Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2007

Yang Tak Selesai

Ada yang tak selesai kubaca sisa lumar senyummu di kaca jendela kereta ketika engkau menuju rimba misteri memekik terdiam pagi ini ada yang tak selesai kutanya merah matamu membelaiku sembab bergantung tlah cerita ditingkah isak irama mengepung risau terbata-bata ada yang tak selesai kulukis segerombolan kenangan di belukar silam terburu perih memaksa pulang lepas sendi-sendi angan mengadu muram kepada hujan Jakarta, 2007

Mengantar Emak pulang

kubisikan selepas kata yang menempel pada ujung lidah, halus-halus seperti merangkum doa dalam sanubari yang terjerat haus. rebahmu dalam pengakuan pasrah, melumerkan mata hati dan sanubari yang berang. emak, sampai kapan kamu tersesah begini? hambar bagaikan salju dipelosok jurang getir. empasakan empati palsu dalam jiwa mudaku yang angkuh, merogoh kedalam kecintaan perihal adaku atas ambisimu menerjang maut. emak, aku terjuntai disamping ranjang rebahmu mata kuyup dan lidah kelu merapal doa sungguh. hanya aku yang iringi kamu menuju kampiun malam, ihwal akhir perjalanan dari serpihan hidupmu yang karam emak, saat doa itu kau sambut. dimanakah engkau sesungguhnya? mengerang diatas lukakah? atau sudah dalam tajuk istirah? hati ini benar-benar hancur, Emak... lantas kau berlalu saja, sandarkan aku dalam elegi dan dilema akar pahang hidup kujelang, tanpa sejiwa seperti emak. lalu doa lewat saja tak digubris Tuhan. semua sirna dan perlahan hidupku juga, tanpa Emak... ya Bundaku... ya bint...

Dari Uti Untuk Nou

Bermainlah di atas lembar-lembar bahasa Jangan dulu ingat pulang Sebab di rumah ayah menanti Bersama pak imam dan lainnya Hendak tentukan waktu Kapan dutu digelar Merayaplah dibawah lipatan permukaan bab Jangan dulu berdiri Bukan arang tujuan tunggal nasib Pula lelap diatas ranjang Setelah air susu mengering Sedang usia baru dimulai Mencontohlah pada yang patut Yang telah rela menelan sakit Karena jiwa perlawanannya dilecehkan 5 September 2007 Uti : Panggilan untuk lelaki Gorontalo Nou : Panggilan untuk wanita Gorontalo Dutu : Acara peminangan

Puisi : Untuk Semua, Milik Semua

Dihalte-halte, metro mini, mahal senyum Udin kecil masih berlari diujung gerimis Gerimis dari awan diujung kelam Gerimis disudut mata dari nasib kaum urban Bawa berdesir mungkin derita akan hilang Sorot matanya masih menyiramkan sebuah semangat Semangat berebutan recehan pengganjal muram Puisi panjang yang tidak dimulai hari ini. Butet kecil dan ucok bayi di gendongan Masih termangu disudut stasiun kota Sampai kereta tiba-tiba langsam distasiun Diperon-peron, bangku tunggu, masih mahl senyum Kaki-kaki kecil berebutan mengejar kereta “Hanya kereta langsam distasiun?” Dibotol-botol pelastik kereta ada secercah harapan Agar ucok digendongan bisa jadi pejabat Mimpi-mimpi yang melahirkan puisi tanpa aksara Puisi panjang yang tidak dimulai hari ini Diradio-radio, televisi, surat kabar, masih mahal senyum Bukannya dibawah gerimis diujung kelam Tidak berebutan recehan dan tidak mengejar kereta langsam Ada kita yang mengejar makna Merubah bahasa berebutan recehan pengakuan Berebutan satu-s...

Pelayaran Terakhir

Inilah kali terakhir aku berlayar setelah mengarungi buas samudra dalam jiwa yang bergejolak mengenang kembali tiap detik perjalanan yang melekat erat dalam tingkap-tingkap kalbu yang tanpa sadar telah mengantarku di ambang batas di mana nahkoda harus merapat ke dermaga meninggalkan bunyi gaduh dari ombak yang menghantam lambung kapal hingga setiap perjalanan hanya akan menjadi cerita yang tak akan pernah habis bagi anak cucu Surakarta, 2 Mei 2007. ***

Sajak-sajak F. Giet Marta

HUJAN BERBILANG Hujan malam ini adalah hujan terakhir yang ikut menyertaimu Dikelinkingnya telah terselip kafan berwarna merah, kuning dan hitam Merintik, mendingin, meluntur diikat hujan-hujan bulan Juli Hujan malam ini, hujan penghabisankah ia ? Agustus tersembunyi dikerudung hujan berbulan lalu Disemua telunjuk kadang mengiang decak terhenti Dan hujan kini telah reda Hanya mengais sisa serdadu-serdadu untuk berlanjut. Padang, 19 Agustus 2007 SENJA, HUJAN TERLELAP! Senja akan telah kuketahui Siaplah ku menjunjung hujan hingga dini nanti Kan ku tengok rintiknya dengan senyum tertetes Dan ku kan terbit di ufuk barat Di denting menghadap timur menyelaksa berpijar, mengelilingi hujan disisi jendela, yang tutupkan galau bertitip rindu ditelaga ujung jalan Dentingnya menyeruak ketika ku berteduh kemudian terdiam tertatap dibias yang ia bentuk sendiri, Aku disamping menyeka ampas gundah ditautan tanpa senja Ia kungkung segala bias senja dalam kantong-kantong bajunya Tiada kan kulihat...

Gravitasi di Keningmu

di keningmu. telah aku lama menerka-nerka jalan yang patut untuk kubaca bersama angin disanalah pelan kau menyindirku dalam sejemput malam yang buat aku gamang “keranjang apa kiranya yang kau bawa bersama kereta kuda” selalu demikian. kau pampang pintu lebar yang bersahut-sahut memanggilku untuk duduk bersila “ambil lah sesukamu saja!” sembari menyodorkanku segala apa kau punya—walau hematku biasa saja tapi di keningmu menyayat garis lurus berlampu gemintang yang sedang aku tuju hingga keningku keningmu sepadan diadu dan hai!—jembatan tak terbangun dari pohon-pohon keningmu Padang, 2007

Sayembara Puisi Edisi Januari 2008

Puitika.Net membuka (kembali) sayembara puisi untuk menentukan Puisi Bulan Januari 2008 Versi Puitika.Net. Kali ini tema yang diambil adalah "RAHASIA KESEDIHAN." Persyaratan: Panjang naskah maksimal 500 kata Naskah dikirim melalui situs Puitika.Net (masuk log/mendaftar) Pengiriman naskah paling lambat tanggal 15 Desember 2007 Peserta diharapkan telah mengisi biodata dengan lengkap pada Profil Pribadi (masuk log/mendaftar) Editor akan memilih 10 puisi untuk dipilih langsung oleh pembaca Puitika.Net. Puisi dengan suara terbanyak secara aklamasi akan menjadi Puisi Bulan Ini (Puisi Bulan Januari 2008). Puitika.Net menyediakan hadiah menarik bagi pemenang pertama, paket buku puisi dan piagam dari Puitika.Net. Tersedia juga hadiah menarik buat pengirim dukungan yang akan diundi oleh pihak panitia. Periode Pengiriman s/d Pengumuman Pemenang Batas kirim naskah: 15 Desember 2007 Pengumuman Nominasi: Paling lambat 20 Desember 2007 Masa Voting: Pengumuman Nominasi - 30 Desember 2007 Pen...

Dipeluk Angin November

dipeluk angin november dalam rintik ada rindu yang berbisik berapa lama hujan tersulam dari seberang terbawa tawa angin yang menggiring hingga sajak tak terus merangkak mengerjap dalam ketukan dan detak berapa lama genangan langkah kita tinggalkan tapak dalam basah tanah hingga matahari pagi tak lagi sempat membakar pucuk kenanga dipeluk angin november yang renyah aku teringat tentang jeda yang kita punya di sudut teluk rambutmu terurai dan aku hanya bisa tergagap saja langit sepertinya memahami dalam setiap hari yang berganti dan rindu yang yang enggan menepi sore, 10Nov07

8 PENYAIR MUDA BACA KARYA Di TUK

Publikasi acara dengan tajuk `8 Penyair Muda Baca Karya' yang berlangsung selama dua hari (9-10 November 2007) di Teater Utan Kayu (TUK) cukup gencar. Tak hanya di milis-milis sastra tapi juga di media cetak. Mengundang rasa penasaran, apalagi nama Hasan Aspahani (Batam), Inggit Putria Marga dan Lupita Lukman (Lampung), Fadjroel Rachman dan Binhad Nurrohmat (Jakarta), Dina Oktaviani (Yogyakarta), S. Yoga (Nganjuk), dan Pranita Dewi (Bali) sudah tak asing lagi, karena karya mereka bertebaran di media cetak dan dunia cyber. Barangkali istilah `Penyair Muda' bisa diperdebatkan, apakah dari segi usia atau pada jam terbang di dunia perpuisian yang baru sekian tahun lamanya. Toh jika dari segi umur, Fadjroel Rachman sendiri merasa dan mengakui bukan masuk di situ, seperti dikatakannya sebelum tampil di hari pertama `Seharusnya disebut 7 Penyair Muda dan 1 Penyair Setengah Tua'. Tapi Sitok Srengenge sebagai wakil tuan rumah punya alasan tentang itu. "Tampilan para penyair pad...

Puitika.Net pindah hosting

Sejak 2 Nopember 2007, Puitika.Net melakukan perpindahan hosting. Jika terdapat kesulitan atau hal-hal yang dirasa mengganggu aktivitas berkarya Anda di Puitika.Net ini, silahkan tuliskan hal-hal tersebut di bagian ini. Anda juga dipersilahkan mengirimkan surat-e ke puitika@gmail.com untuk topik semacam ini.

Requiem Pagi

ia tak bisa melupakan : lipatan kata yang terbungkus rapi wangi dari setrika waktu yang hening tercium terus dari hari ke hari tanya yang disodorkannya satu waktu terjawab dengan kertas warna warni lalu kembali waktu memberi arti mengurai semua yang terbungkus rapi di pasir yang mampir di kaki lelaki terdampar segala dusta hingga lenyap segala kata tertelan ombak ia tak bisa melupakan : mimpi panjang yang tergerus kepahitan membuatnya hanya mampu memandang karang teriak yang tersendat menjelma bisik dalam perih yang senantiasa berulang rasa tak berdaya pada diri sendiri kadang membekukan semua puisi yang sempat disalinnya dari lipatan waktu nelangsa yang sering menghampiri sering didekapnya tanpa sempat menyapa sepi pagi, 07Nov07

Orang Rumah

buluh perindu menjadi jenjang menaiki jantungnyanyian yang rimbun mendayung biduk menuju dikau serupa dinamit aku hendak mencium rambutmu yang telah lama lentur sejak september berlalu kita sadar sejak september itu kita bukan kanak-kanak dan kaulah yang 'kan menjadi orang rumah bagi debu mata dan jariku hari sudah malam tak singgah, langsunglah kau menaiki jenjang dan di halaman ini mereka besok 'kan tumbuh di lentera yang kau genggam di sisimu pula aku 'kan menggelap dan rebah Ruangliku, 10 Juli 2007

Sungai Halus

; bie mungkin subuh ini aku harus periksa rasa yang terpajang dekat pintu nan menjadi wujud sendiri untuk tak lelap. tapi aku tak menguping, sungguh. hanya terbawa oleh waktu yang berjalan surut. ada sungai halus di pipi kita. di sana juga ada biduk yang pernah kupakai menjala ikan. mungkin ada yang terlantung waktu naik jenjang. itukah kau, sayang ? dan nafas kita pun saling berbisik. aku melukaimu dengan daging nan terasah oleh luka. tidak, ha ? tidak ? sungai itu masih mengalir saja mengapungkan segalanya tanganmu mendingin, apa gigil, apa beku ?dan itu bukan untuk menukarkan payung kuning dengan hujan, sebab hujan tak untuk tanganmu yang mengigil kupangku kau di sungai halus itu serupa Adam memangku Hawa di Jabal Rahma Ruangliku, Juli 2007