HUJAN BERBILANG
Hujan malam ini adalah hujan terakhir yang ikut menyertaimu
Dikelinkingnya telah terselip kafan berwarna merah, kuning dan hitam
Merintik, mendingin, meluntur diikat hujan-hujan bulan Juli
Hujan malam ini, hujan penghabisankah ia ?
Agustus tersembunyi dikerudung hujan berbulan lalu
Disemua telunjuk kadang mengiang decak terhenti
Dan hujan kini telah reda
Hanya mengais sisa serdadu-serdadu untuk berlanjut.
Padang, 19 Agustus 2007
SENJA, HUJAN TERLELAP!
Senja akan telah kuketahui
Siaplah ku menjunjung hujan hingga dini nanti
Kan ku tengok rintiknya dengan senyum tertetes
Dan ku kan terbit di ufuk barat
Di denting menghadap timur menyelaksa berpijar, mengelilingi hujan
disisi jendela, yang tutupkan galau bertitip rindu ditelaga ujung jalan
Dentingnya menyeruak ketika ku berteduh
kemudian terdiam tertatap dibias yang ia bentuk sendiri,
Aku disamping menyeka ampas gundah ditautan tanpa senja
Ia kungkung segala bias senja dalam kantong-kantong bajunya
Tiada kan kulihat lagi ia tertidur dalam senja itu?
Disandaran kata ya atau tidak tak mungkin ia berbaring
Aku menengok ke jendela letih bersama lelapnya.
Tidurnya terlalu lelap,
Jika senja menjagakan, aku takut ia menjadi siluet yang tiba hanya di senja
Inginku membenci senja atau aku,
Ikut terlelap bersama lelapnya
Dan saat ia terbangun aku kan tetap bersama senja
Untuk terbaring selelap-lelapnya
Padang-Payakumbuh, 25 Juli 2007
TIADA NAPAS TAKUTKU
Kenapa ketakutan menjadikan hujan tak lagi membasahi
Saat wajah dihadapan langit mendung
semalaman menanti cahaya
Kenapa ketakutan menjadikan angin enggan beranjak
Saat dagu tertancap dibumi latah
Mendulang nafas biru
Kenapa ketakutan menjadikan kata pelak bermakna
Saat bibir berujar ke laut-laut tenang
Dan pernah tiada riak bernyanyi gurau
Hingga ketakutan yang membuat gundah
Tak mampu menerangi gelap sendiri
Hujan gerimis sendiri 06
RASA
Aku
Hingar senja
Hadirlah rasa
Aku
Bulir ombak
Jawablah riak
Aku
Rambat cahaya
Teriaklah langit
Aku
Kamu
Ada
DIKERATON BIRU SEORANG LELAKI MEMBACA MANTERA KEMATIAN
Ketika kau datang dengan tergesa-gesa tak menentu temuilah aku, dikeraton biru
agar kau mampu menyunting pelangi dihadapanku penuh harap, berjalan
dan belakangi bayanganmu sendiri, kan ku bacakan sepotong mantera
biar kembali kusinggahi segenggam rasa tak tercicipi
Taburkan semai-semai kamboja di malam kedua puluh empat ;rahasiakan padaku
keraton berwujud merah darah sambil menafsirkan tiap sandi angin,
berjalari kenaifanmu hingga keraton berwarna biru
sisi pelangi yang terjanji disunting sesaat sebelum kematian menjemputku.
suarasuara itu datang, Agustus 06
JARUM SEMUT
Para jarum berlarian ke arah perbukitan dengan benang di kepalanya
sejumlah semut menyeberang
tertusuklah lambung kiri semut itu
di atas bukit
pergelaran jarum
benang bernyanyi
semut menyeringai sakit, terduduki juga
Kau tiada pedulikan aku.
Awan gelap bergerak ke arahku dari segala sudut menyerupai sepi
Aku tertanya pada sepi-sepi masih membentangkah benua untuk bumi
Entah, kemana ia kan berlayar
Ia yang terbang tanpa sayap berani berkata “ indah bumi!”
Sekedar merajuk pada kesetiaan
SI BELIA
Si belia mengajari ku makan tempe
bersama disaji jus bingkuang manis sekali
deret tersenyum isyarat musim malam kan usai
berbenah untuk sepiring tempe pake sambal
sedang dikantong piring gelas itu aku tersendiri
menyaksi belia menghidang tempe
Ya, walau sekedar sepotong tempe
bisa juga ku membisik sebuah
Belia masih saja berdiri
menunggu orang suka tempe
Sekarang mencicip tempe ku terbiasa
dari tangan belia buat tiada biasa
ia tetap berdiri,
siapa suka tempe, tibalah
Padang, 30 Sept 07
SAJADAH UNTUK MAMA
Kemudian, hujan tiada teguh tak sungging senyumku
tertelungkup hujan serupa doa rintik-rintik terus
kepadanya tafsirlah rinduku malam ini
Dibingkai sajadah kutaruh
sujud bagi mama di pesakitan, ia sendiri
tanpa tatap paras lembut keharibaan maha paras
untuk mama
Mama berselimutlah disajadah kubentangkan
turun juga lah cinta-Mu berelung-relung ke nadi mama
tetap hangat mama, sajadah sujudku bagimu
Adalah mama
menjadikan sujud disajadah tetap lama
Adalah mama
menghadir tangan penghadap kuasa
Adalah mama
memberi hujan penuh kerinduan
Adalah mama
Membuat senja selalu semerbak
Padang, 1 Okt 07
CERITA PINTU DAPUR
Sejemputku bersua di pintu dapur kita
Mengulang cerita yang kupenggal sebelum pergi
tlah kutengok mama, sehat saja
dari angin kudengar mama demam
tiada lagi bisa wangi senja kukirim bersama peluk
pintu dapur temani mama minum teh, sekali ini
dengar kesah ia bercerita
bangunlah mama
besok aku segera pulang
tunggu palarai damam dipintu dapur
ada cerita tentang menantu mama
LORONG
lorong tak membias sesiapa dari sudut nafas bergema ngiang, itu juga
sabet terdengar mulut entah buat tidur hati kata
sebelah tubuh menyedu racun, tak ayal
tertawa menertawai
geli surut
dilorong
dibayangan belakang
hati ada sebenar tiada
berlari tungganglanggang
“gapai lorong secepatnya!”
Koto Alam 8 Des 05
LUKA ANTARA
hari berkecamuk
ada
tak utuh
mendua sungguh
aku tidak siapa-siapa hari ini
-mu
-ku
dunia
jalan jalan-jalan
sia
sia
dunia
hari membuta
tak ada
utuh
meragu tak
siapa aku hari ini,
bayang mengsamar
harap meluka
selam menyata
tak ku sentuh
ambil hikmah?
Padang 2005
AKU MAU HIDUP SERIBU TAHUN LAGI
Roh mengubun-ubun dihentak bermalaikat gaib. Meronta, meneriak, dan lain-lain
Izrail sedang sakit
Alhamdulillah.
UNTUK SAJAK
Lepaskan aku dari napasmu yang menerkam nadiku
Untukmu mengerang bergejolak
O,
Akhir cinta ku terbang dibawa senyum luka dihatiku, tak lagi mengecap sisimu.
BARANGKALI
Kematianku tertunda hujan yang tak reda-reda
Menunggu teduh mungkin tak rasanya
Hai penjaga tempatku datangilah mereka
Sebelum makamku dibongkar oleh penguasa kesunyian
Tanpa akhir saat hujan beringsut pergi
Saat kematian tersakiti
Hanya kita yang merahasiakan
Koto Alam, 14 Okt 06
NYANYIAN RUBAH
Rubah-rubah jalang meradang
temani di cahaya terang terbang
Bangun paginya ada pelangi
sisa rubah malam bernyanyi
nyanyian banyak-banyak cinta disekitar
melambungi harap rubah betina
Rubah jantan tertawa melirik-lirik
menangi sebuah permainan
“ Siapa yang menyanyikan banyak cinta?”
“ Kalau pelangi mungkin hati yang meradang.”
Tertipu diri tak ada terjawab
sebenar ada demi sedu-sedun para rubah-rubah
dan rubah-rubah jalang meradang.
Padang, 2006
KOTAK RETAK
Coba lihat tiap sudut kelas kita
Dan tidak lucu untuk ketawa, mungkin
Genitkan,
Otak kotak-kotak
Kepala kotak-kotak
Badan kotak-kotak
yang penting ini, kemaluan kotak-kotak
lho kok kotak-kotak?
Lama-lama,
Otak retak-retak
Kepala retak-retak
Badan retak-retak
akan bahaya ini, kemaluan retak-retak
emang sudah retak-retak?
Bingung juga antara kotak malah retak
atau harus dikotak-kotakkan
Iya, kelas kita kan berkotak-kotak
dan selamat mengotak-atik
serta siapkan untuk retak.
RA, 17 April 2006
PUISI LANGIT BIDADARI DAN KEMATIAN
Ingin puisi digantungkan berakar tiada tinta
Ingin langit dimendungkan berujung tiada hujan
Ingin bidadari dihiasi ternyata tiada tempat tuk berhias
Ingin kematian dijemput dini tiada asa dihati
Padang, April 2006
TETAP MEMBAJAK
Bajak laut merampas kardus-kardus berisi rindu
yang ia curi pagi ini
Bajak laut itu hitam, berbulu lebat hidungnya
mengindus bau-bau anyir mawar-mawar
Bajak laut iringilah kesadaranmu
yang tercium kamboja lahat
Ia masih harum,
jangan kau tusuk kan bangkai berlendir
mulut kotormu
Ia masih ingin,
Melihat orang berlalu lalang dibawah
jembatan sore kemaren.
Padang, 2006
ENTAHLAH
Malam dingin kian mendekam telanjangi jiwaku ngigat dirimu, burung malam hilang sunyi alangkah asing menjamah diriku meronta terselimuti beku biru sendiri.
Tanpa keresahankah kau disana?
Padang, 2006
MASIH DULU
Akui rindu itu turun
dengan kusutku yang tiada pernah kau sentuh
sebelum angin-angin meneriaki
kapan semua bergumam lantang
Akui cinta itu datang
Dengan harum pagi ini
Padang, 2006
MARILAH
Aku ingin tidur
telah dekat mimpiku malam ini
biar ku sentuh
Eeok tersenyum kembali sunyi
menunggu malam tiba
dan aku kan terpejam untuk mendatangi
Ia kembali,
Lekaslah berbenah!
Padang, 2006
NYANYIAN TELAGA
Hingga petang ini telaga di tepi batu
Masih ingin berdendang lirik meringkikkan
Tiap bulu kuduk semak belukar sekitar
Ketika ia telah lebur
Dengan sulaman mimpi indah semalam lalu
Mengupas sayat-sayat air dan bintang waktu pagi
Dalam telaga beribu kata tanya
Bulir-bulir cemas terjawab
Diseonggok kayu bakar milik rayap-rayap kelaparan
Malam mendekat
Ia mereguk embun segar dari mahkota bunga
Sambil membisiki awan yang hendak menyetubuhinya
Tiba-tiba ia gemetar ketakutan menjalari kerisauan
Dindingnya sorang berlanjut
Dan terus tenang.
Padang, Agustus 2006
SEBUAH TULISAN
Aku ingin menulis
tapi aku tak tahu apa yang akan ku tulis
semuanya ada disini tapi sekalli lagi tak mampu ku tulis
Aku tak mengerti mengapa aku ingin menulis
sedang apa yang kan ku tulis, aku tak paham untuk apa aku menulis
dihati tertulis namun tak mau tertulis
Aku ingin menulis
yang dipikir ingin kutulis
darimana aku akan memulai
dan dimana harus diakhiri
Kegundaan itu harus ditulis
dimana kutulis
untuk siapa ku tulis
dan apa artinya ku menulis
ditulis dan menulis hanyalah untuk yang tertulis
tertulis dan menulis hanylah untuk yang ditulis
tertulis dan ditulis hanya untuk yang menulis
menulis, ditulis, dan tulislah apa yang tertulis
sebab apa yang tertulis telah ditulis oleh yang maha menulis
Merak, November 2005
MALAM LEBARAN 2
Kuburan diatas bulan
Padang, 2007
BALIKLAH RINDUKU
Aku terhunyuk menyaksi rinduku pergi berjalan sendirian, ingin ku turut menemani walau cuma hingga ujung jalan tapi aku serasa tersunyi ketika ia berjalan setapak demi setapak kemudian beranjak berlari bersama angin yang datang dari belakang bayanganku, aku tiada mampu berbuat sebuah. Telah kuteriaki “ Rinduku, tak usah kau tinggalkan aku sorang disini, aku pasti kehilangan benar jika kau tetap pergi, siapa yang kau tuju disana, rumahmu disini!!”
“ Aku akan mengurusmu lagi, baliklah rinduku, baliklah!”
Ia hanya menekur menyusul angin, senja yang membawanya membuat tak menolah barang sekejap pun, aku terjawab isak menengok rindu pergi. Mungkin ia sudah muak dan bosan, salahku mengurung dan mengikat dirumah hatiku, membiarkannya tertatih dan terlelap lama tiada sorang pun menemani dan menjaga.
Teringat aku bagaimana rinduku mengangkangi wajahku saat melompat dari mimpiku hingga mampu ia berjalan tanpa bisa kebenahi ia sebelum beranjak. Seandainya ia minta ijin, setidaknya aku bisa membekali dia dengan alamat yang sekurangnya ia kan tuju, seminimnya arah mata angin agar ia tak tersesat kemana-mana. Yang aku paling gamang, rinduku masih labil tak tahu apa-apa, ia tak pernah kuajari berbagi, menangis, tertawa apalagi mencintai sebab saat ia datang aku juga telah risau dengan rinduku sendiri.
Aku masih menatap rinduku itu pergi, entah kerumah siapa yang ia kan singgahi, entah siapa yang mampu memberinya sesejuk hati atau barangkali ia ingin kembali kerumahnya diakhir jalan ini, kembali kepada pemilik ia sesungguhnya.
Padang, 5 Januari 2007
Hujan malam ini adalah hujan terakhir yang ikut menyertaimu
Dikelinkingnya telah terselip kafan berwarna merah, kuning dan hitam
Merintik, mendingin, meluntur diikat hujan-hujan bulan Juli
Hujan malam ini, hujan penghabisankah ia ?
Agustus tersembunyi dikerudung hujan berbulan lalu
Disemua telunjuk kadang mengiang decak terhenti
Dan hujan kini telah reda
Hanya mengais sisa serdadu-serdadu untuk berlanjut.
Padang, 19 Agustus 2007
SENJA, HUJAN TERLELAP!
Senja akan telah kuketahui
Siaplah ku menjunjung hujan hingga dini nanti
Kan ku tengok rintiknya dengan senyum tertetes
Dan ku kan terbit di ufuk barat
Di denting menghadap timur menyelaksa berpijar, mengelilingi hujan
disisi jendela, yang tutupkan galau bertitip rindu ditelaga ujung jalan
Dentingnya menyeruak ketika ku berteduh
kemudian terdiam tertatap dibias yang ia bentuk sendiri,
Aku disamping menyeka ampas gundah ditautan tanpa senja
Ia kungkung segala bias senja dalam kantong-kantong bajunya
Tiada kan kulihat lagi ia tertidur dalam senja itu?
Disandaran kata ya atau tidak tak mungkin ia berbaring
Aku menengok ke jendela letih bersama lelapnya.
Tidurnya terlalu lelap,
Jika senja menjagakan, aku takut ia menjadi siluet yang tiba hanya di senja
Inginku membenci senja atau aku,
Ikut terlelap bersama lelapnya
Dan saat ia terbangun aku kan tetap bersama senja
Untuk terbaring selelap-lelapnya
Padang-Payakumbuh, 25 Juli 2007
TIADA NAPAS TAKUTKU
Kenapa ketakutan menjadikan hujan tak lagi membasahi
Saat wajah dihadapan langit mendung
semalaman menanti cahaya
Kenapa ketakutan menjadikan angin enggan beranjak
Saat dagu tertancap dibumi latah
Mendulang nafas biru
Kenapa ketakutan menjadikan kata pelak bermakna
Saat bibir berujar ke laut-laut tenang
Dan pernah tiada riak bernyanyi gurau
Hingga ketakutan yang membuat gundah
Tak mampu menerangi gelap sendiri
Hujan gerimis sendiri 06
RASA
Aku
Hingar senja
Hadirlah rasa
Aku
Bulir ombak
Jawablah riak
Aku
Rambat cahaya
Teriaklah langit
Aku
Kamu
Ada
DIKERATON BIRU SEORANG LELAKI MEMBACA MANTERA KEMATIAN
Ketika kau datang dengan tergesa-gesa tak menentu temuilah aku, dikeraton biru
agar kau mampu menyunting pelangi dihadapanku penuh harap, berjalan
dan belakangi bayanganmu sendiri, kan ku bacakan sepotong mantera
biar kembali kusinggahi segenggam rasa tak tercicipi
Taburkan semai-semai kamboja di malam kedua puluh empat ;rahasiakan padaku
keraton berwujud merah darah sambil menafsirkan tiap sandi angin,
berjalari kenaifanmu hingga keraton berwarna biru
sisi pelangi yang terjanji disunting sesaat sebelum kematian menjemputku.
suarasuara itu datang, Agustus 06
JARUM SEMUT
Para jarum berlarian ke arah perbukitan dengan benang di kepalanya
sejumlah semut menyeberang
tertusuklah lambung kiri semut itu
di atas bukit
pergelaran jarum
benang bernyanyi
semut menyeringai sakit, terduduki juga
Kau tiada pedulikan aku.
Awan gelap bergerak ke arahku dari segala sudut menyerupai sepi
Aku tertanya pada sepi-sepi masih membentangkah benua untuk bumi
Entah, kemana ia kan berlayar
Ia yang terbang tanpa sayap berani berkata “ indah bumi!”
Sekedar merajuk pada kesetiaan
SI BELIA
Si belia mengajari ku makan tempe
bersama disaji jus bingkuang manis sekali
deret tersenyum isyarat musim malam kan usai
berbenah untuk sepiring tempe pake sambal
sedang dikantong piring gelas itu aku tersendiri
menyaksi belia menghidang tempe
Ya, walau sekedar sepotong tempe
bisa juga ku membisik sebuah
Belia masih saja berdiri
menunggu orang suka tempe
Sekarang mencicip tempe ku terbiasa
dari tangan belia buat tiada biasa
ia tetap berdiri,
siapa suka tempe, tibalah
Padang, 30 Sept 07
SAJADAH UNTUK MAMA
Kemudian, hujan tiada teguh tak sungging senyumku
tertelungkup hujan serupa doa rintik-rintik terus
kepadanya tafsirlah rinduku malam ini
Dibingkai sajadah kutaruh
sujud bagi mama di pesakitan, ia sendiri
tanpa tatap paras lembut keharibaan maha paras
untuk mama
Mama berselimutlah disajadah kubentangkan
turun juga lah cinta-Mu berelung-relung ke nadi mama
tetap hangat mama, sajadah sujudku bagimu
Adalah mama
menjadikan sujud disajadah tetap lama
Adalah mama
menghadir tangan penghadap kuasa
Adalah mama
memberi hujan penuh kerinduan
Adalah mama
Membuat senja selalu semerbak
Padang, 1 Okt 07
CERITA PINTU DAPUR
Sejemputku bersua di pintu dapur kita
Mengulang cerita yang kupenggal sebelum pergi
tlah kutengok mama, sehat saja
dari angin kudengar mama demam
tiada lagi bisa wangi senja kukirim bersama peluk
pintu dapur temani mama minum teh, sekali ini
dengar kesah ia bercerita
bangunlah mama
besok aku segera pulang
tunggu palarai damam dipintu dapur
ada cerita tentang menantu mama
LORONG
lorong tak membias sesiapa dari sudut nafas bergema ngiang, itu juga
sabet terdengar mulut entah buat tidur hati kata
sebelah tubuh menyedu racun, tak ayal
tertawa menertawai
geli surut
dilorong
dibayangan belakang
hati ada sebenar tiada
berlari tungganglanggang
“gapai lorong secepatnya!”
Koto Alam 8 Des 05
LUKA ANTARA
hari berkecamuk
ada
tak utuh
mendua sungguh
aku tidak siapa-siapa hari ini
-mu
-ku
dunia
jalan jalan-jalan
sia
sia
dunia
hari membuta
tak ada
utuh
meragu tak
siapa aku hari ini,
bayang mengsamar
harap meluka
selam menyata
tak ku sentuh
ambil hikmah?
Padang 2005
AKU MAU HIDUP SERIBU TAHUN LAGI
Roh mengubun-ubun dihentak bermalaikat gaib. Meronta, meneriak, dan lain-lain
Izrail sedang sakit
Alhamdulillah.
UNTUK SAJAK
Lepaskan aku dari napasmu yang menerkam nadiku
Untukmu mengerang bergejolak
O,
Akhir cinta ku terbang dibawa senyum luka dihatiku, tak lagi mengecap sisimu.
BARANGKALI
Kematianku tertunda hujan yang tak reda-reda
Menunggu teduh mungkin tak rasanya
Hai penjaga tempatku datangilah mereka
Sebelum makamku dibongkar oleh penguasa kesunyian
Tanpa akhir saat hujan beringsut pergi
Saat kematian tersakiti
Hanya kita yang merahasiakan
Koto Alam, 14 Okt 06
NYANYIAN RUBAH
Rubah-rubah jalang meradang
temani di cahaya terang terbang
Bangun paginya ada pelangi
sisa rubah malam bernyanyi
nyanyian banyak-banyak cinta disekitar
melambungi harap rubah betina
Rubah jantan tertawa melirik-lirik
menangi sebuah permainan
“ Siapa yang menyanyikan banyak cinta?”
“ Kalau pelangi mungkin hati yang meradang.”
Tertipu diri tak ada terjawab
sebenar ada demi sedu-sedun para rubah-rubah
dan rubah-rubah jalang meradang.
Padang, 2006
KOTAK RETAK
Coba lihat tiap sudut kelas kita
Dan tidak lucu untuk ketawa, mungkin
Genitkan,
Otak kotak-kotak
Kepala kotak-kotak
Badan kotak-kotak
yang penting ini, kemaluan kotak-kotak
lho kok kotak-kotak?
Lama-lama,
Otak retak-retak
Kepala retak-retak
Badan retak-retak
akan bahaya ini, kemaluan retak-retak
emang sudah retak-retak?
Bingung juga antara kotak malah retak
atau harus dikotak-kotakkan
Iya, kelas kita kan berkotak-kotak
dan selamat mengotak-atik
serta siapkan untuk retak.
RA, 17 April 2006
PUISI LANGIT BIDADARI DAN KEMATIAN
Ingin puisi digantungkan berakar tiada tinta
Ingin langit dimendungkan berujung tiada hujan
Ingin bidadari dihiasi ternyata tiada tempat tuk berhias
Ingin kematian dijemput dini tiada asa dihati
Padang, April 2006
TETAP MEMBAJAK
Bajak laut merampas kardus-kardus berisi rindu
yang ia curi pagi ini
Bajak laut itu hitam, berbulu lebat hidungnya
mengindus bau-bau anyir mawar-mawar
Bajak laut iringilah kesadaranmu
yang tercium kamboja lahat
Ia masih harum,
jangan kau tusuk kan bangkai berlendir
mulut kotormu
Ia masih ingin,
Melihat orang berlalu lalang dibawah
jembatan sore kemaren.
Padang, 2006
ENTAHLAH
Malam dingin kian mendekam telanjangi jiwaku ngigat dirimu, burung malam hilang sunyi alangkah asing menjamah diriku meronta terselimuti beku biru sendiri.
Tanpa keresahankah kau disana?
Padang, 2006
MASIH DULU
Akui rindu itu turun
dengan kusutku yang tiada pernah kau sentuh
sebelum angin-angin meneriaki
kapan semua bergumam lantang
Akui cinta itu datang
Dengan harum pagi ini
Padang, 2006
MARILAH
Aku ingin tidur
telah dekat mimpiku malam ini
biar ku sentuh
Eeok tersenyum kembali sunyi
menunggu malam tiba
dan aku kan terpejam untuk mendatangi
Ia kembali,
Lekaslah berbenah!
Padang, 2006
NYANYIAN TELAGA
Hingga petang ini telaga di tepi batu
Masih ingin berdendang lirik meringkikkan
Tiap bulu kuduk semak belukar sekitar
Ketika ia telah lebur
Dengan sulaman mimpi indah semalam lalu
Mengupas sayat-sayat air dan bintang waktu pagi
Dalam telaga beribu kata tanya
Bulir-bulir cemas terjawab
Diseonggok kayu bakar milik rayap-rayap kelaparan
Malam mendekat
Ia mereguk embun segar dari mahkota bunga
Sambil membisiki awan yang hendak menyetubuhinya
Tiba-tiba ia gemetar ketakutan menjalari kerisauan
Dindingnya sorang berlanjut
Dan terus tenang.
Padang, Agustus 2006
SEBUAH TULISAN
Aku ingin menulis
tapi aku tak tahu apa yang akan ku tulis
semuanya ada disini tapi sekalli lagi tak mampu ku tulis
Aku tak mengerti mengapa aku ingin menulis
sedang apa yang kan ku tulis, aku tak paham untuk apa aku menulis
dihati tertulis namun tak mau tertulis
Aku ingin menulis
yang dipikir ingin kutulis
darimana aku akan memulai
dan dimana harus diakhiri
Kegundaan itu harus ditulis
dimana kutulis
untuk siapa ku tulis
dan apa artinya ku menulis
ditulis dan menulis hanyalah untuk yang tertulis
tertulis dan menulis hanylah untuk yang ditulis
tertulis dan ditulis hanya untuk yang menulis
menulis, ditulis, dan tulislah apa yang tertulis
sebab apa yang tertulis telah ditulis oleh yang maha menulis
Merak, November 2005
MALAM LEBARAN 2
Kuburan diatas bulan
Padang, 2007
BALIKLAH RINDUKU
Aku terhunyuk menyaksi rinduku pergi berjalan sendirian, ingin ku turut menemani walau cuma hingga ujung jalan tapi aku serasa tersunyi ketika ia berjalan setapak demi setapak kemudian beranjak berlari bersama angin yang datang dari belakang bayanganku, aku tiada mampu berbuat sebuah. Telah kuteriaki “ Rinduku, tak usah kau tinggalkan aku sorang disini, aku pasti kehilangan benar jika kau tetap pergi, siapa yang kau tuju disana, rumahmu disini!!”
“ Aku akan mengurusmu lagi, baliklah rinduku, baliklah!”
Ia hanya menekur menyusul angin, senja yang membawanya membuat tak menolah barang sekejap pun, aku terjawab isak menengok rindu pergi. Mungkin ia sudah muak dan bosan, salahku mengurung dan mengikat dirumah hatiku, membiarkannya tertatih dan terlelap lama tiada sorang pun menemani dan menjaga.
Teringat aku bagaimana rinduku mengangkangi wajahku saat melompat dari mimpiku hingga mampu ia berjalan tanpa bisa kebenahi ia sebelum beranjak. Seandainya ia minta ijin, setidaknya aku bisa membekali dia dengan alamat yang sekurangnya ia kan tuju, seminimnya arah mata angin agar ia tak tersesat kemana-mana. Yang aku paling gamang, rinduku masih labil tak tahu apa-apa, ia tak pernah kuajari berbagi, menangis, tertawa apalagi mencintai sebab saat ia datang aku juga telah risau dengan rinduku sendiri.
Aku masih menatap rinduku itu pergi, entah kerumah siapa yang ia kan singgahi, entah siapa yang mampu memberinya sesejuk hati atau barangkali ia ingin kembali kerumahnya diakhir jalan ini, kembali kepada pemilik ia sesungguhnya.
Padang, 5 Januari 2007
Komentar
Posting Komentar