MIMPIMIMPI ORANG GILA
aku bukan orang gila saudara
setidaknya dalam mimpi
dan kami juga bermimpi
layaknya saudara
jangan pernah mengira kami tak punya mimpi
ketika orang-orang melempari kami dengan batu
tentu aku berlari, sambil bermimpi
menjadi orang yang tidak gila, dan aku
tidak gila, aku hanya nanar
gila sasar, aku tidak gila
walau hanya dalam mimpi
dan saudara, mimpimimpi orang gila
mungkin akan lebih bermakna
YANG TERTINGGAL DAN YANG HILANG
waktu datang dan pergi tanpa permisi
meninggalkan bayang dan sejuta tanya
bagiku atau bagimu?
meninggalkan sepucuk kenangan dan rindu
meninggalkan kehilangan
kukkuk kehilangan tiktak
jam dinding kehilangan jarumnya
matahari kehilangan bulan
dan aku kehilangan engkau
JIWA-JIWA SUNYI
mereka tak punya apaapa lagi selain jiwajiwa sunyi
memandang bangga pada mayatmayat tak berdosa
gelimang darah bercampur kalimatkalimat suci
dan anakanak yang menjadi yatim
mereka tak punya apaapa lagi selain kebencian
memuntahkan pelurupeluru kebiadaban
di Bosnia, Afghanistan, dan Palestina
dan mereka hanya tertawa, menyalib diri mereka sendiri
mereka tak punya apaapa lagi selain kalimatkalimat dusta
menyeret kita ke atas pengadilan berpeluru
menyeret kita ke atas tiang gantungan
menghakimi kita dengan tanktank berbaja
mereka tak punya apaapa lagi selain jiwajiwa yang sunyi
menyalib diri mereka sendiri
PADA DAUN, 1
pekarangan itu semakin sunyi
ketika kutanyakan kembali
pada wajah daun-daun yang menguning
yang meranggas pasi di sekujur tubuhku
tentang wajah yang terluka
dan matahari yang sinarnya bias dalam mataku
lama aku sendiri
setelah kubiarkan angin menerbangkan
lukaluka sukma
dan meninabobokan diriku dalam kemurungan
tetapi angin tidak hanya menerbangkan asa
tapi juga mendedahkan matahari
sebab angin pula kuterbangun dari
ranjang-ranjang pilu berbantalkan mawar membatu
kutanyakan kembali
kepada wajah daundaun yang menguning
tentang aku dan matahari yang sinarnya
bias dalam mataku
menyinari kembali mawarmawar
di pekarangan yang masih sunyi
PADA DAUN, 2
kutanyakan kembali untuk kesekian kali
pada daun yang menguning dan meranggas pasi
sebuah pertanyaan, tentang jalusi musim semi
wajah merah jambu dan bias mentari pada bulan
di ujung langit
ketika ku tanyakan kembali pertanyaanpertanyaan
seperti itu seketika ku tersentak, mataku nyalang
menembus waktu lampau dimana aku berlindung
dengan rendah hati di bawah teduh di tepi jalan
dimana setiap musafir asing boleh berdiri
tak ada mawar yang ku petik
kakiku letih oleh beban pertanyaanpertanyaan
sedangkan awanawan berlarian seakan menjauh
dari kekalahan
mataku yang nyalang menembus waktu lampau
lalu berhenti
di antara ingatan tentang bias mentari
pada bulan: sebagian biasnya memancar
pada bulan lain di bulan Juli
kakiku semakin meletih
kusadarkan kembali tubuhku pada lindap pohon itu
di pinggir jalan dan sejenak aku berdiri
di pinggir pelataranmu di luar pagar kebun
aku tak tahu apa pikirmu tentang diriku
dan siapa kau tunggu di pintumu waktu itu
hingga kutanyakan kembali pertanyaanpertanyaan itu
kukunjungi waktu lampau itu
dan kubuka kembali pertanyaanpertanyaan itu
lalu kutanyakan pada daun
MERINDUMU
penyakit rindu:
mata yang sembab, tubuh yang kusut
malam kehilangan bulan, aku menantimu
pada pertemuan di ujung hari
dengan setangkai bunga pada genggamanku
sejak aku tibatiba menemukan wajah
musim semi pada kedua matamu
bungabunga menyapa dan mekar
demikian cepat di pekarangan rumah:
mawar merah yang lama layu
dan terinjaki
apakah ini keajaiban senja
atau merindumu adalah senja
yang telah membasuh lukaluka lama
mengobatinya dengan musim semi
pada kedua matamu
aku bukan orang gila saudara
setidaknya dalam mimpi
dan kami juga bermimpi
layaknya saudara
jangan pernah mengira kami tak punya mimpi
ketika orang-orang melempari kami dengan batu
tentu aku berlari, sambil bermimpi
menjadi orang yang tidak gila, dan aku
tidak gila, aku hanya nanar
gila sasar, aku tidak gila
walau hanya dalam mimpi
dan saudara, mimpimimpi orang gila
mungkin akan lebih bermakna
YANG TERTINGGAL DAN YANG HILANG
waktu datang dan pergi tanpa permisi
meninggalkan bayang dan sejuta tanya
bagiku atau bagimu?
meninggalkan sepucuk kenangan dan rindu
meninggalkan kehilangan
kukkuk kehilangan tiktak
jam dinding kehilangan jarumnya
matahari kehilangan bulan
dan aku kehilangan engkau
JIWA-JIWA SUNYI
mereka tak punya apaapa lagi selain jiwajiwa sunyi
memandang bangga pada mayatmayat tak berdosa
gelimang darah bercampur kalimatkalimat suci
dan anakanak yang menjadi yatim
mereka tak punya apaapa lagi selain kebencian
memuntahkan pelurupeluru kebiadaban
di Bosnia, Afghanistan, dan Palestina
dan mereka hanya tertawa, menyalib diri mereka sendiri
mereka tak punya apaapa lagi selain kalimatkalimat dusta
menyeret kita ke atas pengadilan berpeluru
menyeret kita ke atas tiang gantungan
menghakimi kita dengan tanktank berbaja
mereka tak punya apaapa lagi selain jiwajiwa yang sunyi
menyalib diri mereka sendiri
PADA DAUN, 1
pekarangan itu semakin sunyi
ketika kutanyakan kembali
pada wajah daun-daun yang menguning
yang meranggas pasi di sekujur tubuhku
tentang wajah yang terluka
dan matahari yang sinarnya bias dalam mataku
lama aku sendiri
setelah kubiarkan angin menerbangkan
lukaluka sukma
dan meninabobokan diriku dalam kemurungan
tetapi angin tidak hanya menerbangkan asa
tapi juga mendedahkan matahari
sebab angin pula kuterbangun dari
ranjang-ranjang pilu berbantalkan mawar membatu
kutanyakan kembali
kepada wajah daundaun yang menguning
tentang aku dan matahari yang sinarnya
bias dalam mataku
menyinari kembali mawarmawar
di pekarangan yang masih sunyi
PADA DAUN, 2
kutanyakan kembali untuk kesekian kali
pada daun yang menguning dan meranggas pasi
sebuah pertanyaan, tentang jalusi musim semi
wajah merah jambu dan bias mentari pada bulan
di ujung langit
ketika ku tanyakan kembali pertanyaanpertanyaan
seperti itu seketika ku tersentak, mataku nyalang
menembus waktu lampau dimana aku berlindung
dengan rendah hati di bawah teduh di tepi jalan
dimana setiap musafir asing boleh berdiri
tak ada mawar yang ku petik
kakiku letih oleh beban pertanyaanpertanyaan
sedangkan awanawan berlarian seakan menjauh
dari kekalahan
mataku yang nyalang menembus waktu lampau
lalu berhenti
di antara ingatan tentang bias mentari
pada bulan: sebagian biasnya memancar
pada bulan lain di bulan Juli
kakiku semakin meletih
kusadarkan kembali tubuhku pada lindap pohon itu
di pinggir jalan dan sejenak aku berdiri
di pinggir pelataranmu di luar pagar kebun
aku tak tahu apa pikirmu tentang diriku
dan siapa kau tunggu di pintumu waktu itu
hingga kutanyakan kembali pertanyaanpertanyaan itu
kukunjungi waktu lampau itu
dan kubuka kembali pertanyaanpertanyaan itu
lalu kutanyakan pada daun
MERINDUMU
penyakit rindu:
mata yang sembab, tubuh yang kusut
malam kehilangan bulan, aku menantimu
pada pertemuan di ujung hari
dengan setangkai bunga pada genggamanku
sejak aku tibatiba menemukan wajah
musim semi pada kedua matamu
bungabunga menyapa dan mekar
demikian cepat di pekarangan rumah:
mawar merah yang lama layu
dan terinjaki
apakah ini keajaiban senja
atau merindumu adalah senja
yang telah membasuh lukaluka lama
mengobatinya dengan musim semi
pada kedua matamu
Komentar
Posting Komentar