Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2007

Ompung Silamponga

Sajak Udo Z. Karzi OMPUNG SILAMPONGA way, antarkan aku ke negeri asal di kaki pesagi sekalabrak sekalabrak betapa luas! ”dimana ompung silamponga?” way, temukan aku belunguh bejalan di way nyerupa pernong anak mentuha bulan ”di mana ompung silamponga?” way, aku tersesat di belantara borneo dari andalas lewat jawa menapak jejak ulun sebuai* lamban langgar** pakunegara pangkalan lada*** ”dimana ompung silamponga?” way, ziarahkan aku ke bukit barisan rulah-rulah tempat leluhur ditanam menjelma damar talang-talang ”dimana ompung silamponga?” catatan: * sebuai = nama desa di kebupaten kotawaringin barat, kalimantan Tengah ** lamban langgar (bahasa Lampung) = rumah panggung *** pangkalan lada = nama kecamatan di kabupaten kotawaringin barat, kalimantan tengah

Way Besai

Sajak Udo Z. Karzi WAY BESAI 1 dari sekalabrak ulun-ulun menghilir way besai*, antar aku ke repong-repong talang-talang ”dari kopi, lada, damar kami menghela nafas” ulun tuhaku ngebangun rumah panggung berjan meranti belantara menjelma umbul 2 way besai, dari sinilah hidup menghulu dari sinilah sejarah dan peradaban ulun lampung! ”bagaimana memisahkan kami darimu?” * nama sungai di lampung

Setiwang

Sajak Udo Z. Karzi SETIWANG 1 pelangi turun di pancur tujuh way setiwang muli peteri* sedang membasuh rambut yang tergerai dari gelung siapa pula tak silau sepasang mata lentik siapa pula tak tergetar sekulum bibir senyum muli peteri muli peteri anak raja negeribatin di balik bukit menebar harum swarga tempat diwa-diwa memanja diri 2 satu kali bencana telah tiba negarabatin terguncang** jagat raya menghiba entah pula siapa punya dosa entah kutuk siapa terlanjur terucap entah siapa bisa menjadi penawar musibah menjelma prahara duka bagi negarabatin derita tiada obat muli peteri muli peteri kena kurak*** 3 begitulah sebuah bisikan datang: “mandilah di way setiwang” agar paras kembali segar agar hidup membugar muli peteri muli peteri anak raja pelangi turun di pancur tujuh way setiwang saat muli peteri membasuh duka yang mengharu dan segera berlalu * muli peteri = putri raja ** gempa bumi melanda liwa, lampung barat, tahun 1908, 1933 dan 1994 *** kurak = penyakit kulit

Di Penantian

dan kulepaskan fatihah mencari jalan tujuan kulepaskan ayat - ayat Tuhan mencari Tuhan berkali ku melihatnya masih di kaki awan hingga kilat membuangnya ke lautan terusir ombak ke tepian ia menangis melihat Tuhan begitu jauh disana ia menangis mengenang lahirnya di dekapan luka ia kian menangis mendengar aku berkata "Tuhan.... aku masih menunggunya...."

Langgam Orang Buangan

kepada desa sidokepung bersama sebuah kesepian ngengat ngengat mengalirkan rumput hijau di lenganku kusaksikan tubuh tinggal tubuh dan berjuta jasad malaikat gagal membumbung jadi cuaca seketika aku mematung karena keserakahan bisu, rumah rumah buangan tepi pantai berubah mitos peradaban yang tak lagi kukenal aku kenang seribu sajak buangan dengan wajah burung burung seperti kuburan masa kecilku "barangkali tubuhku memang terbunuh oleh ratusan sejarah" april 2007

Di Selembar Subuh

hatiku terbaring di sajadah tanganku yang menua merapat kusampirkan di mata-Mu yang mengandung bianglala bisikan doaku saat angin menyusupi dinding bilikku yang sempit dan koyak aku bersujud di pintu telinga-Mu karena bukankah doa itu adalah harapan dan impian apakah Engkau akan tertawa lucu? manusia bodoh merangkak menggapai kaki-Mu dengan wajah tak berdaya dan bertanya-tanya dengan lemah Allah dengan saku di jubah-Mu biarkan kutaruh pecahan gelas yang telah menoreh goresan panas biarkan sejenak kucicipi sejuk yang mengalir di kepalaku ya, Allah saat kurasakan embun di wajahku gemetarlah aku dalam pasrah pagi, april 07

Gaduh Dalam - Kumpulan Sajak Tetatih Asih. Oleh: SangKakaLa

Buku Digital Gratis Gaduh Dalam - Kumpulan Sajak Tetatih Asih http://oocities.com/cangkenis/GaduhDalam.zip Versi Digital adalah buku gratis dan boleh di sebar luaskan kepada siapapun untuk dibaca. tidak diperkenankan untuk mencetak ulang, mengedit dan memuat di media masa manapun, baik digital maupun cetak tanpa seizin tertulis dari penulis. File dalam format PDF (*.pdf), lebih baik di buka dengan program aplikasi Adobe Acrobat Reader. Selamat Membaca, dan nantikan karya-karya saya selanjutnya... Salam, SangKakaLa sangkakala@gmail.com www.sangkakala.net

Desember

dingin menggila di penyusupan kehangatan pada penjuru-penjuru hati gamang. tidak pamrih itu kemana bepergian menjelang penyembelihan hewan kurban. ternak-ternak berpesta menikami kuasa-kuasa terbatas kantung kecemasan berekor pengharapan-pengharapan semu tak terejawantahkan, nirwana terjanjikan. dingin menggila di darjah dua puluh tujuh koma lima lintang utara, tercipta keraguan berteguh menginjaki jalan-jalan tikus. menerus berteduh dalam apartemen-apartemen dan kadang kerasukan ujaran-ujaran kuno tak terlumpuhkan di depan tungku-tungku hangat menjilat langit menyapa kabut tak lelap. tersengal berpeluh menyiangi jendela-jendela ratapan menangis menyesali keteledoran yang terus terulang. dingin menggila di penjelajahan takluki mimpi tak berujung selesa, pengharapan tak kunjung datang. bertengki api disuguhkan sebagai sesajen kebudayaan jangan terlupakan. dihadirkan itu pencair gunung es oleh kerumunan penantian datang berganti berkelompok-kelompok pasang surut mengisi apa saja yang kos...

Hijrah

tersengal di antara petani-petani tidak mengenal lagi kebersamaan, nagari kepribadian datang-pergi injaki kaki lantas bersenggama dengan keberlarian masing-masing membentuk adat-istiadat baru yang entah dari mana datangnya itu. anggap sajalah memang belukar adalah rumah-rumah ular dan biawak, namun bidak-bidak tanah berhamparan sebelum belukar itu bertumbuhan adalah cinta tersemai di sana-sini. kiranya jeda-jeda waktu terlewati tak mampu menyiangi pagar-pagar keegoisan bersambutan hingga kita masih terkurung dalam bentuk-bentuk hari tersekati tiada kuasa menyulap ular menjadi cacing atau biawak menjadi cecak. ini jalan dikecami sebagai jalan pintas, namun perlu keberanian seperti itu supaya kita bisa mengerti arti bentuk dinamika. jika enggan untuk berkomunikasi dengan benar, belajarlah untuk berdialog dan jika dialog dianggap sebagai angin datang hilang berlalu, jadilah mayat hidup terus bergelantungan di antara setengah keberanian. ini memang jalan pintas, bukankah rindu itu hanya ak...

Kurban

berkerumun itu kita bergandengan di atas aliran-aliran darah terpetak-petakan pada kumpulan masing-masing. sebenarnya perorangan meluas digarap berdasarkan kesukaan berkumpul mencari keberimbangan keserasian. siapa beruntung elastis memihak tambak-tambak keberanian di antara pematang-pematang berseliweran berundak naik-naik. air irigasi direguk pesawahan bermuara di tengkulak-tengkulak. berkerudung panjang berkerudung pendek berjalan beriringan, indah itu bukan hanya di hari-hari ketika hewan-hewan dipenggal bukan hanya di hari-hari ketika tangan-tangan berjabatan. berpeci hitam berpeci putih menyatu indah itu bukan hanya di hari-hari ketika kulit-kulit berbulu tipis itu dicetak bedug-bedug dan di gantung di tempat-tempat ritual. dulu berjalan ismail berpasrah kepada mimpi ibrahim, siapa kira ismail-ismail bertanduk disaksikan pelupuk kepasrahan secuil berat untuk diberikan. diganyang melintang meliuk melepuh dalam wajan-wajan perdebatan sunyi persengketaan nurani menciduki ramuan sepe...

Pertikaian

pelan sekali di antara jeruji waktu sukma ku mengendus-endus bagai pesakitan dan pelan pelan bertanya : " kalau dulu simbok nggak ikut-ikut kalau dulu simbok nggak ngaku kalau dulu simbok nggak niru niru pasti aku nggak mesti nyebut nyebut kalau simbok sudah meninggal sebelum tahun 65 dan ijazah smp ku mestilah nama bapak bukan nama si mas dan bea siswa supersemar pastilah ku dapat " itulah kenapa sepanjang hari hari tak pernah berhenti menyair tak lah karena sepi atau rendah hati tak pula berharap harap terobati tapi syair adalah dorongan ingin mengakhiri pertikaian antara simbok dan aku soepomo 28, jkt April 2007

Catatan Merah Hitam

sebagai jiwa kita tak boleh menunda-nunda hidup bau anyir darah tahun tahun sebelumnya adalah ungkapan yang tak terbilang pedihnya lihat lah angin tak mendesah hujan tak berintik dangau dangau sepi warung diperempatan jalan penuh caci maki republik ini republik siapa republik ini republik apa sebagai jiwa aku tercengang ada adam air dalam kolam diam saja ada garuda nyeruduk sawah diam saja ada longsor manggarai diam saja ada lumpur nyembur diam saja ada banjir diam saja ada bulog diam saja angin tak mendesah aku hujan dangau dan warung diperempatan jalan tak tau apa apa tak diberi tau apa apa supomo 28,jkt april 2007

aku orang asing di dunia asing

aku melihat dunia asing membayang dan lalu lalang berputar-putar di kepalaku; seperti gasing langit tak lagi biru cerah jalanku tak lagi suci; penuh darah hanya iblis memandangku dengan penuh gairah dunia apa ini, seperti mimpi malaikat meninggalkanku dan iblis merayu-rayu dunia apa ini, seperti mimpi aku tak mengenal sama sekali! dan tiba-tiba... aku merasa asing dengan diriku sendiri malang, 11 april 2007

Beginikah Jadinya

Adinda… beginikah jadinya kita setelah menelan pil percintaan dua setengah tahun lamanya ? membiarkan racun menggerogoti jiwa dan tambalan luka dalam dada tak terbuka ? Adinda... berapa harga yang kau punya untuk sebuah cinta ? berapa ? haruskah kubayar ini semua dengan nyawa ? haruskah ? tidak adinda ! tidak ! pelaminan menanti di ujung masa

KAU

kau adalah kesedihanku dari sekian malam yang tumpah pada harapan asing menjalani waktu yang tak ternilai batasnya tak ternilai harganya jalan jalan setapak ditimbuni kelenggangan debu terus diawasi matahari menjalin kedalaman pada kenyataan yang hidup di udara kita tak lagi berjumpa untuk sekian lamanya kita tak lagi terasing untuk beberapa saat lamanya tapi kita selalu lupa mengatakan ‘tempat tak pernah cukup’ katanya kilauan segala berarti ada tapi mengapa tak ada kita mengecap masalah kita sendiri mengejewantahkan ombak ketergantungan sesama adakah perasaan itu adakah ? Mei 2002

doa

ketika fajar menjelang cintamu pun kujelang selembut lembayung diufuk terbitnya mentari bisikan rindu menyapa lembut dihati seiring doa keHadirat Illaahi Robbi semoga abadi hingga di akhirat nanti amin ya robbal'alamiin.

Cerita Bulan Di Kamarku

bulan jatuh di atas bantal kaca jendelaku memergokinya dan lalu cepat-cepat ia bersembunyi di bawah dipan tempat tidur. Belum sadar benar ia ketika dilihatnya sepasang sepatu adikku melirik tipis. Mata mereka berbenturan Dan sang bulan begitu tampak salah tingkah Digesernya tubuh hingga pada sebuah belahan sempit di antara buffet dan meja belajar Dan buku-buku dan lukisan Vas bunga dan minuman Menghujaninya dengan sorot mata penuh tanda tanya Dan ketika itu dia benar-benar tersudut hingga tak mampu lagi berbuat apa-apa: Peluhnya membandang Menggeletar nafas Kekalutannya menyambar-nyambar Hingga perlahan-lahan sinar di sekujuran tubuhnya mulai memudar untuk akhirnya sirna Menjadi bola tanah berbatu yang tampak lebam menghitam Matahari lantas meninggalkannya Dan angin menelanjangi tubuhnya Pagi hari Seperti biasa Kuambil sapu dan membersihkan kamar Dan debu-debu kubasuh hingga tak bersisa

puisi cinta yang terjaga

sayang, aku cintai kamu seperti pagi dan rasa berat di mataku ini. aku dambai kamu seperti kopi di gelas butut yang temaniku begadang semalaman ini. dan atas alasan ini pulalah kenapa mataku tak pejam,menolak mimpi lurusnya pematang perjalanan di saat malaikat di jiwa sendiri tak berkenan. sayang, cerahnya pagi dan mata yang menuntut jedah panjang peristirahatan adalah kejelasan tuntutan lenyapnya matahari pagi. akan aku lewatkan kicau burung dan orang orang yang bergegas ke tempat kerja. kopi di gelas ini selalu terbagi dalam sari yang mengendap, terpisah dengan airnya. meski mereka telah menyatu, tapi sari tak pernah menjadikannya benar benar air. ia adalah bagian dari kopi di gelas ini pula lalu bagaimana aku mampu biarkan diri mencintai jika aku sendiri tegak di ujung terjalan sebelum membuatmu mengerti,bahwa aku masih belum menerima kewajaran yang selalu tak pernah kuanggap wajar dan pasti. bunga tak pernah tumbuh di tanah yang tak menumbuhkan bunga. cinta terbit di atas kesepadan...

-seorang lelaki dan aku-

Seorang lelaki yang lama tak kujumpa Sekali lagi bangunkan aku dari tapa Tapa dunia Tapa penuh hasrat akan jiwa yang bebas Seorang lelaki yang buat hidupku ada Dia yang buat semua jadi nyata Buat pembuka kunci hidupku Buka kunci milikku Seorang lelaki yang ingin kupeluk erat Jika tak sadar Begitu banyak nayaka Di depan mata Seorang lelaki yang memberi aku cahaya Saat aku hilang arah Buat mereka semua gelisah ’tuk sadari betapa aku berarti Seorang lelaki yang pernah berkata Tak ada hal hina di dunia Semua hidup dengan harganya Jalani dan jangan kucilkan atau sepelekan Seorang lelaki yang lagi-lagi buatku menahan tangis Kau hanya ada satu Kau adalah orang yang spesial Tak ada lagi engkau di dunia ini Seorang lelaki yang lanjut berkata Jika kau ingin menajdi orang yang baik dan benar Baik berbeda dengan benar Kau harus sanggup berbicara dengan bukan dirimu Seorang lelaki yang membuatku memahami hidup Untuk lebih membuka hati Jiwa dan mata Untuk menjadi seorang aku, yang benar-benar aku, a...

Sepatu dan Tukang Sepatu

Seorang tukang sepatu tertawa melihat sepatuku yang mengangga. "Hai kawan lama, lama tak jumpa!" Segera saja, mereka pun berbincang dengan jarum dan benang panjang. Saling mengkaitkan peristiwa. Menyambung lembaran yang terkoyak, bahkan menempelkan isak dengan tawa yang terbahak. Tak lama permainan pun usai. Tukang sepatu memberiku sepatu lama yang kelihatan baru. "Jangan pernah keliru, dia tak akan menipu," katanya sebelum berlalu. Karena dia tak minta upah, hatiku pun gundah. "Apa yang kamu mau?" "Pelihara saja sepatu itu, dia tahu yang kumau." 2007

Mencuci Sepatu dari Debu

/1/ Mencuci sepatu ibarat membasuh debu di perjalanan hidupku, dengan sabun nomor satu : air mataku. /2/ Ibu pernah berkata, "Lebih baik kamu lebih sering berjalan tanpa alas kaki. Merasakan bebatuan itu menguatkan tulang, juga pijat refleksi gratis untuk telapak kaki." "Ah, Ibu. Kenapa setiap kausebut telapak kaki, sepatuku tak berhenti menangis?" /3/ Dengan debudebu di sepatu aku bertayammum, untuk mencium wangi surga pada telapak kaki Ibu. 2007