

mengenalmu
adalah ingatan pada kota yang pernah menikam aku
di antara pembual di musimnya
dan yang belum aku sadari
:aku di antaranya…
Lampung, Agustus 2007

5. Tentang malam

tentang malam itu
kau berkata:
adalah malam tertatih langkah para peminta
pada rapuh tongkat
sambil menghitung kaki penuh bilur
bermahkota baju kumal
sobek bertambal jahitan kain lusuh
tentang malam yang baginya
adalah istirahat sementara
adalah kubur sementara
sekadar pejamkan mata dari perih dan letih
menanti pagi lewat angan yang kusam
menjemput luka
menantiNya
Lampung, Juli 2007
6. Kata Anak Kecil
:di sebuah makam

Ayah
bagaimana kabarmu di sana?
di sini merindu

Ayah
kalau kebetulan kau tengah makan malam denganNya
sesekali berbisik sambil berkelakarlah padaNya
:tentang berapa hari lagi dunia tutup usia…
Lampung, Febuari 2007

7. Di antara

di kantuk semalam
jelang tidur aku minta izin padaNya
:bisa ketemuan dengan pacar dalam mimpi nanti?”
ternyata benar
bermimpi pacar datang bawa sekeranjang bunga
namanya bunga harum sedap malam
yang sebentar lagi akan di simpan dalam lemari baju
di antara kaos kaki, kutang, dan celana dalam
katanya: “kelak untuk aku agar wangi”
sebagai kenangan darinya, pada jasadku kelak
Lampung, Juni 2007
8. Belajar
ayah belajar
karena tugas kantornya
ibu belajar
tentang bahan masakan untuk hari raya
kakak belajar
untuk ujian selepas tahun baru

adik juga belajar
di depan televisi yang menayangkan adegan ciuman sepasang kekasih
—karena lima tahun tak bertemu—
gawat!
Jakarta, Desember 2005

9. Berita

Ada-ada saja:
berita senin
ada ayah tega perkosa anaknya
berita selasa
ada anak tega membunuh ayahnya
berita rabu
ada ibu tega menjual anaknya
berita kamis
ada anak tega membunuh ibunya
berita jum’at
ada kakak tega membunuh adiknya
berita Sabtu
ada kekasih tega membunuh pacarnya

yang ini bukan ada-ada saja:
berita minggu
para penggali kubur sibuk baca cerpen dan puisi
bahkan sampai lupa pada pekerjaannya!
Jakarta, 23 Desember 2005



10. Kita Suatu Ketika

Petang ini
adalah celah surgawi kudengar yang mengantar
di kata-katamu
seperti riak air jatuh perlahan-lahan
merembes pada ceking tubuhku

aih..betapa munafik berkata seperti surgawi
sementara aku adalah dosa untukmu!
Lampung, Agustus 2007


11. Awal dan Akhir

kau awali ceritamu dengan kesedihan
:tentang kemarau panjang sampai penghujung usia
kau tengahi ceritamu dengan kepedihan
:tentang para lelayu yang sampai kini belum terkuburkan
kau akhiri ceritamu dengan kengerian
:tentang makam-makam yang menjadi rata diselimuti aspal

Sementara aku yang mendengarkanmu
:sunyi meratap langit mencari kata-kataNya
Jakarta, Desember 2006

12. Waktu
Betapa mengerti waktu itu kekasih
dengan kaki letih tangan gemetar
segera kau peluk aku sambil berkata-kata.
Wajahmu semakin sayu petanda
agar segera kita menuju ke kampung Matraman
dan kampung Melayu untuk mencari malam
yang sampai saat ini belum kita temukan.

Kecuali, jalan itu…
masih saja sering kudengar isak tangis
para lelaki dan perempuan
karena gerobak-gerobaknya di bongkar paksa
Jakarta, Agustus 2007

Komentar

  1. Sebuah situs puisi yang indah dan bagus....saya suka untuk berkunjung ke situs puisi anda ini....Saya juga ingin tukar link dengan anda,apa anda berkenan????....saya tunggu email reply dari anda dan silahkan untuk kunjungi blog puisi saya.Thank's

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...