Dari manakah penilaian lahir? Dari manakah pelabelan menetas? Keduanya merupakan perbincangan yang kadang dilupakan. Memandang ke belakang, tiga ratus tahun sejarah kesusastraan Indonesia: Penilaian dan pelabelan banyak berakhir menjadi perdebatan juga jamuan hujatan, peminggiran, bahkan pembakaran dan pelarangan produk kesusastraan. Mengapa ini terjadi? Apakah Tuhan tak merestui pelabelan? Saya tak begitu yakin sebab pelabelan mengada di tengah keberbagaian sebagai fitrah Tuhan. Tapi ada sesuatu yang menarik bila kita libatkan pertanyaan-pertanyaan itu pada sejarah masa silam. Goethe penyair Jerman pernah mengungkapkan: “Orang yang tidak dapat mengambil pelajaran dari masa tiga ribu tahun, hidup tanpa memanfaatkan akalnya.” *** Tiga abad silam, sebelum Indonesia belum menjadi bangsa. Di Aceh dimana berkembang nilai-nilai islam yang dibawa oleh beberapa ulama yang kemudian menuliskan ajaran-ajaran islam dalam tulisan Arab dan Parsi. Hamzah Fansuri merintis penulisan kitab keagamaan Isl...